Natal Bukan Pesta Pora, Melainkan Lahir Baru Terima Yesus Kristus

0
11256

Oleh: Dr. Socratez S. Yoman, MA)*

Kelahiran Yesus Kristus untuk membebaskan umat manusia dari belenggu kuasa Iblis dan kuasa dosa tidak secara kebetulan dan tiba-tiba. Kelahiran Yesus dalam misi Allah yang sempurna  untuk mendamaikan manusia dengan Allah dan untuk memberikan jaminan pengharapan kehidupan kekal kepada kita semua itu ada proses yang menakjubkan.

  1. Kelahiran Yesus Kristus pernah dinubuatkan.

Nabi Mikha bernubuat: “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terjecil di antara kaum Yehuda, daripadamu akan bangkit bagi-Ku, seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dulu kala…” (5:1-3).

Nabi Yesaya bernubuat: “… Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang kekal, Raja Damai, Besar Kekuasaannya….” (9:1-6)

2. Kelahiran Yesus dinantikan

ads

Orang-orang kudus dan benar yang sudah lanjut usia, yaitu Simeon dan Hana menunggu kelahiran Yesus. Simeon berkata: ” Sekarang, Tuhan, biarkanlah hambamu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan dari pada-Mu….” (Lukas 2:25-32, 36-38).

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor

3. Kelahiran Yesus disampaikan

Malaikat Gabriel menyampaikan kepada Maria. “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau….” (Lukas 1:26-38).

  1. Kelahiran Yesus disambut meriah.

Ada 10 golongan dan kelompok manusia yang menyambut kelahiran Sang Penyelamat dan Raja Damai.

1.Maria, 2. Yusuf, 3. Elizabeth, 4. Bayi Yohanes Pembaptis, 5. Zakharia, 6. Simeon dan Hana, 7. Tiga orang majus, 8. Raja Herodes, 9. Malaikat dan sejumlah bala tentara surga, 10. Sambutan para gembala dari padang gurun.

5. Sambutan kita hari ini.

Mari, kita refleksikan diri kita masing-masing tentang arti Natal sesungguhnya.

5.1. Apakah natal itu identik dengan membuat lampu natal di rumah dan di gedung ibadah?

5.2. Apakah natal itu sama dengan membeli baju dan sepatu baru untuk dipakai dalam ibadah natal?

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

5.3. Apakah natal itu sama artinya dengan pesta natal dengan memotong babi dan mengirim hadiah kue dan lain-lain?

5.4. Apakah natal itu sama dengan membuat proposal dan minta uang kepada pemerintah atau para pejabat untuk mendapat dana perayaan Natal?

Dari 4 pertanyaan ini tentunya hanya untuk memuaskan diri kita sendiri dan memuliakan diri kita sendiri. Tuhan tidak menerima cara-cara manusia yang tidak memuliakan dan menyambut kelahiran Yesus Kristus.

Natal yang sesungguhnya ialah kita menyadari bahwa kita sesungguhnya orang-orang berdosa dan sangat membutuhkan pertobatan dan kelahiran baru atau Natal itu sendiri.

Natal yang sesungguhnya ialah bagaimana kita mengevaluasi diri dan memeriksa diri, apakah sejak 1 Januari 2018 – 1 Desember 2018 ada perubahan – koreksi, perbaikan dalam hidup kita? Karena hidup kita ialah perjalanan rohani (our life is spiritual journey). Apakah dalam hati kita sejak 1 Januari 2018 sampai 1 Desember 2018 ini masih ada dendam, benci, menghina orang, menjelekkan orang, mencuri, menipu, sombong, membuat hal-hal yang merugikan orang lain?

Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Natal sesungguhnya ialah dengan hati yang tulus, ikhlas, jujur membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan dengan tenaga kita, pikiran kita, suara kita, waktu, uang kita.  Apakah kita membantu sesama kita di hati, lain di wajah dan lain di mulut?

Natal sesungguhnya ialah hidup kita berpusat pada Kristus dan kita memiliki karakter Kristus dengan kita sendiri lahir baru, memperbaiki cara hidup kita, cara berpikir kita, cara berbicara kita dan kita perbaharui hati kita.

“Jadi siapa yang ada dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang”. (2 Korintus 5:17).

Akhir dari refleksi Natal ini, saya bersama keluarga dan juga selaku Presiden Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua mengucapkan selamat Natal Desember 2018 dan Tahun Baru 1 Januari 2019.

)* Penulis adalah Presiden Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua

Artikel sebelumnyaEmpat Tahun Paniai Berdarah Belum Terungkap, Jokowi Tipu OAP
Artikel berikutnyaHari HAM, AMMB: Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bangsa Papua