Nasional & DuniaPresiden Diminta Hentikan Pembentukan Tim Khusus Pengkaji Ucapan Kritik

Presiden Diminta Hentikan Pembentukan Tim Khusus Pengkaji Ucapan Kritik

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Amnesty Internasional Indonesia berharap Presiden Joko ā€œJokowiā€ Widodo harus memerintahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan KeamananĀ Wiranto untukĀ mengurungkanĀ rencana pembentukan tim khusus pengkaji ucapan tokoh yang dianggap melanggar hukum.

Tanpa kejelasan apa yang dimaksud ā€œmelanggar hukumā€, upaya pengawasan tersebutĀ rawan disalahgunakan untuk membungkamĀ kritikĀ yang sahĀ dariĀ warga negara terhadap pemerintah danĀ lebih jauh,Ā berpotensi menimbulkanĀ overkriminalisasiĀ di Indonesia.Ā MembungkamĀ kritik, apalagi lewat pemidanaan,Ā sama saja memperparah kompleksitas permasalahanĀ overkapasitasĀ penjara di Indonesia.

ā€œKeadaan hak atas kemerdekaan menyatakan pendapat di Indonesia sudah terancam dengan berbagai ketentuan pidana tentang pencemaran nama baik. Salah satu yang bermasalah adalah pasal yang memidanakan penghinaan terhadap pejabat dan lembaga Negara,ā€ kata Direktur Eksekutif Amnesty International IndonesiaĀ Usman Hamid sebagaimana release yang diterima redaksi suarapapua.com, Kamis (9/5/2019).

ā€œTanpaĀ pengawasanĀ tersebut saja sudah banyak orang yang diproses hukum karena mengkritikĀ otoritasĀ di Indonesia, termasukĀ presiden. Terlebih lagi ada kecenderunganĀ bahwa pengawasan ituĀ untuk menarget tokoh-tokoh yang aktif mengkritik pemerintah pasca pemilihan presiden 17 April.

Jika hal ini benar makaĀ akan merusak kultur politik oposisi yang sehat danĀ dibutuhkan oleh kehidupan sosial politik kita. Lebih jauh, kebijakan tersebut menjadikan presiden serta pemerintahĀ menjadiĀ anti kritik,ā€Ā tambah Usman.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Usman juga mengatakan, kemerdekaan berpendapat adalah hak yang dilindungi baik dalam hukum HAM Internasional dan nasional, termasuk UUD 1945. Meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM Internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan.

Sementara itu menurutnya lembaga negara sendiri bukanlah suatu entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum HAM. Pelarangan terhadap himbauan kebencian kebangsaan, ras maupun agama juga diperbolehkan, namun ujaran demikian haruslah dengan jelas menunjukkan maksud untuk memancing orang lain untuk mendiskriminasi, memusuhi atau melakukan kekerasan terhadap kelompok-kelompok tersebut.

Dampak negatif lain katanya, jika tim tersebut dibentuk adalah akan menimbulkan ketakutan bagi warga negara untuk mengekspresikan pendapatĀ termasukĀ di media sosial. Sementara itu, keberadaan tim tersebut juga bisaĀ dianggap semacam arahan danĀ menjadi dalih bagi aparat penegak hukum untuk melakukan pemidanaan secara masif terhadap orang-orang yang dianggap mengkritik atau menghina pemerintah atau Presiden.

Usman lebih lanjut menjelaskan, ā€œSecara umum pembatasan hak asasi manusia itu boleh, tapi harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai pembatasan tersebut dilakukan untuk alasan yang salah yang malah mematikan esensi dari hak itu sendiri. Perlu diingat hak itu merupakan unsur dasar dari negara hukum, bukan negara kekuasaan.ā€

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Menkopolhukam WirantoĀ lewat sambungan teleponĀ kepada Amnesty International Indonesia menjelaskanĀ bahwaĀ tim yang dibentuk oleh Kemenkopolhukkam bukanlah sebuah badan baru,Ā melainkan sebatasĀ timĀ asistensi yang terdiri dariĀ beberapaĀ akademisi seperti Muladi, Romli Atmasasmita, Indriyanto Senoadji, hingga Yusril Ihza Mahendra. Jadi pembentukanĀ tim tersebut tidak dimaksudkan untuk membungkam kritik seperti era Orde Baru.

ā€œKami mengapresiasi penjelasan yang diberikan Menkopolhukam terkait rencana tersebut, namun menurut hemat kami, keberadaan tim tersebut tidak diperlukan, karena ia malah bertumpang tindih dengan kewenangan penegak hukum yang ada. Pengumuman bahwa tim akan dibentuk dan ditugaskan untuk menargetkan tokoh-tokoh masyarakat yang mengkritik pemerintah ā€“ guna melihat adakah pasal pemidanaan yang dapat dikenakan terhadap mereka ā€“ akan mengirimkan pesan yang salah, bahwa ini adalah langkah politik dan bukan bagian dari pembatasan yang sah sesuai standar HAM internasional dan nasional,ā€ jelas Usman menanggapi pernyataan Menkopolhukam.

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

ā€œJustru sebagai pejabatĀ kementerian koordinatorĀ di pemerintahan, MenkopolhukamĀ cukupĀ mengkordinasikan seluruh kementerianĀ di bidang politik, hukum dan keamananĀ agarĀ bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Salah satu hal yang perlu diingatkan pada jajarannya adalah bahwa mereka dalam melaksanakan tugasnya perluĀ memberikan jaminan kepada semua warga negara untukĀ dapatĀ menyuarakan pendapat secara damaiĀ tanpa takut akan ancaman, termasuk kritik atas kinerjaĀ pemerintahan. TanpaĀ membukaĀ kritik, penyelenggaraanĀ kementerian di bawahĀ akanĀ berjalan tanpa partisipasi masyarakat. Itu bukan semangat reformasi 1998,ā€ tukasnya.

Ia juga menekankan bahwa pejabat negara harus mentolerir lebih banyak kritik ketimbang individu yang tidak menduduki jabatan publik. Penggunaan undang-undang pencemaran nama baik, penghinaan atau makar, dengan motif menghambat kritik terhadap pemerintah atau pejabat publik melanggar hak atas kemerdekaan berpendapat.

AmnestyĀ InternationalĀ menolakĀ peraturan perundang-undang yangĀ melarang penghinaanĀ terhadap kepala negara atau tokoh masyarakat, militer atau lembaga publik lainnya atau bendera atau simbolĀ negara. Amnesty InternationalĀ juga menentang undang-undang yang mengkriminalisasi pencemaran nama baik, baik tokoh publik atau pribadi, yang harus diperlakukan sebagai masalah litigasi sipil. Pejabat publik seharusnya tidak menerima bantuan atau dukungan negara dalam melakukanĀ upaya melaporkanĀ pencemaran nama baik.

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

0
"Namun sayangnya, sejak aksi dari pagi hingga pukul 13:00 siang, Pencaker tidak bisa bertemu dengan Pj Gubernur, sehingga kamiĀ  Pencaker bersepakat untuk memalang Kantor Gubernur secara adat," tegasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.