Jejak Perang Dunia II “Biak Battle”

0
7073

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Tak bisa dipungkiri lagi, Tanah Papua penuh misteri. Misteri sejarah masa lalu yang tersimpan dalam panorama alam yang menjadi primadona, ditengah bentangan pantai hingga rimba yang berujung gunung salju dan pulau-pulau nan menawan.

Tetapi tahukah sobat, Papua pernah jadi saksi bisu pertempuran Perang Dunia II, salah satunya adalah yang dikenal dengan “Biak Battle”. Pertempuran itu antara serdadu Jepang dan pasukan sekutu dibawah pimpinan Amerika Serikat.

Biak Numfor secara administrasi adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua. Kabupaten yang terdiri dari dua pulau kecil, yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor, serta lebih dari 42 pulau sangat kecil, memiliki luas keseluruhan 5,11% dari luas wilayah provinsi Papua.

Biak Numfor merupakan gugusan pulau yang berada di sebelah utara daratan Papua dan berseberangan langsung dengan Samudera Pasifik. Posisi ini menjadikan Kabupaten Biak Numfor sebagai salah satu tempat yang strategis dan penting untuk berhubungan dengan dunia luar terutama negara-negara di kawasan Pasifik, Australia atau Filipina.

Karena lokasi yang strategis, Serdadu Jepang menggunakan Biak sebagai pertahanan atas Perang Dunia II dengan Pasukan Sekutu dibawah pimpinan Amerika Serikat di kawasan Pasifik.

ads

Awal pendudukan Jepang di Biak pada 1942, pasukan Jepang berhasil mendaratkan tak kurang dari 10.400 orang serdadunya.

Dari penelusuran, beberapa situs bekas Perang Dunia II yang terdapat di pulau-pulau karang ini.

Diantaranya sebuah serangan udara 7 Juli 1944, dimana hari naas yang mengakibatkan pemusnahan massal ribuan orang tentara Jepang itu.

1. Pangkalan Udara di Pulau Owi

Pangkalan udara saat PD II di Pulau Owi. (pacificwrecks.com)

Pulau Owi di Kepulauan Padaido, berada di sebelah selatan pantai Bosnik, berperan strategis bagi kemenangan pasukan Sekutu di wilayah Pasifik dan Asia Tenggara.

Baca Juga:  Zheng He, Seorang Kasim Cina Terkenal Sampai di Nusantara

Pulau ini pernah menjadi basis kekuatan udara, pangkalan militer Sekutu yang mendarat di Biak pada akhir Mei 1944 dipimpin oleh Jenderal Douglas MacArthur.

Tercatat, Owi berhasil ikut dikuasai sejak 2 Juni.

Sampai sekarang di Pulau Owi masih dapat ditemukan tiga landasan pacu pesawat tempur. Pun di sekitar perairan sini, pada kedalaman 30 meter, terletak bangkai pesawat ampifibi Catalina —yang kini jadi titik penyelaman sasaran diver untuk wreck diving.

2. Monumen Biak Battle WW II di Desa Paray

Monumen peringatan yang resmi berdiri pada 1994 ini dibangun persis di lokasi mulut gua, yakni di pantai di Desa Paray yang terletak antara Mokmer dan Bosnik, tujuh kilometer dari Biak Kota.

Hingga kini orang-orang dari Jepang sering datang ke monumen untuk berziarah moyangnya yang jadi korban pembantaian pasukan sekutu.

Waktu itu saat pasukan Sekutu menyerbu, serdadu Jepang sudah kuasai daratan, area pesisir pantai. Gempuran pasukan Amerika Serikat (Sekutu) dilakukan hingga tiga kali. Pesawat pertama pagi, tidak kena, disusul pesawat kedua dan ketiga.

Kabarnya dalam pesawat ketiga ini —dengan pilot perempuan Amerika— pun menyapu habis tebing-tebing dan menghancurkan mulut gua, hingga banyak pasukan Jepang yang terkubur hidup-hidup dalam gua. Menurut penduduk setempat lainnya, para moyang mereka saat peristiwa itu sebagian besar “diselamatkan” dengan lebih dahulu diungsikan ke pulau lain.

Gua di desa Mokmer, salah satu lokasi persembunyian tentara Jepang saat perang dunia II. (Dok. Pace Bro)

Tak jauh dari mulut gua, terdapat pula lubang gua lima kamar yang dulunya dipergunakan untuk “rumah sakit”, tempat di mana tentara-tentara Jepang yang terluka dirawat. Disebut gua lima kamar karena memiliki 5 buah rongga.

Baca Juga:  Penyebutan Rumput Mei Dalam Festival di Wamena Mendapat Tanggapan Negatif

Apa saja fungsinya kelima rongga atau kamar ini? Berturut-turut, terdiri atas kamar pertama untuk menempatkan penjaga, kamar untuk pengobatan emergensi, kamar untuk pengobatan luka parah, kamar untuk mandi dan mencuci, dan terakhir kamar untuk pasien yang lewat kritis (bangsal inap).

Anggraidi (Paray) dulunya merupakan pusat perdagangan dan pemerintahan Jepang di Papua antara tahun 1919 – 1945 yang kemudian dipindahkan ke Bosnik pada 1945. Pada bulan April 1942, pecah Perang Dunia II yang juga sampai ke Irian Jaya, termasuk Biak. Sejarah mencatat bahwa di kampung Paray dan sekitarnya sebagai saksi bisu dalam keganasan Perang Pasifik antara sekutu dan Jepang.

Setelah Sekutu membombardir Jayapura (sekitar Danau Sentani) dan melumpuhkan benteng pertahanan tentara Jepang di Sarmi (Wakde), maka pada 14 Juni 1944 jam 18.00 waktu setempat, Jenderal Walter Krueger bersama Jenderal Eichelbel mengadakan konferensi dan mengutus Jenderal Walter Krueger sebagai Komandan Angkatan Darat ke-VI untuk mengatur penyerangan ke Pulau Biak.

Bosnik sebagai lokasi pendaratan awal oleh infanteri 162 dan menyusul infanteri 163 pada tanggal 27 Mei 1944 dilanjutkan dengan infanteri 186 yang langsung menjalankan kontrol tempur lewat darat menuju Paray.

Pada 18 Juni 1944, infanteri 34 Marinir dan Batalion Artileri ke 163 yang berkedudukan di Wakde (Sarmi) tiba di Biak (Paray) dibawah pimpinan Jenderal Fuller yang pada saat tiba kontak infanteri tentang daerah persembunyian tentara Jepang dengan devisi 41 yang pada saat itu sudah berada di lokasi (Paray dan sekitarnya).

Baca Juga:  Apakah Kasuari dan Cenderawasih Pernah Hidup di Jawa?

Pada 26 Juni 1944, daerah sekitar Paray sampai dengan kampung Sorido dikuasai oleh tentara Sekutu.

Dengan demikian pada tanggal 27 Juni dilaporkan kepada Jenderal Eichelbelger bahwa keadaan di sekitar Paray dan Kota Biak sudah aman dan pada tanggal 28 Juni, Jenderal Eichelbelger berangkat dari Biak menuju Hollandia.

3. Gua Jepang Binsari

Dalam Gua Jepang Binsari di Desa Sumberker, Biak Timur, sisa-sisa sejarah PD II mulai tersibak. Ini merupakan tempat berakhirnya gua, ujung pintu keluar (dari mulut gua di Pantai Paray) yang telah ada di wilayah daratan.

Agaknya Jepang di bawah Kolonel Kuzume Naoyuki dari Infanteri 222 tak menyukai ide melawan musuh di pesisir, maka memutuskan merancang taktik dengan jaringan gua bawah tanah di kawasan itu agar pihak tentara Sekutu mendarat ke pantai dan masuk ke perangkap. Situs Binsari merupakan salah satu guanya.

Gua alami ini dipakai untuk persembunyian, pusat logistik, dan pertahanan bagi tentara Jepang pada 1943-1945. Dari gua persembunyian, Jepang juga menembak jatuh pesawat-pesawat militer AS.

Tetapi sebab itu jugalah, posisi mereka bisa diketahui. Sejumlah 3.000 prajurit tewas terjebak dan terkubur di dalam gua yang dibombardir. Hingga kini 850 hingga 1.000 jasad sudah dipulangkan ke Jepang.

Peninggalan Perang Dunia II di Biak. (Dok. Pace Bro)

Namun hingga sekarang, di dalam gua ini, masih banyak tulang belum tergali. Benda-benda peninggalan perang lain yang ditemukan, telah dikumpulkan serta diamankan di museum dalam kompek situs.

Jadi, jika sobat memiliki waktu luang, berkunjunglah ke pulau ini.

Sumber: pacebro.net
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaFoto: Wisata Jembatan Merah dan Pantai C’Beery
Artikel berikutnyaRumah Papan di Sepanjang Jalan Kota Kumurkek Diminta Segera Dibongkar