Mengenal Dani Maxey Lebih Dekat (Bagian I)

1
24070
Dani Maxey (paling depan) bersama Witaya, kakaknya (paling kiri) bersama teman-teman mereka di Silimo, kabupaten Yahukimo. (Dok Dani Maxey)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Siapa yang tidak kenal Dani Maxey atau yang lebih dikenal dengan sebutan Suku Dani di sosial media? Dia adalah seorang anak misionaris Amerika yang lahir, besar dan hidup di Papua.

Beberapa waktu lalu Suara Papua janjian dengan Dani untuk bertemu di sebuah Café yang dikelola anak Papua di Waena. Pada kesempatan tersebut Suara Papua sempat berbincang-bincang dengan Dani.

Berikut ini adalah petikan wawancara antara Suara Papua dan Dani.

Suara Papua: Banyak yang bilang Dani itu anak LABEWA. Dani cukup terkenal di kalangan kaum muda di Indonesia dan Papua. Dani itu siapa?

Dani: Nama saya Dani. Nama lengkapnya adalah Dani Maxey. Tete saya adalah salah satu misionaris pertama yang masuk di Lembah Baliem tahun 1956. Sampai saat ini Bapak saya masih ada di Wamena dalam misi melayani.

ads

Waktu mama mengandung saya, dokter bilang ke mama kalo nanti akan ada masalah saat saya lahir. Jadi mama saya datang ke Jayapura untuk melahirkan dari sini (Jayapura) supaya lebih aman dengan penanganangan medis. Jadi banyak yang bilang saya LABEWA (Lahir Besar Wamena) tetapi saya sebenarnya lahir di Entrop pada 22 April 1996.

Setelah saya lahir, mama naik lagi ke Wamena. Masa kecil saya semua habiskan di Wamena dan di kampung Silimo. Silimo itu letaknya ke pedalaman lagi. Sekarang sudah jadi bagian dari kabupaten Yahukimo. Sa (saya) turun ke Jayapura saat sa sudah sekal III SMP dan lanjut SMA di sini. Di sini waktu SMA saya tinggal di asrama. Dan sekarang sa baru selesai kuliah jurusan pengembangan masyarakat di Amerika.

Sa rasa Tuhan memang kasih sa masa kecil yang luar biasa. Masa kecil saya semua di Wamena Kota, kampung Tulen, kampung Silimo dan daerah-daerah pesisir pantai di Jayapura. Sa lihat dan nikmati masa-masa itu semuanya. Sampe (hingga) sekarang sa pu (punya) teman banyak sekali. Banyak teman-teman masa kecil saya masih ada dan mereka selalu dukung saya. Tuhan benar-benar kasi sa masa yang sangat luar biasa.

Suara Papua: Dani sudah banyak habiskan masa kecil di Wamena. Masa SMP kelas III dan SMA dihabiskan di Jayapura. Sering ke Jakarta dan kemudian kuliah sampai selesai di Amerika. Di mata seorang Dani Papua itu apa dan bagaimana?

Dani: Kadang-kadang kalau sa pikir tentang Papua itu sa bisa menangis. Karna sa sadar bahwa tanpa Papua itu sa tidak ada apa-apa. Tanah ini (Papua) yang lahirkan sa, jaga sa dari kecil dan tanah ini sudah kasih sa semuanya.
Jadi sa pikir itu di luar Papua itu sa bukan siapa-siapa. Dan memang di sini (Papua) juga sa bukan siapa-siapa. Tetapi tempat ini sudah kasih sa semuanya. Sa punya cinta untuk alam, sa punya cinta untuk budaya, sa punya hormat terhadap orang tua, sa punya ketekunan, sa punya otak yang siap berkelahi ketika ada masalah atau sa pu otak yang jaga teman seperti sa pu sodara setiap saat. Ini semua sa belajar dan dapatkan dari Papua. Jadi kadang-kadang sa pikir sa tidak bisa ada di luar Papua. Papua su kasi sa semuanya, jadi sa tidak bisa kerja di luar Papua.

Karena itu kalau sa ke luar (Papua), sa selalu rindu dan selalu kembali ke Papua. Jadi, mama… Papua itu betul-betul tanah perjanjian buat sa sudah! Tanah ini sa pu mama yang sudah kasih sa semuanya. Jadi kalo sa ke luar itu sa rindu sekali untuk Papua.

Pimpinan redaksi Suara Papua, Arnold Belau (kiri) bertemu dengan Dani Maxey (kanan) untuk melakukan wawancara di sebuah cafe yang ada di Waena. (Hendrikus Yeimo – SP)

Suara Papua: Dani lebih memilih sekolah di Papua. Mulai dari pedalaman Yahukimo, Wamena, lalu di Jayapura. Dan kemudian kuliah baru ke Amerika. Mengapa memilih sekolah di Papua?

Dani: Sa lahir di sini, sa besar di sini dan sa habiskan masa kecil sa yang luar biasa di sini. Karena sa pu orang tua misionaris maka sa percaya seratus persen bahwa pelayanan mereka sesuatu yang sangat penting. Sa sadar akan hal itu sejak sa kecil. Jadi dari kecil sa su alami semua. Sekolah dengan fasilitas seadanya, belajar di luar sekolah waktu ikut orang tua melayani di kampung sa harus kerjakan tugas dari sekolah semua dari kampung. Itu sa pikir bahwa sa dukung orang tua punya pelayanan. Mungkin orang lain tidak bersyukur tapi sa sangat bersyukur karena mungkin susah dengan cara itu tapi sa mendukung orang tua punya pelayanan. Sa tidak pernah rasa sa pu pendidikan kurang tapi sa bersyukur skali.

Sampe waktu sa turun ke Jayapura, sa tinggal di asrama. Saat itu sa tidak pernah mengeluh dan merasa kenapa sa pu orang tua di kampung dan sa di sini. Sa bersyukur dan menikmati semua proses yang sa lewati itu karena ini demi pelayanan dan demi Injil.

Suara Papua: Orang tua tidak pernah berikan tawaran untuk sekolah di luar Wamena?

Dani: Waktu itu orang tua bilang boleh. Trus kami pernah pulang ke Amerika juga. Tapi sa tidak cocok di Amerika. Orang tua mau kami bisa tinggal satu tahun di Amerika. Tapi sa bilang ado… sa tidak bisa. Karena teman-teman semua di Wamena. Sa tidak bisa tinggalkan Wamena. Jadi kalau pun sa ke luar Papua sa tidak bisa bertahan lama karena tanah ini selalu panggil sa untuk kembali ke sini. Waktu sa kecil juga sa tidak pernah ada pikiran untuk ke luar dan tinggal di luar (Papua).

Orang tua pernah ajak untuk tinggal dengan om dan tante di Amerika dan Kanada. Tapi sa tidak bisa karena yang sa tahu tanah ini (Papua) saja, sa tidak tahu tempat lain dan kalo sa ada di tempat lain sa rasa asing sekali untuk sa.

Suara Papua: Setelah SMA di Jayapura Dani lanjut kuliah di Amerika. Apa tantangan utama yang Dani hadapi di sana?

Dani: Sa pu tahun pertama di Amerika itu sa menderita sekali. Sa sampe hampir depresi karena sa trabisa skali untuk sesuaikan dengan keadaan dan lingkungan di sana.

Hal yang paling sulit di Amerika adalah mereka punya gaya bergaul dan interaksi itu beda sekali dengan Papua. Kalo di sini, ketemu siapa saja langsung bisa ajak cerita, bisa ajak ke rumah dan ketemu siapa saja. Di Amerika itu lebih cuek.

Contohnya kalo macam ada orang yang perlu sa, sa bisa bilang untuk ko nanti, sa urus sa pu kepentingan dulu. Kalo di sini, sa pu barang ini sa urus dulu baru nanti ko. Itu yang sa paling rindu sama tanah ini (Papua). Di sana macam sa tidak konek dengan orang-orang di sana.

Sa baru dapat teman banyak ketika sa pu tahun-tahun terakhir di masa kuliah. Kalo tahun pertama itu sulit sekali.  Selain itu cuaca di Amerika. Sa menderita sekali menyesuaikan hidup di sana. Sa pernah bikin video untuk lucu-lucu saja. Tapi itu benar-benar sa alami yang namanya susah menyesuaikan cuaca di sana. Karena bukan hanya kulit yang rasa dingin tapi hati juga rasa dingin.

Suara Papua: Sempat ketemu anak Papua di Amerika?

Dani: Di kampus saya ada dua perempuan PNG. Dong (mereka) masih ada di sana sampe sekarang tapi kayaknya dong tamat tahun ini. Tidak ada anak Papua. Ada juga anak Afrika selatan. Saya ketemu anak Papua di sana tapi sa ke dorang punya tempat, ketemu baru kita jalan-jalan.

Suara Papua: Dalam beberapa video dan foto yang Dani share di sosial media, Dani cenderung perkenalkan keindahan alam Papua, mengapa?

Dani: Sa sudah jalan ke berbagai negara di dunia ini. Ke Eropa, Asia, Amerika, Amerika Selatan dan Kanada. Yang sa lihat itu tidak ada tempat yang sama dengan Papua untuk keindahan alamnya. Itu sebabnya sa paling kepala batu kalo orang nilai papua yang tidak baik.

Kalo sa lihat orang buang sampah sembarang, tebang-tebang pohon sembarang, mancing ikan dengan cara yang tidak baik, itu sa rasa sedih sekali. Sa biasa bilang kalo kam tahu tempat ini dia punya indah, kamu akan pikir sedikit bahwa tidak ada tempat lagi di dunia ini yang sama dengan Papua. Kalo di tempat lain sudah banyak gedung-gedung besar, kalo ada pantai sudah ada hotel di situ, ada kali itu tercemar yang luar biasa dan masih banyak. Di Papua saja yang kita lihat beda dengan dunia lain. Jadi Papua ini betul-betul surga kecil.

Lalu biasanya sa pake Instagram untuk taru foto atau video pendek tentang Papua. Bagi sa itu kecil saja. Biasanya kalo sa ke gunung, kali dan pante sa biasa taru di sa pu akun instagram supaya orang tahu kalo Papua itu betul-betul indah. Papua itu benar-benar surga sudah! Karena tidak ada tempat di dunia yang sama dengan tempat-tempat dan keindahan yang ada di Papua.

Bersambung…. !

Artikel sebelumnyaAktivitas Pertambangan di Kampung Mossomdua Yahukimo Terus Jalan
Artikel berikutnyaSetelah Dua Hari Dipalang, Kantor Dinkes Yahukimo Dibuka Kembali