PANIAI, SUARAPAPUA.com — Kehadiran sekolah-sekolah swasta di Tanah Papua selama puluhan tahun sukses menjawab program pemerintah di bidang pendidikan, sehingga kebijakan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, Jeni Ohestina Usmani, menarik guru-guru pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara (PNS/ASN) dari sekolah swasta dianggap irasional.
Kebijakan itu bahkan dituding sebuah skenario untuk membunuh sumberdaya manusia (SDM) Papua khususnya di kabupaten Mimika. Ini akan bertolakbelakang dengan bukti kontribusi dan hasil pencapaian dari sekolah-sekolah swasta di Tanah Papua selama ini dalam upaya mendidik dan mencerdaskan bangsa.
Vincent Ohoitimur, ketua badan pengurus Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Fransiskus Assisi Keuskupan Jayapura, mengaku heran dengan alasan yang dibeberkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, sebagaimana diberitakan media massa beberapa hari lalu, bahwa seluruh guru PNS/ASN dari sekolah swasta di wilayah itu akan ditarik mulai tahun ajaran 2019/202 untuk ditempatkan di sekolah negeri karena mereka digaji oleh pemerintah, sehingga harus memberikan pelayanan kepada murid di sekolah negeri.
Selain alasannya dianggap irasional dan tak logis, ia menyatakan kebijakan ini tak memiliki legalitas hukum.
“Saya menilai pernyataan dari Kepala Dinas Pendidikan Mimika itu sangat irasional dan tidak punya dasar hukum. Dia pakai aturan dari mana? Apakah ada perintah dari bupati atau gubernur? Sebab seorang kepala dinas tidak bisa ambil kebijakan sendiri tanpa dasar hukum,” tuturnya.
Baca juga: Uskup Saklil Soroti Kadisdik Mimika
Selaku praktisi pendidikan di Tanah Papua, ia kemudian mempertanyakan kebijakan tanpa dasar hukum dan berbau diskriminatif yang mau diberlakukan di kabupaten Mimika. Sebab, menurutnya, anak-anak di bumi Amungsa juga berhak atas pendidikan yang layak seperti halnya di daerah lain di seluruh wilayah Nusantara.
“Bukan hanya yang di sekolah negeri saja, anak-anak di sekolah swasta itu juga warga negara Indonesia. Jangan diskriminatif dengan pakai alasan ada keputusan atasan segala macam. Itu sangat tidak dibenarkan,” ujarnya.
Koordinator YPPK Regio Papua ini juga akui sekolah swasta di Tanah Papua selalu patuh pada aturan negara. Hak dan kewajiban sekolah swasta sangat jelas yang selama ini tak pernah diabaikan.
“Kita dari sekolah swasta juga rutin membayar pajak untuk antara lain menggaji guru PNS. Jadi, jangan salah paham.”
Vincent juga menuding Kadisdik dan pelaksana tugas Sekda Mimika tak tahu kalau sekolah Yayasan Pendidikan Kristen (YPK), YPPK, Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja-Gereja Injili (YPPGI) di Tanah Papua ada karena panggilan Gereja yang didorong dan didukung penuh pemerintah Belanda dengan peraturan LOSO (Lager Onderwys en Subsidie Ordonantie) dan MOSO (Melderbaar Onderwijs Subsidie Ordonantie).
“Ketika pemerintah Belanda meninggalkan Papua dan Papua menjadi bagian NKRI, tanggungjawab pendidikan swasta di Tanah Papua (YPK, YPPK dan YPPGI) menjadi bagian dari tanggungjawab pemerintah untuk memberikan subsidi atau bantuan dalam bentuk tenaga, dana, sarana prasarana dan jasa, yang kemudian disusul dengan Yayasan Pendidikan Advent (YPA) dan Yayasan Pendidikan Islam (Yapis),” jelasnya.
Baca juga: Sekolah YPPK Hadir di Tanah Papua Jauh Sebelum Indonesia Merdeka
Karena itu, kata Vincent, dalam seluruh pembahasan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua telah disepakati bahwa sekolah yayasan harus didukung dan harus dicantumkan namanya di dalam UU Otsus Papua.
“Kadisdik dan Plt Sekda Mimika tidak sadar bahwa merekalah yang mewakili negara sebagai orang tua yang berkewajiban mendidik dan mencerdaskan anak-anaknya di kabupaten Mimika, malah justru berusaha untuk mematikan hidup dan masa depan anak-anak negeri,” tegasnya.
Vincent bahkan setuju jika adukan Kadisdik Kabupaten Mimika ke ranah hukum. “Kita perkuat barisan melawan mereka sampai mereka jerah dan bertobat.”
Sebelumnya, Uskup Keuskupan Timika, Mgr. John Philip Saklil, Pr, menyatakan, bila rencana menarik guru-guru PNS/ASN itu keputusan pribadi, sudah sepantasnya Kadis Pendidikan digugat karena tak memperhitungkan dampak dari kebijakannya yang akan menelantarkan ribuan anak didik di kabupaten Mimika.
“Karena telah tahu dan sengaja mau merongrong wibawa negara dan membodohi generasi, tidak sesuai dengan semangat mencerdaskan anak bangsa yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945,” ujarnya.
Bahkan akibat dari kebijakan itu diprediksi akan menghancurkan dunia pendidikan Mimika.
“Gubernur dan bupati saja tidak bicara soal ini. Seorang kepala dinas bisa bertindak begini bisa mengorbankan anak didik di kabupaten Mimika,” tegasnya sembari menyatakan, karena itulah munculnya keputusan sepihak dan mendadak ini tak bisa didiamkan.
Baca Juga: Kebijakan Tarik Guru PNS di Mimika, Uskup Saklil: Ini Kejahatan Kemanusiaan!
Pernyataan dari Kadisdik Mimika selaku pejabat negara, imbuhnya, tentu saja dianggap resmi. Meski kebijakan yang bersangkutan kerapkali meresahkan, sejauh ini belum pernah disikapi oleh atasannya.
“Dia bertindak semaunya, tetapi selama ini tidak ada yang gugat juga. Saya terus terang sangat kecewa terhadap pemerintah yang tidak pernah menjalankan aturan secara prosedural, etika, semaunya saja. Seperti ini, bupati tidak bertindak juga,” sesal Uskup Saklil.
Menurut Uskup, tanpa disadari, kebijakan tersebut secara tak langsung sudah merupakan kejahatan kemanusiaan karena ribuan anak didik akan terlantar dan kehilangan hak dasar akan layanan pendidikan.
“Saya tidak bisa bayangkan kalau seluruh guru PNS dari sekolah swasta. Satu generasi bisa buta huruf semua.”
John NR Gobai, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) menegaskan, Kadis Pendidikan Kabupaten Mimika tak boleh langgar aturan dalam pengambilan kebijakan menarik guru-guru PNS/ASN dari sekolah-sekolah swasta mulai tahun ajaran ini.
Karena menurutnya, kebijakan itu sudah bertentangan dengan UU Otsus Papua pada Bab XVI pasal 56 ayat (4) dan (5).
Ayat (4): Dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu di Provinsi Papua.
Ayat (5): Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat memberikan bantuan dan/atau subsidi kepada penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memerlukan.
“Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika harus baca itu supaya pahami baik,” ujarnya mengingatkan.
John juga sarankan agar baca lagi Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Papua Nomor 2 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2).
Ayat (1): Lembaga pendidikan swasta merupakan mitra pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Ayat (2): Bentuk kemitraan yang dimaksud pada ayat (1), selain diwujudkan dalam pemberian kewenangan, juga dalam pemberian subsidi oleh pemerintah daerah yang mencakup: dana, pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana pendidikan.
Karena itu, Kadisdik Mimika diminta untuk segera tinjau kembali kebijakannya. “SK yang katanya sudah diterbitkan itu harus dibatalkan,” tegas John.
Baca juga: Legislator Papua Minta Kepala Dinas Pendidikan Mimika Baca Aturan
Selama ini, kata John, regulasi menjamin tenaga guru PNS/ASN boleh bekerja di sekolah swasta sebagai dukungan pemerintah kepada lembaga pendidikan swasta. Keberadaan guru PNS/ASN di sekolah swasta diperkuat dengan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi, serta Menteri Agama. SKB tiga menteri itu, Nomor 5/VIII/PB/2014, Nomor 05/SKB/Menpan, RB/VIII/2014, dan Nomor 14/PBM/2015 tentang penempatan guru PNS di sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
“Dalam SKB tiga menteri itu disepakati memberikan dukungan guru berstatus PNS di sekolah swasta. Itu sangat jelas. Jadi, menarik guru PNS dari sekolah swasta berarti melawan hukum,” ujarnya.
Pewarta: Markus You