Biro Politik KP AMP: Rakyat Papua Mesti Tinggalkan Logika Mistika

0
2889

YOGYAKARTA, SUARAPAPUA.com — Biro Politik Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (KP AMP), Abbi Douw mengatakan, rakyat Papua hari ini masih terbelenggu dengan cara berpikir masa lalu yang menganggap dan mengharap pada adanya kekuatan yang berasal dari dunia lain atau kekuatan di luar dirinya yang akan datang menggerakkan dengan sendirinya perubahan atau gerak menuju kepada apa yang diimpikan untuk terjadi.

Kekuatan di luar dirinya, lanjut Abbi, adalah kekuatan yang berasal dari luar dirinya sebagai manusia dan diluar dari tempatannya di bumi.

“Selama ini orang Papua masih belum (tidak) mampu membereskan metode lampau khususnya dalam hal berpikir sering berkesimpulan bahwa kekuatan yang berasal dari dunia lain atau di luar dirinya (bumi dan manusia) atau hal-hal gaib/takhayul adalah jawaban atau alasan atau dalang atas segala gerak dan perubahan yang ada; meletakkan, menghubungkan, dan mengharapkan impian-impiannya untuk menjadi bebas dari segala bentuk penjajahan pada kekuatan-kekuatan gaib tersebut, kekuatan yang tidak berasal dari bumi dan manusia,” kata Abbi.

Pandangan yang demikian adalah logika mistika yang sejenis yang, menurut Abbi, di zaman pergerakan Indonesia pernah ditegur keras oleh Tan Malaka agar ditanggalkan.

Tan Malaka ingin agar masyarakat Indonesia saat itu berpikir bahwa dirinya sebagai manusia adalah subjek, pelaku, pencipta masa depan, yang dengan sepenuhnya percaya dan mengandalkan kerja dan keringatnya sendiri, langkah demi langkah, bergerak menuju terwujudnya impian kemerdekaan.

ads
Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

“Selama logika mistika masih ada di dalam kepala orang Papua, selama itu pula orang Papua akan terus berputar-putar dalam dunianya yang gelap gulita, penuh darah, air mata, dan terus terjajah hingga punah pada akhirnya,” lanjut mantan ketua AMP komite kota Yogyakarta ini.

Logika Mistika

Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan berpikir bagi manusia. Logika membantu manusia untuk mengetahui dan memahami realitas hidup melalui hukum-hukumnya, dan merupakan cara berpikir manusia untuk mengarahkan akal budinya demi mendapatkan pengetahuan yang benar.

Suharyono, saat menjadi mahasiswa pascasarjana Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya tahun 2003, menulis tesisnya berjudul “Logika menurut Tan Malaka dalam Madilog”. Ia menjelaskan dengan detail konsep logika mistika yang dikemukakan Tan Malaka, khususnya dalam buku karangannya yang terkenal, Madilog.

Ilustrasi (IST – SP)

Tan Malaka, dalam buku Madilog -Materialisme Dialektika Logika- menyebut logika mistika adalah cara berpikir mistik dan dogmatik yang ada di kepala orang Indonesia, dijadikan sebagai hukum dalam memahami realitasnya.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

Suharyono mengurai pendapat Tan Malaka soal mengapa orang Indonesia saat itu memiliki logika mistika. Menurutnya, cara berpikir mistik tersebut dipengaruhi oleh pengalaman sejarah bangsa Indonesia, yakni perbudakan. Perbudakan itu disebabkan oleh sistem kapitalisme-kolonialisme bangsa asing yang menjajah dan feodalisme tradisional bangsa Indonesia.

“Di tengah penjajahan, bangsa Indonesia memiliki kecenderungan untuk berpikir pasif dan takut untuk berpikir mandiri. Bangsa Indonesia lebih mempercayai hal-hal yang tidak masuk akal, takhayul atau ramalan. Hal ini menjadikan mereka berpasrah atau menyerah kepada nasib ketika menghadapi realitas hidup,” jelas Suharyono dalam abstrak tesisnya.

Ia melanjutkan, logika mistika adalah cara berpikir yang menganggap bahwa penyebab segala sesuatu adalah roh atau hal-hal gaib. Roh-roh tersebut memiliki kekuatan gaib dan bersifat takhayul dan mistis, dan anggapan bahwa kekuatan-kekuatan tersebut dapat menentukan atau berpengaruh pada hidup manusia secara langsung. Logika berpikir mistika inilah yang ditentang Tan Malaka.

“Bagi Tan Malaka, logika mistika tersebut tidak dapat menghantar bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Sebelum memperjuangkan kemerdekaan sosial, ekonomi dan politis, bangsa Indonesia harus memiliki kemerdekaan berpikir (membebaskan diri dari logika mistika),” urainya.

Antimistik dan Antidogmatik

Menurut Tan Malaka, logika adalah cara berpikir antimistik dan antidogmatik. Cara berpikir antimistik adalah penolakan terhadap cara berpikir yang bersifat mistis, gaib dan takhayul dalam berpikir. Cara berpikir antidogmatik adalah penolakan terhadap cara berpikir yang bersifat pasif, dogmatik, dan ketergantungan atau ketidakmandirian untuk menentukan keputusan bagi diri atau bangsanya sendiri.

Baca Juga:  Panglima TNI Bentuk Koops Habema Tangani Papua
Ilustrasi (IST – SP)

Bagi Tan Malaka, cara berpikir harus berdasarkan materi dan dialektika, atau logika terkait dengan materialisme dan dialektika materialisme.

“Logika terkait materialisme adalah cara berpikir mempertimbangkan materi, sehingga dapat dibuktikan. Menurut Tan Malaka, materi adalah benda-benda atau kondisi masyarakat. Materi dapat diketahui melalui pancaindra manusia. Untuk mengetahui materi tersebut, orang akan dibantu oleh metode ilmu pengetahuan dan teknologi,” urai Suharyono.

Kedua, logika terkait dialektika materialisme, yakni cara berpikir dialektis dan tidak hanya menggunakan prinsip identitas dan non-kontradiksi.

“Bangsa Indonesia harus mempertanyakan, mempertentangkan (dialektik) dan mengolah segala sesuatu yang diterima dengan akal budinya untuk menjadi hal baru yang berguna. Dengan demikian, logika Tan Malaka menjadi kritik atas logika mistika, sehingga membantu bangsa Indonesia melepaskan diri dari penjajahan kultural, memiliki kemerdekaan berpikir, kemerdekaan menentukan kemajuan dan perkembangan bangsanya sendiri,” tulisnya.

Pewarta: Bastian Tebai

Artikel sebelumnyaTim 7 Suku Sudah ke Lokasi Tambang Ilegal di Yahukimo
Artikel berikutnyaKomunike Bersama PIF Serukan Dialog Konstruktif untuk Papua