Dialog, Sarana Penyelesaian Konflik

0
5050

Oleh: Kristoforus Nawika)*

Akhir-akhir ini, negara kita, Republik Indonesia, mengalami konflik yang cukup serius. Konflik tersebut dikarenakan kekalahan Prabowo Subianto sebagai salah satu Capres (Calon Presiden) dalam Pilpres pada Rabu, 17 April 2019, dan hasil pleno KPU. Sehingga pada Rabu, 22 Mei 2019, terjadi kerusuhan di Jakarta, ibu kota negara Indonesia.

Akibat darinya, Menteri Kominfo Rudiantara memblokir media sosial (medsos). “Pemblokiran Medsos Rugikan Konsumen”, (Cenderawasih Pos, Sabtu, 25 Mei 2019). Tentu saja rakyat di hampir seluruh Indonesia tidak dapat mengakses medsos yang merupakan salah satu sarana penting dalam memperoleh beragam informasi, tak terkecuali informasi mengenai pertikaian antara Capres dan Cawapres tersebut.

Benar bahwa apa yang dikatakan oleh kebanyakan orang di media sosial, seperti di Facebook (FB) WhatsApp (WA), Twitter, Youtube, yang dengan gamblang menyatakan bahwa WhatsApp dihapus dan Facebook ditutup. Terkait dengan itu, ada begitu banyak pernyataan yang dilontarkan oleh berbagai pihak, juga pertanyaan yang menjadi perdebatan bersama di kalangan publik. Hal ini membuat masyarakat bertanya dan terus bertanya: apa yang sedang terjadi di negara Indonesia? Isu-isu itu menjadi sebuah perbincangan di tengah  masyarakat, sehingga muncul sebuah pertanyaan: Siapakah yang berwewenang untuk menyelesaikan konflik itu?.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Tak ada orang yang mampu menyelesaikan masalah ini, kecuali Presiden RI, Joko Widodo selaku kepala negara, yang berhak dan memiliki kewenangan untuk menormalkan situasi tersebut. Memang benar bahwa masyarakat kita telah membuat kelompok-kelompok kecil, seperti yang terjadi di Jakarta saat massa berdemonstrasi di kantor KPU RI.

ads

Dalam hal ini, Jokowi menggunakan metode pendekatan secara kekeluargaan dan membangun dialog, sehingga masyarakat dapat bersatu kembali, “Jokowi: Mari Kita Bersatu”, (Kompas, Rabu, 22 Mei 2019). Hal ini menandakan bahwa masyarakat yang telah tercerai-berai dirangkul kembali oleh Jokowi selaku kepala negara.

Jokowi adalah presiden kita. Oleh karena itu, kita sebagai rakyatnya, marilah semua warga negara yang baik agar bernaung di bawah pemimpin negara. Marilah kita semua bersatu dan hendak mendengarkan pak presiden. Marilah kita semua melaksakan amanatnya, yakni berdialog, mari berkomunikasi, mari kita berbicara dari hati ke hati, dari mulut ke mulut, sehingga pada akhirnya, terciptalah suatu keharmonisan yang akrab di antara kita di tanah air Indonesia. Tidak lain dari suatu keharmonisan yang ingin dicapai bersama adalah terciptanya suatu kehidupan yang damai dan tentram.

Memang benar bahwa di negara kita Indonesia merupakan sebuah negara yang potensial, yakni identik dengan keberagamaan suku, budaya, ras, agama, seni, dan bahasa, tetapi sekali lagi marilah kita semua sebagai satu warga yang bernaung di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda, tetapi tetap satu), supaya keharmonisan dalam hidup antara warga dapat tercipta, dirasakan dan dinikmati secara komprehensif (menyeluruh) tanpa terkecuali. Ini akan menjawab harapan bersama, yakni hidup damai, bila kita bersatu tanpa memandang latar belakang SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) antara satu dengan lainnya. Marilah kita mendengarkan Jokowi yang telah dengan senang hati sudah merangkul dan mau berdialog bersama kita sebagai rakyatnya di Indonesia.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Akhirnya, marilah kita sebagai warga negara yang baik, supaya dengan segera memposisikan diri kita bersama Presiden yang telah berniat untuk mau berdialog atau berkomunikasi bersama kita. Sebab, sebuah pendekatan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, yakni dialog adalah sebuah sarana yang paling fundamental (mendasar) dalam usaha menyelesaikan berbagai konflik secara komprehensif, tetapi juga bermartabat. Oleh karena itu, dialog yang adalah sebuah sarana dapat mengambil bagian dalam rana kehidupan kita sebagai warga negara di Indonesia, terkhusus dalam usaha penyelesaian konflik dalam kehidupan kita. Baik itu konflik yang besar ataupun yang kecil, dialog adalah sebuah sarana yang baik dalam upaya menyelesaikan konflik. Intinya bahwa mengutamakan dialog adalah hal yang amat signifikan (penting) dalam seluruh kehidupan kita.

Baca Juga:  IPMMO Jawa-Bali Desak Penembak Dua Siswa SD di Sugapa Diadili

Sebagai akhir dari ulasan ini, saya memberikan saran atau solusi yang juga amat penting untuk dijalankan oleh kita semua sebagai agen, tetapi juga sebagai penikmat konflik itu sendiri.

Memang benar bahwa dalam hidup berbangsa tidak terlepas dari sebuah konflik dan itu kita semua mesti menyadarinya bahwa konflik adalah bagian dari seluruh dinamika kehidupan kita. Konflik atau permasalahan sudah, sedang dan akan ada di dalam sepanjang hayat hidup kita di dunia ini. Oleh sebab itu, penting untuk kita mengingatnya bahwa untuk menyelesaikan konflik atau permasalahan dalam hidup, kita semua sebagai warga negara yang baik hanya membutuhkan sebuah cara atau metode dalam menanggapi dan mengelola sebuah permasalahan yang datang menghampiri kita. Tidak lain bahwa metode yang dimaksudkan adalah hanya dialog dalam menyelesaikan berbagai konflik secara menyeluruh. Dialog adalah sebuah sarana yang terbaik dalam upaya menyelesaikan konflik secara bermartabat.

)* Penulis adalah Mahasiswa Semester II pada STFT “Fajar Timur” Jayapura.

Artikel sebelumnyaDesi Sentuf, dari Unimuda Sorong ke Jepang
Artikel berikutnyaMenlu Vanuatu Inginkan Dukungan yang Kuat untuk West Papua