Jurnalis dan Citizen Journalist Mengikuti Pelatihan Perspektif Gender

0
10848

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pelatihan jurnalis berperspektif gender yang diselenggarakan USAID Bersama dan Winrock International sejak Senin (12/11/2018) di Grand Abe Hotel akhirnya usai, pada Selasa (13/11/2018).

Pelatihan sendiri menghadirkan jurnalis dari beberapa media di Sorong, Manokwari, Jayawijaya, Kabupaten Jayapura dan kota Jayapura, termasuk sejumlah anggota jurnalis warga atau citizen journalist dari kota Jayapura dan Jayawijaya.

Desti Murdijana, Spesialis Kerjasama Pemerintah soal gender mengakui, pelatihan ini bertujuan mengasah kembali kemampuan wartawan untuk memahami kode etik jurnalis dalam memberitakan soal-soal kekerasan berbasis gender.

“Intinya sebetulnya teman-teman sudah mengerti soal gender, tetapi bagaimana mengasah kembali prinsip-prinsip gender ini. Sehingga dalam pemberitaan bisa menganalisis, tetapi juga memperhatikan dari sisi kurangnya pemberitaan sensitif gender dan yang sudah sensitif gender,” kata Desti, mantan Anggota Komnas Perempuan ini.

Ia juga menjelaskan soal kasus kekerasan berbasis gender yang dialami oleh perempuan di Indonesia.

ads
Baca Juga:  Jelang Idul Fitri, Pertamina Monitor Kesiapan Layanan Avtur di Terminal Sentani

Katanya, dimana kasus kekerasan yang dialami perempuan di Indonesia cukup tinggi, dan bahkan terjadi hampir setiap hari, namun kasus-kasus ini tidak terungkap.

“Sebetulnya kasus-kasus ini banyak, tetapi tidak terungkap karena bukan korbannya yang tidak mau ungkap, tetapi perempuan banyak mengalami tantangan untuk mengungkapkan dirinya sebagai korban. Banyak perempuan yang tidak sanggup sampaikan ke publik, tetapi juga masih dianggap kekerasan yang dialami perempuan adalah bagian dari resiko tradisi menjadi perempuan dan ibu rumah tangga, sehingga bukan masalah.”

“Karena itu tidak banyak kasus yang diungkap. Jadi kita selalu menyebutnya ‘fenomena gunung es’, yang terungkap itu sedikit masalah dari yang sebenarnya ada yang lebih besar. Jadi sekarang mulai terbuka oleh pemerintah, sehingga banyak yang melapor. Melapor bukan karena kasusnya bertambah, tetapi orang merasa kasusnya ada yang menangani,” jelasnya.

Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Contoh lain katanya, di pengadilan agama; sebab penceraian karena KDRT mereka tidak menyebutkan, tetapi saat ini mereka sudah mulai menyebutnya bahwa salah satu penyebab penceraian adalah KDRT. Kemudian, jumlah kasus yang sebelumnya hanya 100 untuk seluruh Indonesia, sekarang sudah mulai meningkat menjadi 300.

Hal ini kata Desti, bertanda bahwa banyak korban sudah mulai melaporkan diri sebagai korban kekerasan, sehingga angka jumlah kasus itu meningkat.

Materi pelatihan soal jurnalisme perspektif gender. (Elisa Sekenyap – SP)

Ia juga menyoal soal penyelesaian kekerasan perempuan melalu jalur adat di Tanah Papua. Menurutnya, penyelesaian adat di Papua perlu dilihat kembali, sebab denda adatnya yang dinikmati bukan korban, melainkan keluarganya. Sedangkan korban tidak mendapatkan perlindungan dan pemulihan.

“Untuk penanganan di Papua memang tidak segampang itu. Butuh waktu yang lama, tetapi kita harus mulai pelan-pelan bekerja. Saya mengapresiasi beberapa teman LSM di Papua yang sudah melibatkan lembaga adat untuk memberitahukan soal penanganan kasus kekerasan. Berharap supaya ini terus meningkat,” tutur Desti.

Baca Juga:  Hasil Temu Perempuan Pembela HAM dan Pejuang Lingkungan Bersama WALHI Nasional

Herman Lengam, salah satu wartawan dari Manokwari mengapresiasi Usaid Bersama dan Winrock International yang melibatkan pihaknya mengikuti pelatihan gender ini.

Menurutnya, dengan adanya pelatihan ini, banyak pelajaran yang didapat. Terutama mengimplementasikan isu-isu kekerasan berbasis gender dalam penulisan berita. Tetapi juga ia berharap kepada seluruh wartawan yang mengikuti pelatihan agar mewujudkan apa yang didapat selama dua hari ini.

“Jangan hanya dalam pelatihan saja kita bisa berbicara banyak soal gender, tetapi setelah pulang dapat melaksanakan dalam penulisan berita di masing-masing media sebagai edukasi,” pungkas Herman.

Pewarta: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaPentingnya Membangun Gerakan Mahasiswa AMP di Makassar
Artikel berikutnyaPelayanan Helivida di Yahukimo Dianggap Tidak Netral