Satu Hari Dua Rapat, Soal Hak Adat: Migas dan Emas

0
3629

Oleh: Yosef Rumaseb)*

Manokwari Jumat 3 Agustus 2018. Saya ikut dua rapat di dua tempat beda. Satu di Swissbell Hotel, satu di Mansinam Beach Hotel. Esensi kedua rapat itu sama yaitu membahas manfaat investasi perusahaan tambang bagi masyarakat adat, di Swisbell tentang migas dan di Mansinam Beach tentang emas. Di Swissbell oleh pemerintah, di Mansinam oleh aktivis.

Rapat di Swisbell Hotel terkait dengan penyusunan Perdasus DBH Migas Provinsi Papua Barat. Rapat mulai jam 11 dipimpin Gubernur Papua Barat Bapak D. Mandacan. Peserta rapat adalah Tim Teknis Provinsi Papua Barat dan Tim Teknis Pemkab Teluk Bintuni. Tim Bintuni dipimpin Bapak Wim Fimbay. Saya masuk dalam tim yang fasilitasi rapat itu.

Rapat ini diakhiri dengan keputusan Gubernur agar Tim Teknis Provinsi menindak-lanjuti proses penyusunan draft Raperdasus DBH Migas dan melakukan harmonisasi konsep legal draft dengan Pemda Kabupaten. Pertemuan diakhiri dengan penyerahan dokumen kajian akademik dari Ketua Tim Bintuni Bapak Wim Fimbay kepada Gubernur Papua Barat. Rapat Tim Teknis Provinsi untuk membahas materi ini akan dilakukan pada hari selasa 7 Agustus 2018.

Baca Juga:  Mempersoalkan Transmigrasi di Tanah Papua

Perdasus DBH Migas penting bagi masyarakat adat karena merupakan payung hukum untuk alokasi dana bagi hasil migas bagi masyarakat adat baik untuk pembangunan generasi saat ini di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan ekonom maupun dana abadi untuk generasi yang akan datang (pasca proyek).

ads

Rapat kedua adalah Rapat Forum Masyarat Peduli Freeport membahas rencana demo 9 Agustus 2018. Rapat dipimpin oleh Samuel Tabuni sebagai Ketua Umum dan advokat Yan Warinussy (Direktur LP3BH Manokwari) sebagai Koordinator Demo di Manokwari. Rapat FMPPF dihadiri sejumlah tokoh pimpinan organisasi masyarakat adat termasuk Ketua MRP Papua Barat. Rapat konsolidasi ini akan dilanjutkan pada senin 6 Agustus 2018 berupa sosialisasi kepada seluruh anggota MRP.

Demo FMPPF 9 Agustus 2018 adalah demo yang seharusnya dilakukan pada 1 Agustus 2018 di Jayapura, Manokwari, Timika dan Jakarta. Namun diundurkan ke 9 Agustus 2018 karena pihak-pihak yang diharapkan menerima aspirasi yaitu dari DPR dan MRP Papua tidak berada di tempat. Pemilihan tanggal 9 Agustus 2018 bertepatan dengan Hari Pribumi Internasional.

Baca Juga:  Mempersoalkan Transmigrasi di Tanah Papua

Esensi dari demo 9 Agustus 2018 adalah untuk merayakan Hari Pribumi Internasional sekaligus sebagai momen membangun persatuan orang Papua untuk menegakkan keadilan dan perlindungan dalam pemanfaatan sumber daya alam.

Freeport yang jadi agenda demo adalah simbol dari situasi buruk dalam hubungan antara investasi dan masyarakat adat. Samuel Tabuni menyimpulkan kondisi yang dihadapi masyarakat adat dengan satu kalimat “tanah Papua ini dikelola untuk proteksi kepentingan para pencuri emas, para pencuri kayu, para pencuri uang rakyat dan para pembunuh Rakyat Papua”. Rakyat Papua harus bangkit dan bersatu melindungi diri dan haknya.

Contoh lain adalah kondisi di Koroway. Rakyat miskin, pendidikan terbengkalai, kesehatan membuat miris tapi pertambangan emas ilegal dibiarkan berlangsung, merusak lingkungan, menyebarkan racun merkuri, menyebarkan ancaman maut bagi rakyat setempat. Berbagai protes sudah disampaikan tapi penguasa tak bergeming. Sudah saatnya seluruh rakyat adat Papua bangkit bersatu melindungi diri dan kekayaan alamnya terhadap serbuan dari luar.

Baca Juga:  Mempersoalkan Transmigrasi di Tanah Papua

Indonesia menahan Papua dengan cara cekik orangnya terus habiskan kekayaan alamnya di atas tanahnya sendiri. Perlakuan yang dialami orang Papua tidak lebih baik (malah lebih buruk) dari zaman Kolonial Belanda. Semua system dibuat untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya “Surplus Ekonomi” tanpa perhatian bagi masyarakat Asli waktu itu.

Orang Papua adalah pemilik kekayaan alam tetapi bagi hasilnya dibalik. Pemilik bukan yang membagi tetapi dibagikan. Atau malah tidak dapat bagian

Idealnya orang Papua itu layak menjadi Kaya Raya di Indonesia. Orang Papua itu layak menjadi sumber berkat bagi semua umat Tuhan di Dunia. Itu kenyataan yang perlu kita orang Papua yang menjabat sebagai Gubernur, Panglima, Kapolda, Kejati, Bupati/Walikota dan Wakil Rakyat di MRP, DPRD Kabupaten, DPR Provinsi dan DPR pusat renungkan bersama.

Jika kita mampu bersatu dan melindungi hak kita maka situasi bisa kita balik. Kita yang bagi kekayaan kita, bukan mereka yang bagi.

Biak 6 Agustus 2018

)* Penulis adalah anak kampung. Tinggal di Biak. 

Artikel sebelumnya10 OPD Teknis di Sorong Selatan Diminta Segera Buat LAKIP
Artikel berikutnyaSurat Terbuka Pendeta Trevor Johnson untuk Penjabat Gubernur Papua