Inilah Pengakuan Para Pelajar Tentang Tambang Emas Liar di Danowage Korowai

0
8374

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Maraknya aktivitas pendulangan emas liar di Korowai mengisahkan banyak dampak dan pengalaman buruk bagi warga masyarakat setempat, tak terkecuali eksploitasi anak-anak sekolah yang ikut bekerja bagi para penambang emas.

Laporan dari Pekerja Sosial di Korowai berdasarkan hasil investigasi dan wawancara mencatat sejumlah kisah pilu beberapa anak Korowai semenjak mulai ramainya informasi beberapa waktu terakhir penambangan emas ilegal di Korowai. Setelah ditelusuri, penambangan emas tersebut dilakukan di wilayah kepala sungai Deiram. Hal serupa pernah terjadi pada tahun 2015 lalu di wilayah Danowage.

Beberapa pelajar di Danowage kepada Pekerja Sosial menuturkan pengalamannya menyaksikan para penambang emas liar bekerja di kepala sungai Deiram.

Murid pertama Yacob bercerita bahwa dia bekerja kepada penambang emas di daerah Tanah Longsor, arah selatan dari Danowage yang dapat ditempuh selama 15 menit menggunakan ketingting.

Yacob mengaku bahwa dia bekerja pada penambang orang rambut lurus (sebutan untuk pendatang, non-Papua), berasal dari daerah Bugis. Dia bertugas untuk membangun base camp, membawakan peralatan, membelah kayu bakar dan pekerjaan umum lainnya. Namun Yacob ikut menyaksikan bagaimana proses penambangan tersebut dari awal hingga akhir. Yacob bekerja untuk orang yang biasa dipanggil Koprak.

ads

Berikut kutipan percakapan antara Pelapor dan Yacob.

Y: Mereka menggunakan alat alkon, karpet, saringan kain, kuali dan juga air perak. Untuk air perak itu berat sekali, hanya setengah jerigen (minyak goreng) itu berat sekali sampai saya tidak bisa angkat. Air perak itu dia kalau ada air jadi bentuk bulat-bulat.

P: Apakah seberat tabung Elpiji? (27 kg)

Y: Tidak, macam baterai kemarin itu. (Baterai Accu Solar Panel seberat 48 kg)

Dari percakapan di atas dapat dianalisis, setengah jerigen minyak goreng kira-kira sebanyak tiga liter. Berat baterai untuk Solar Panel sebesar PC komputer, namun seberat 48kg. Air perak yang dimaksud Yacob adalah air raksa atau merkuri yang merupakan logam berat.

Baca Juga:  Badan Pelayan Baru Jemaat Gereja Baptis Subaga Wamena Terbentuk

P: Apakah merkuri itu dibuang ke dalam kali?

Y: Tidak, mereka menggunakan kembali untuk memproses emas lainnya.

P: Bagaimana cara menggunakan merkuri itu?

Y: Air perak digunakan untuk memisahkan emas dengan pasir hitam, dengan cara campuran pasir hitam dan emas dituangkan air sedikit dan merkuri kemudian diaduk-aduk, lalu secara otomatis emas akan berpisah dengan pasir. Setelah itu emasnya diambil, sedangkan sisa air, pasir hitam dibuang, merkuri dituangkan ke botol, lalu disaring dengan kain untuk memisahkan air dengan merkuri. Terus merkuri ditampung untuk dipakai lagi, sedangan air sisa hasil penyaringan dibuang. Air sisa itu dibuang sembarangan, dibuang ke semak-semak, ke tanah, bahkan ke sungai.

P: Berapa yang Yacob dapat dari kerja tersebut?

Y: 900 ribu rupiah selama bekerja 12 hari pada penambang itu. Selama 12 hari mereka menambang emas, hasilnya sangat sedikit, sehingga mereka menghentikan proses penambangan di titik itu dan berpindah ke Yaniruma. Mereka pun mengajak saya untuk ikut ke Yaniruma, tetapi saya menolak dengan alasan ingin beribadah, karena waktu itu hari Sabtu.

Cerita lain diperoleh dari murid lainnya bernama Samuel. Anak sekolah ini bekerja pada penambang asal Kendari di wilayah Bundaran Lazarus. Disebut Bundaran Lazarus karena ada sebuah pulau di tengah sungai dan pemilik atau tuan tanah tersebut bernama Lazarus.

S: Saya bekerja pada orang berbeda. Biasanya dipanggil Jimi. Dia asal dari Kendari. Saya tidak banyak melihat aktivitas mereka ketika menambang karena saya tidak diijinkan mengikuti proses penambangan. Tetapi saya tahu mereka gunakan Merkuri karena saya biasanya bertugas untuk membawa merkuri dan beberápa peralatan untuk menambang. Saya bekerja di kali sebelah utara Danowage ke arah Abiowage, tepatnya di bundaran Lazarus. Selama l5 hari kerja, saya dibayar 300 ribu rupiah.

Selain dua anak tadi, murid ketiga yang berhasil diwawancarai adalah Yohanis. Yohanis berasal dari Abiowage. Yohanis bekerja pada orang yang sama dengan Yacob, yaitu Koprak.

Baca Juga:  Puskesmas, Jembatan dan Kantor Lapter Distrik Talambo Rusak Dihantam Longsor

Kepada tim, Yohanis menceritakan bahwa dia bertugas hampir sama seperti Yacob, yaitu melakukan pekerjaan umum, termasuk membawa merkuri. Ternyata penambangan emas tersebut dilakukan oleh Koprak dimulai dari Abiowage terlebih dahulu, kemudian Koprak memecah tim menjadi dua, sebagian dari tim tersebut bekerja di daerah Tanah Longsor, sebagian lagi bekerja di Abiowage.

Yohanes mengaku bekerja selama 6 hari dan mendapatkan bayaran sebesar 600 ribu rupiah.

Sementara anak-anak yang lainnya seperti Timotius, hanya main-main saja ke daerah pertambangan. Ia terkadang membantu sedikit dan menjadi pekerja harian lepas. Timotius menerima bayaran 50 ribu rupiah untuk bekerja satu hari.

Dalam wawancara panjang lebar, Timotius menguatkan pernyataan teman-temannya mengenai penggunaan merkuri di lokasi pendulangan emas.

Murid lainnya, Wahyu, hanya membantu angkat-angkat barang saja. Wahyu mendapatkan bayaran juga sebagai pekerja harian lepas.

Mengenai penggunaan sarana transportasi, mereka hanya menggunakan perahu dan ketingting saja, tidak ada penggunaan helikopter.

Dari kesaksian anak-anak Danowage tersebut dapat disimpulkan bahwa penambangan emas dilakukan di beberapa titik. Yang tim pekerja sosial ketahui adalah tiga titik saja. Bisa jadi ada juga penambangan di wilayah lain di sepanjang sungai Deiram Hitam.

Hal ini sangat disesalkan, mengapa bisa terjadi? Sekelompok orang asing datang dan menjarah emas milik orang Korowai, setelah mereka membodohi orang-orang Korowai. Mereka datang menemui tuan dusun, meminta ijin, memberikan sejumlah uang, dan mengiming-imingi akan mendapat kekayaan yang besar. Mereka mengambil banyak rupiah dengan mendulang emas milik orang Korowai, bahkan menggunakan orang Korowai sendiri bekerja untuk mengambil emas milik mereka sendiri, namun menjual hasil emas tersebut untuk mereka pribadi.

Baca Juga:  Panglima TNI Bentuk Koops Habema Tangani Papua

Sementara itu, anak-anak serta orang Korowai yang bekerja bersama mereka hanya dibayar murah saja. Ditambah lagi penggunaan merkuri yang dikhawatirkan dapat merusak ekosistem sungai, dan sangat membahayakan bagi orang Korowai sendiri.

Kali Deiram merupakan tempat bagi orang Korowai untuk “hidup”. Orang Korowai menggunakan kali Deiram untuk transportasi, mandi, mencari ikan atau udang, mencuci, bahkan sebagai sumber air bersih dan air minum bagi orang Korowai.

Bayangkan jika dari tahun 2015 atau bahkan sebelumnya hingga sekarang tahun 2018 sudah paling tidak (kira-kira) 4-5 tahun mereka menambang di sungai Deiram dan menggunakan merkuri, berapa konsentrasi merkuri yang ada di air kali Deiram? Butuh penelitian tentang kandungan merkuri pada air kali Deiram.

Dan juga kandungan merkuri apabila berada di dalam air, dapat bereaksi dengan bakteri menjadi metil merkuri yang berakibat dapat terpapar pada makhluk hidup lainnya, dan dapat terakumulasi pada rantai makanan yang dapat mengakibatkan terakumulasi pada tubuh manusia. Hal ini dapat mengakibatkan kejadian seperti di Teluk Minamata Jepang beberapa dekade silam.

Tentu sangat berbahaya, kandungan metil merkuri dapat mengakibatkan kerusakan rantai makanan, manusia keracunan logam berat, mengakibatkan kelumpuhan pada manusia, kerusakan otak, organ tubuh, penyakit syaraf hingga kematian. Pada ibu hamil metil merkuri juga berbahaya karena dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi yang baru lahir, atau kematian bayi.

Pekerja sosial berharap kiranya para pihak terkait segera memikirkan masalah ini. Bersama-sama memikirkan yang terbaik untuk masyarakat Korowai. Memberikan edukasi kepada mereka jangan mau jika ada pihak yang memperalat mereka untuk menambang emas.

Emas tersebut adalah milik orang Korowai, biarkan orang Korowai yang menikmati hasilnya. Namun juga perlu dipikirkan bagaimana menambang yang ramah lingkungan, menghindari penggunaan logam berat atau zat beracun lainnya.

Pewarta: Ruland Kabak
Editor: Mary Monireng

Artikel sebelumnyaKPA Kabupaten Tolikara Sosialisasikan Bahaya HIV dan AIDS
Artikel berikutnya10 Jam Dikurung di Polrestabes Surabaya, 49 Mahasiswa Papua Dibebaskan