Dilantik di Jakarta, Martinus Pigai Pimpin Bawaslu Paniai

0
8652

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Buruknya kinerja tiga orang Panitia Pengawas (Panwas) Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Paniai yang sempat disoroti publik lantaran sejumlah keputusan dalam tahapan Pilkada serentak 2018 tidak bijak, tidak netral dan cenderung memihak kandidat petahana, sepertinya memang wajib dibayar tuntas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang baru dilantik di Jakarta.

Martinus Pigai, Aser Kadepa dan Yafet Nawipa, tiga komisioner Bawaslu Kabupaten Paniai periode 2018-2023, tidak boleh mengulangi beberapa kesalahan fatal yang dilakukan Alex Pigome, Yafet Pigai dan Elimelek Degei.

Penegasan tersebuti diungkapkan Yehuda Gobai, salah satu intelektual Paniai yang merasakan langsung buruknya kinerja Panwas Paniai dalam tahapan Pilkada Paniai tahun 2018.

“Semua tahu bahwa saya dan beberapa pasangan calon (Paslon)  korban dari tiga orang tim sukses salah satu Paslon yang berjubah Panwas. Akibat kesalahan mereka, hari ini hasil final Pilkada Paniai sedang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi. Itu catatan penting bagi adik Martinus Pigai, Aser Kadepa dan Yafet Nawipa, supaya dalam bekerja patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan,” tuturnya kepada suarapapua.com melalui telepon seluler dari Jakarta, Jumat (17/8/2018) kemarin.

“Saya berpesan kepada Bawaslu agar nanti jalankan tugas sesuai aturan. Itu saja harapan saya, ya ini juga harapan kita semua, dalam proses demokrasi untuk tegakan kejujuran, kebenaran dan keadilan di negeri Paniai,” kata Gobai.

ads

Rangkaian panjang yang telah dilalui puluhan orang sejak tahap pendaftaran hingga penetapan tiga besar, diakuinya memang tidak mudah. Oleh karena itu, ia tak lupa sampaikan ucapan selamat sukses mendapat amanat dan tanggungjawab besar sebagai Bawaslu Kabupaten Paniai.

“Menurut saya, tiga pemuda energik yang baru dilantik itu punya kualitas meski memang orang baru di lembaga pengawas pemilihan, kami yakin mereka akan bekerja maksimal sesuai aturan yang berlaku di negara Indonesia,” ujarnya.

Kehadiran tiga komisioner Bawaslu Paniai, menurutnya, ibarat “air segar” yang bakal menghapus salah dan dosa dari tiga komisioner Panwas lama.

“Semua orang tahu kinerja mereka selama proses Pilkada Paniai. Masyarakat, alam Paniai dan Tuhan tidak buta melihatnya. Saya bersyukur, masyarakat Paniai sudah sukeskan pesta demokrasi dan hasilnya pun diketahui publik bahwa Meki Nawipa-Oktopianus Gobai memenangkan Pilkada dengan selisih suara cukup besar dari incumbent, Hengki Kayame-Yeheskiel Tenouye,” jelas Yehuda.

Philemon Keiya, ketua tim seleksi Bawaslu IV wilayah Meepago (Nabire, Paniai, Dogiyai dan Deiyai) berpesan, Bawaslu empat kabupaten tersebut harus menjalankan tugas secara profesional tentu dengan tetap berpedoman pada semua aturan yang berlaku dalam mengawal seluruh tahapan Pemilu 2019.

Baca Juga:  PP PMKRI Mendesak Bawaslu dan DKPP Merespon Laporan MRP-BD Soal Kode Etik

Ia berharap utamakan sikap profesionalisme dalam bekerja sebagai lembaga independen karena ini akan menjadi indikator kinerja selama hingga akhir masa jabatan.

“Jangan pernah menjadi tim sukses pihak tertentu. Jadilah sebagai wasit yang baik, netral, profesional, dalam pelaksanaan pesta demokrasi di masing-masing kabupaten,” ujarnya, dilansir tabloidjubi.com.

Philemon Keiya tidak sendirian. Dalam rangkaian seleksi, ia bekerja kolektif kolegial bersama empat anggota, yakni Abraham Gobai, Yesaya Goo, Frederika Korain, dan Marius Mote.

Siap Kerja

Tahapan seleksi telah usai. Hasilnya pun sudah diumumkan. Tiga orang terpilih bahkan sudah dilantik, Rabu (15/8/2018) di Hotel Bidakara, Jakarta.

Ya, selama lima tahun masa jabatan (2018-2023), Bawaslu Kabupaten Paniai akan dipimpin oleh Martinus Pigai. Ia terpilih sebagai ketua melalui proses pemilihan yang berlangsung secara aklamasi usai acara pelantikan dan pengukuhan 1.914 orang anggota Bawaslu Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.

“Terima kasih saudaraku. Kami siap kerja!” balas Pigai menanggapi ucapan selamat sukses dari suarapapua.com melalui pesan singkat beberapa saat seusai pelantikannya di Jakarta.

Pria yang akrab disapa Tinus Pigai tercatat sebagai aktivis kemanusiaan di Kabupaten Paniai. Ia sehari-hari bekerja di Dewan Adat Daerah (DAD) Paniyai, bersama ketuanya John NR Gobai.

Dari data yang ada, selama tahapan Pilkada Paniai 2018, Tinus cukup vokal menyoroti sejumlah keputusan fatal yang diambil Panwas Kabupaten Paniai. Ia bahkan pernah galang massa untuk “duduki” kantor Panwas yang terletak berhadapan dengan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Paniai di Madi.

Tinus juga sempat pimpin massa datangi tempat kegiatan bimbingan teknis dan pembekalan bagi Panwas Distrik di aula Paroki Santo Yusup Enarotali.

Beberapa kali action tersebut memperlihatkan kegelisahannya terhadap pelanggaran aturan oleh Panwas selama tahapan Pilkada Paniai.

Kebijakan fatal dari Panwas yang menurut Tinus melenceng dari aturan adalah rekomendasi kepada incumbent untuk menggelar sidang musyawarah di Hotel Yasmin Jayapura yang berakhir dengan keputusan menggugurkan tiga Paslon dari Jalur Perseorangan. SK KPU Kabupaten Paniai Nomor 25 pun dibatalkan dan menyisakan dua Paslon yakni Hengki Kayame-Yeheskiel Tenouye dan Meki Nawipa-Oktopianus Gobai. Sedangkan SK Nomor 26 tentang penarikan nomor urut Paslon masih utuh alias tidak dibatalkan.

Indikasi kedua, Panwas sebagai lembaga yang diberi kewenangan oleh negara untuk mengawasi penyelenggaraan pesta demokrasi, termasuk Pilkada serentak, tidak dijalankan dengan baik. Dampaknya, tahapan Pilkada Paniai stagnan akibat putusan Panwas yang berujung proses sengketa di beberapa lembaga peradilan, antara lain Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar dan Mahkamah Agung (MA) di Jakarta.

Baca Juga:  Tim Peduli Bersama Rombongan Kembali ke Wakiya Tanam Tapal Batas Adat

Proses sengketa berlangsung cukup lama. Praktis, KPU Paniai sebagai lembaga penyelenggara tak dapat menyelenggarakan sejumlah tahapan yang kemudian berakhir pada tanggal 7 Juni 2018 dengan menetapkan satu Paslon lawan Kotak Kosong.

Lagi-lagi Panwas Paniai tampil bak pahlawan bagi incumbent, yakni SK KPU Paniai Nomor 31 dimentahkan dengan menggelar “sidang marathon” tiga hari setelah pleno penetapan akhir. Panwas memerintahkan KPU segera batalkan SK tersebut. KPU enggan mengeksekusi. Tetap pada keputusan satu Paslon. Terjadi perdebatan panjang. Beda pendapat, antara KPU Paniai dan KPU Provinsi bersama KPU Pusat dan Panwas Paniai yang bersikukuh Pilkada Paniai dua Paslon.

Sebulan berlalu dari jadwal serentak 27 Juni 2018, Pilkada Paniai akhirnya digelar oleh KPU Provinsi Papua dengan mengikutkan dua kontestan. Hasilnya, Meki Nawipa-Oktopianus Gobai memenangkan pesta demokrasi dengan suara telak: 71.072 suara dari total daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 100.834 dan Paslon Nomor Urut 1 mendapat 29.761 suara.

Pengalaman

Kegelisahan Martinus Pigai, seperti halnya kegelisahan banyak pihak, terhadap sepak terjang tiga orang komisioner Panwas Paniai dengan beberapa putusan kontroversial, sebenarnya logis karena berdampaknya di tengah masyarakat Paniai. Untung saja tidak ada korban jiwa.

Panwas memang tidak boleh memihak siapapun, tetap netral, dalam mengawal seluruh tahapan Pilkada Paniai.

Martinus Pigai adalah satu calon anggota Panwas Paniai yang karena kepentingan politik pihak tertentu di Pilkada Paniai dikorbankan dengan mencoret namanya dari daftar 6 besar. Tim seleksi Paniai dan Deiyai diketuai Martinus Pigome, dinilai bekerja untuk amankan beberapa orang dekat Bupati Paniai saat itu. Apalagi, Martinus Pigome adalah sopir pribadi Robby Kayame, adik nomor urut kedua Hengki Kayame, lebih mengamankan orang-orang pilihannya meski syarat administrasi dan peringkat hasil seleksi tertulis dan wawancara tidak memenuhi ketentuan.

Tinus saat seleksi calon Panwas, meraih nilai tertinggi pada tes tertulis, tes wawancara maupun seleksi administrasi lengkap. Masuk daftar 5 besar, nominasi terkuat. Herannya, ia digugurkan tanpa alasan jelas. Yang lolos justru ranking 11 ke bawah.

Dicoret dari daftar calon anggota Panwas, ia tak patah semangat. Demi masyarakat Paniai, ia justru terus vokal menyuarakan berbagai hal tidak benar di Kabupaten Paniai.

Termasuk mengawal kebijakan pemerintah menyikapi kasus luapan Danau Paniai yang menyengsarakan warga setempat. Bupati Hengki Kayame ketika itu di hadapan banyak orang mencap Tinus Pigai dengan bahasa tak sedap. “Kau provokator! Kau sarjana pengangguran! Kau anak terminal! Kau pengacau! Kamu anak kecil. Jangan atur-atur saya. Saya bupati. Saya penguasa Paniai”, dan beberapa kata kotor yang tidak pantas diucapkan seorang pemimpin.

Baca Juga:  Senin, Debat Publik Pertama Enam Paslon Pilkada Dogiyai di Nabire

Semua itu ternyata dijadikannya sebagai “bumbu sedap”. Ia terus maju pantang menyerah bagi saudara-saudarinya di kota tua pusat peradaban bagi kawasan Pegunungan Tengah Papua ini.

Memilih maju mencalonkan di lembaga yang sempat ia kecewa. Akhirnya sukses.

Setelah terpilih dan dilantik, alumnus salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta itu berharap adanya dukungan masyarakat dan semua pihak dalam mengawal tegaknya demokrasi sehat di Kabupaten Paniai.

“Sangat penting partisipasi masyarakat yang kuat dengan tujuan melahirkan pesta demokrasi yang baik, adil dan netral sesuai visi lembaga Bawaslu dan masyarakat Paniai umumnya,” ujar Tinus.

Eksekutor Perkara

Perlunya partisipasi masyarakat, kata Tinus, mengingat semangat Bawaslu dalam seluruh tahapan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, juga dengan seiring perubahan dari status Panwaslu menjadi Bawaslu untuk semua tingkatan baik Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota, tidak sekadar menjalankan tugas, wewenang dan kewajiban dalam mengawasi seluruh tahapan Pemilu.

“Tetapi juga sebagai eksekutor hakim perkara, karena pada tanggal 15 Agustus ini juga wewenang antara Bawaslu dan KPU Kabupaten/Kota telah sejajar berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” jelasnya.

Dasar regulasinya, kutip Tinus, termuat dalam Pasal 12 tentang Tugas, Wewenang dan Kewajiban KPU; dan Pasal 93 tentang Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bawaslu.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa penggunaan wewenang Bawaslu tidak boleh dianggap remeh dalam pengambilan setiap keputusan.

“Ya, harus berhati-hati, teliti dan cermat pada proses penindakan baik pelanggaran pemilu maupun sengketa proses Pemilu untuk memberikan kepuasan terhadap para pihak yang merasa dirugikan dalam setiap tahapan Pemilu,” tegasnya.

Hal tersebut menurutnya, ujian terhadap integritas anggota Bawaslu Kabupaten Paniai dalam meningkatkan kualitas Pemilu dari pengaruh intervensi pihak lain, ketidaknetralan, Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dan membangun partisipasi masyarakat dalam menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang sehat.

Tentu saja Pemilu 2019 adalah ujian pertama bagi tiga komisioner Bawaslu yang baru dilantik.

“Bersama rakyat awasi Pemilu, bersama Bawaslu tegakkan keadilan Pemilu di Kabupaten Paniai ke depan. Tuhan Yesus memberkati dan menolong kita,” ucap Tinus.

Bersama dua komisioner ia tak lupa mengucapkan terima kasih semua pihak yang telah mendukung langsung maupun tidak selama proses seleksi hingga penetapan tiga besar dan pelantikan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota se-Indonesia.

Pewarta: Mary Monireng

Artikel sebelumnyaGubernur PB: Canangkan Program Rehabilitasi Tanaman Lokal di Kaimana
Artikel berikutnyaBPH IPMDH Dilantik, Yoren: Jadikan Tempat Belajar