Oposisi Mempertanyakan Hubungan Fiji Dengan Indonesia

0
4391

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Hubungan diplomatik Fiji dengan Indonesia berada di bawah pengawasan ketat parlemen atas pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat.

Anggota Parlemen Oposisi, Anare Jale menuduh Pemerintahan Frank Bainimarama telah mengabaikan orang-orang Papua Barat yang tidak berdosa.

Dia mengakui telah memberitahu Parlemen Jakarta terhadap perlakuan TNI/Polri pada rakyat Papua Barat.

Baca juga: Sodelpa Fiji Mendukung Upaya Kemerdekaan Papua Barat

“Pelanggaran hak asasi manusia yang serius telah terjadi di Papua Barat dan kami memilih untuk melihat ke arah lain. Berapa lama Fiji menutup telinganya untuk mendengarkan teriakan kebebasan dari sesama kami bangsa Melanesia? Jelas sekali bahwa Fiji telah menyerah pada Pemerintah Indonesia. Sangat memalukan!”

ads

Anare mengatakan pihaknya akan terus menekan kedua pemerintah untuk “menegakkan dan sepenuhnya mematuhi prinsip-prinsip HAM internasional”.

Baca Juga:  Mosi Tidak Percaya PNG Tidak Dilayani

Menteri luar negeri bayangan mengatakan pemerintah telah menyangkal komitmennya baru-baru ini kepada PBB mengenai perjuangan hak asasi manusia.

Anare juga mengatakan bahwa hal itu sangat memalukan, karena Perdana Menteri Frank Bainimarama adalah Wakil Ketua Dewan Hak Asasi Manusia PBB, tetapi “tidak dapat menghentikan pelanggaran Indonesia terhadap saudara dan saudari Melanesia di Papua Barat”.

“Pemerintah Indonesia dengan kedok kedaulatan telah menggunakan kekuatan militernya untuk memperbudak dan membantai orang Papua Barat yang tidak bersalah di tanah dan negeri mereka sendiri, hanya karena berdiri dan menuntut hak untuk didengar, dan untuk memerintah diri mereka sendiri tanpa penindasan.”

Jale mempertanyakan hubungan pemerintah Fiji dengan Jakarta yang “catatan hak asasi manusianya adalah salah satu yang terburuk di dunia.”

Baca Juga:  Hasil GCC: Ratu Viliame Seruvakula Terpilih Sebagai Ketua Adat Fiji

Baca juga: ULMWP Kembali Ajukan Aplikasi Keanggotaan Penuh ke MSG

Pada September tahun lalu, oposisi mendesak Komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk melakukan audit terhadap situasi hak di Fiji dengan mempertimbangkan tawaran Bainimarama untuk mendapatkan kursi di dewan.

Pemimpin oposisi, Ro Teimumu Kepa mengatakan bahwa sejak pembatalan konstitusi pada 2009, pemerintah Fiji telah “menetapkan aturan melalui dekrit kejam yang mengendalikan kehidupan rakyat, membuat ejekan hak asasi manusia di sana”.

Pada September 2018 pun, Noah Kouback dari Misi Permanen Vanuatu mengatakan kepada PBB tentang kekhawatiran pemerintahnya tentang penghilangan paksa dan penahanan sewenang-wenang terhadap orang Papua Barat, khususnya mereka yang berbicara tentang klaim mereka atas penentuan nasib sendiri.

Baca Juga:  Kunjungan Paus ke PNG Ditunda Hingga September 2024

“Vanuatu mengutuk praktik berkelanjutan Indonesia atas penangkapan sewenang-wenang dan penahanan orang asli Papua yang menggunakan hak-hak mereka yang dilindungi secara internasional untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul,” kata Kouback kepada dewan PBB.

“Vanuatu mencatat dengan keprihatinan mengangkat soal ke kelompok kerja tentang penduduk asli untuk menanggapi permintaan kunjungannya. Jadi, kami menyerukan kepada Indonesia agar mengizinkan mekanisme khusus PBB untuk melaporkan masalah sistemik yang sedang berlangsung.”

Indonesia selalu menyangkal bahwa polisi secara rutin menyalahgunakan hak asasi manusia, dan baru-baru ini mengundang Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia agar mengirim tim supaya mengunjungi wilayah Papua.

Sumber: rnz.co.nz

Pewarta: Yance Agapa

Artikel sebelumnyaULMWP Kembali Ajukan Aplikasi Keanggotaan Penuh ke MSG
Artikel berikutnyaMenlu Selandia Baru Angkat Masalah West Papua dengan Indonesia