Oleh: Victor F. Yeimo)*
Berhenti cari kesalahan antar sesama orang Papua dalam kasus bencana di Sentani. Berhenti berandai-andai mencari sebab akibat pada hal-hal irasional/metafisik (takhayul, dongeng, mitos, ghaib, mistik, supranatural, dll). Alam ini punya hukum sendiri: hukum fisika.
Alam (materi) itu mengalami dialektika (perubahan) karena kontradiksi-kontradiksi. Dalam kasus Sentani, banjir bandang itu terjadi karena curah hujan yang besar. Ini akibat perubahan iklim besar-besaran yang terjadi dalam 20 tahun terakhir.
Banyak ilmuan sudah sampaikan perubahan iklim (temperatur global) kian naik berkelanjutan. Itu akan buat daerah basah/tropis mengalami curah hujan yang ekstrim. Salah satunya menyebabkan banjir bandang.
Penjahat utama dari perubahan iklim ini adalah kapitalisme. Dia mengeksploitasi isi alam dan merusaknya. Membuat jutaan manusia mati sia-sia di atas reruntuhan tanah longsor, timbunan kayu dari banjir bandang, kelaparan, sakit, badai, dan lainnya akibat perubahan iklim.
Kapitalisme di West Papua didukung kolonialisme Indonesia. Hutan tropis di Papua dibagi seperti kue kepada para kapitalis oleh penguasa Indonesia. 910.000 hektar hutan Papua hilang tiap tahun, itu data Greenpeace tahun 2009. Sekarang puluhan jutaan habis setiap tahun.
Padahal Indonesia juga tahu, Papua paru-paru dunia, penghasil oksigen (O2), yang berfungsi menyerap karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar, untuk kurangi pemanasan global.
Aktivitas Tradisional dan Kapitalis
Karena dampak perubahan iklim global akibat penjahat kapitalisme-kolonialisme di atas, maka Gunung Cycloop harus dijaga dari penebangan hutan (termasuk hutan sagu), penggerukan batu dan pasir kali/gunung oleh perusahaan.
Sementara rakyat Papua yang berkebun di lereng Cycloop itu pelarian dari hilangnya sumber-sumber ekonomi. Satu-satunya sumber ekonomi rakyat Papua di Sentani adalah perkebunan dan perikanan (dari danau). Mereka diasingkan dari akses komoditas barang dagang yang dimiliki pendatang.
Dalam masyarakat pra-kapitalisme seperti ini, dimana alat-alat produksi milik penguasa dan pengusaha Indonesia, pola bercocok tanam/perikanan juga dipaksa mencari nilai lebih dalam pasar kapitalis. Inilah sebab kenapa rakyat Papua yang tertindis dan terpinggirkan menebang pohon membuat kebun.
Lantas, dalam posisi ini para penguasa kolonial mencibir dan mengadu-domba rakyat kita. Padahal rantai penindasan dan kejahatan lingkungan paling sadis adalah mereka penguasa kolonial dan kapitalis.
Karena itu, yang harus keluar dari Sentani dan Papua adalah kolonial Indonesia dan para kapitalisnya. Mereka penjahat kemanusiaan, juga penjahat lingkungan.
Tanpa para penjahat itu, bangsa Papua akan mampu membangun Sosialisme Papua, sebagai alternatif dari kegagalan kapitalisme yang sedang membunuh planet bumi.
)* Penulis adalah juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB)