JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Yulce Enembe, ketua PKK Provinsi Papua mengingatkan pentinganya setia dalam hubungan suami isteri demi membangun keluarga yang baik.
Menurutnya, kebanyakan masalah yang dihadapi dalam keluarga adalah adanya intervensi dari pihak ke tiga dalam rumah tangga orang lain yang menyebabkan konflik dan tidak ada kedamaian serta kasih sayang dalam keluarga.
Hal ini disampaikan Yulce ketika memperingati hari anti kekerasan terhadap anak dan perempuan yang diselenggarakan AUSAID bersama PKK pada 4 Desember 2018 di gedung negara, Jayapura, Papua.
Menurutnya, keluarga dekat adalah bagian dari keluarga, hanya jangan pernah urusan keluarga dicampuri
“Saya mau sampaikan bahwa tidak usah lagi mendengar pihak ketiga yang adalah hanya keluarga bukan pasangan suami dan istri nomor 1,” katanya.
Kata Yulce, dari laporan yang ia terima, konflik dalam rumah tangga terjadi karena hadirnya pihak ketiga dan kekeran pada perempuan dan anak terjadi karena suami dipengaruhi minuman keras.
“Jadi di akhir diskusi kita hari ini saya pesan untuk semua keluarga agar tidak terpancing dengan bisikan orang ketiga dalam hubungan suami dan istri. Bukan hanya itu tapi para laki-laki yang mabuk juga jangan pernah menggangu orang lain punya keluarga,” pungkasnya.
Sementar itu Maria Bano, Kepalah Dinas Pemberdayaan pemberdayaan perempuan Kota Jayapura mengatakan, ada sekitar tiga belas kasus kekerasan yang tejadi terhadap anak dan perempuan itu terjadi sejak tahun 2016. Yang sudah lapor kepada USAID dan kemitraan Hukum dan Ham RI.
“Laporan secara keseluruhan ada 13 kasus kekerasan di tanah Papua, untuk Jayapura sendiri ada beberapa yang sudah lapor. Dan itu sudah diproses dalam Hukum yang ada direpublik ini, dan sudah selesaikan secara Hukum,” katanya.
Selain itu, Direktur USAID Bersama (Chief oof prty) Lutfiyah Ahmed menyampaikan, dalam penanganan kasus di Provinsi Papua, wilayah yang paling timur dari Indonesia, sudah mendata beberapa kasus yang terjadi dan itu ditangani secara serius.
”Jadi semenjak kami ada di Papua. Pada Tahun 2016 kami suda mendapatkan laporan sekitan 13 kasus atau 13 person yang sudah dilaporkan dan kasu sudah dan sedang menangani,” katanya.
Kasus Kekerasn Terhadap Anak dan Perempuan di Papua 2016
Dalam survey yang dilakukan oleh UNDP pada tahun 2016 di 4 kabupaten yakni, Jayawijaya, Jayapura, manokwari, dan Sorong menyebutkan bahwa 3 dari 5 perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual, 1 dari 3 perempuan pernah mengalami kekerasan emosional, 3 dari 4 perempuan pernah mengalami tekanan dan dikendalikan oleh laki-laki.
Laporan tersebut disimpulkan bahwa 13 persen kasus yang telah terjadi pelangaran terhadap anak dan perempuan. Dan itu semua terjadi kepada anak perempuan yang usianya masih Produktif sekitar 15 tahun oleh orang selain pasangan intim mereka.
Dari sisi frekuensi, secara keseluruhan 1 dari 7 laki-laki pernah melakukan suatu bentuk pemerkosaan terhadap pasangan atau bukan pasangan. Setidaknya sekali dalam hidup mereka
Laporan tersebut juga memaparkan tentang dampak kekerasan terhadap perempuan, tercatatat 7 dari 10 perempuan di Provinsi Papua pernah mengalami cedera akibat kekerasan, bahkan satu dari 2 perempuan mengalami kekerasan oleh pasangan intim mengalami cidera.
Sementara dari 69% anak perempuan mendapat kekerasan dari pasangan intim dilaporkan memiliki ganguan emosional dan prilaku. Study secara global yang dilakukan oleh WHO tahun 2013 menyebutkan diwilaya endemic HIV, resiko penularan meningkat 1.52 kali disebeabkan oleh kekerasan gender
Lisah N Humaida yang menjadi moderator dalam diskusi itu, mengatakan kegiatan itu berlangsung dengan tujuan memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. Sehingga Tim Pengerak PKK Provinsi bersama NGO atau LSM dengan dukungan USAID Bersama, melaksanakan Prokram pencegahan kekerasan berbasis gender di wilaya Indonesi Timur. Provinsi Papua,
“Trimah kasih atas kebersamaan dan kekopakan, atas terselanggaranya kegiatan ini. Semogah kita tidak mendapatkan kekerasan, oleh siapapuan dia disekiatar kita,” Tutupnya
Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Arnold Belau