Komunike Bersama PIF Serukan Dialog Konstruktif untuk Papua

0
12915

YAREN, SUARAPAPUA.com — Pertemuan para pemimpin Pacific Islands Forum (PIF) ke-49 di Yaren, Nauru, yang berakhir pada 6 September lalu mencantumkan isu Papua dalam salah satu butir komunike bersama mereka.

Pada butir ke-33 tentang isu Papua, di bawah sub-topik West Papua, komunike bersama itu menyatakan bahwa para pemimpin PIF “mengakui keterlibatan konstruktif negara-negara anggota PIF dengan Indonesia, dengan menghormati pemilihan umum dan hak asasi manusia di Papua dan melanjutkan dialog dengan cara-cara terbuka dan konstruktif”.

Komunike (dengan lampirannya) setebal 16 halaman itu diterbitkan setelah PIF ke-49 berlangsung dari tanggal 3 hingga 6 September 2018. Tema besar komunike adalah Building a Strong Pacific-Our People, Our Islands, Our Will, yang menekankan prioritas pada perubahan iklim dan ketahanan bencana; kelautan; masalah obesitas anak-anak dan perkembangan dini anak-anak; dan isu Papua.

Menurut The Guardian, isu perubahan iklim mendominasi pertemuan dan dipandang sebagai satu-satunya ancaman keamanan terbesar bagi Pasifik. Ditekankan bahwa semua negara harus memenuhi komitmen mereka di bawah perjanjian iklim Paris, bahwa “perubahan iklim tetap menjadi ancaman terbesar terhadap mata pencaharian, keamanan dan kesejahteraan rakyat Pasifik, dan komitmen kami untuk kemajuan pelaksanaan Perjanjian Paris”.

Baca Juga:  MSG Sedang Mengerjakan Kerangka untuk Merampingkan Perdagangan Lintas Batas

PIF ke-49 dihadiri oleh kepala-kepala negara, pemerintah maupun teritori, dari Cook Islands, Republik Federasi Mikronesia, French Polynesia, Republik Kiribati, Republik Marshall Islands, Republik Nauru, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Niue, Samoa, Solomon Islands, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu. Australia diwakili oleh Menteri Luar Negeri, Republik Fiji diwakili oleh Menteri Perdagangan, Industri dan Pariwisata, Palau diwakili oleh Menteri Luar Negeri, demikian juga Papua Nugini yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri dan Perdagangan. Sementara itu, Tokelau hadir sebagai anggota asosiasi.

ads

PIF juga dihadiri oleh Wallis and Futuna, dan berbagai perwakilan lembaga multilateral seperti PBB, Asian Development Bank, Bank Dunia sebagai peninjau.

Sementara delegasi Indonesia hadir pada forum ini dipimpin oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri RI, Duta Besar Desra Percaya. RI diundang khusus oleh Presiden Nauru dalam perayaan HUT Kemerdekaan Republik Nauru yang ke-50 tahun pada tanggal 31 Januari 2018, yang dihadiri oleh Menko Polhukam Wiranto mewakili presiden RI.

“Perlu diingat, bahwa Indonesia bukan saja bagian dari kawasan Asia. Kita berbagi lautan yang sama dengan mereka, lautan Pasifik. Program prioritas pemerintah Indonesia terkait percepatan pembangunan KTI juga akan berdampak positif bagi pembangunan di kawasan Pasifik Selatan,” kata Desra, dikutip dari laman resmi Kemenlu.

Baca Juga:  Menteri Perempuan Fiji Lynda Tabuya Menyerukan Undang-Undang Online yang Lebih Kuat

Kehadiran Indonesia di KTT PIF sebagai mitra dialog sejak 2001, menurut Desra, juga merupakan upaya menjaga kerja sama yang baik dengan negara-negara Pasifik guna mendukung kawasan Pasifik yang aman, terbuka, maju, dan sejahtera.

Dalam pidato pembukaan KTT PIF, Presiden Nauru Baron Divavesi Waqa mengatakan bahwa PIF merupakan tempat bagi negara-negara Pasifik untuk menyelesaikan berbagai tantangan bersama yang dihadapi di kawasan ini.

Di Jakarta, Menko Polhukam Wiranto, mengatakan, pihaknya meminta anggaran tambahan sebesar Rp60 miliar untuk biaya diplomasi terkait permasalahan Papua. Anggaran yang diajukan tersebut di luar pagu anggaran Kemenko Polhukam tahun 2018 sebesar Rp281.470.604.000.

Wiranto mengatakan, anggaran sebesar Rp60 miliar itu akan digunakan untuk membiayai upaya diplomasi pemerintah terhadap negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Sebanyak Rp15 miliar anggaran diperuntukkan untuk peningkatan kerjasama organisasi internasional Pasifik Selatan, Rp15 miliar untuk peningkatan kerjasama Indonesia dengan Pasifik Selatan, dan Rp20 miliar untuk peningkatan citra Papua.

“Secara intens kami melakukan soft diplomacy. Saya memimpin sendiri, datang ke sana, koordinasi, ngomong sama mereka. Kami mengajukan anggaran sebesar Rp60 miliar untuk tambahan itu,” ujar Wiranto dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/9/2018), sebagaimana diberitakan oleh Kompas.

Baca Juga:  Pihak Oposisi Mempersoalkan Status Pemerintah Persatuan Nasional

Tanggapan ULMWP dan Vanuatu

Anggota Tim Kerja Dalam Negeri United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Markus Haluk, menyambut baik diangkatnya isu Papua dalam komunike PIF kali ini. Menurut dia, meskipun ada upaya untuk mencegah agar isu tersebut tak tercantum di komunike, “akhirnya kini sudah masuk lagi. Terimakasih untuk semua dukungan dan kerjasama pimpinan ULMWP,” kata Haluk.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Vanuatu, Ralph Regenvanu, mengatakan, pihaknya akan mengajukan resolusi tentang isu Papua ke Majelis Umum PBB tahun depan dengan harapan isu Papua dimasukkan lagi sebagai agenda pada Komite Dekolonisasi PBB.

Agar hal itu terwujud, kata dia, seperti dilansir dari Asia Pacific Report, diperlukan dukungan dari mayoritas anggota Sidang Umum PBB, yang berarti sedikitnya 100 negara harus memberikan dukungan suara.

Regenvanu mengatakan, pihaknya telah menginformasikan hal ini kepada negara-negara anggota PIF dan Vanuatu akan meminta dukungan mereka di PBB.

Pewarta: Redaksi
Sumber: The Guardian, Asia Pacific Report

Artikel sebelumnyaBiro Politik KP AMP: Rakyat Papua Mesti Tinggalkan Logika Mistika
Artikel berikutnyaTrijntje Huistra, Guru dan Suster Orang Papua