Pandangan Gereja Terhadap Buku Tentang Konflik Nduga

0
3907

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Usai peluncuran buku berjudul Konflik Nduga, Tragedi Kemanusiaan Papua’ dan diskusi publik, Selasa (30/7/2019) kemarin, dua pimpinan Gereja di Tanah Papua menilai masalah kemanusiaan yang terus terjadi di negeri kaya ini belum juga mendapat perhatian dari negara Indonesia.

Pdt. Benny Giay, ketua Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua, mengatakan, kasus Nduga telah disuarakan begitu awal konflik, tetepi sayangnya hingga kini belum direspon demi penyelesaiannya.

“Pada saat kejadian di Nduga bulan Desember 2018, sudah kami buat surat gembala untuk operasi militer dihentikan. Tetapi sampai hari ini presiden Jokowi belum selesaikan. Dia (Jokowi) sibuk negara lain, tetapi dapurnya tidak dikontrol. Dengan penulisan buku ini, intinya mau ingatkan bahwa Nduga masih konflik,” kata Doktor Benny usai launching buku dan diskusi publik di aula kampus USTJ, Padangbulang, Abepura, kota Jayapura.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

Baginya, buku baru ini patut diapresiasi karena hendak disampaikan realita ke ruang publik. Ia juga mau banyak orang Papua menulis.

Di lain sisi, Benny menyayangkan ketidakseriusan negara dibawah kepemimpinan Jokowi melihat berbagai persoalan di Tanah Papua, termasuk kasus Nduga. Presiden dinilainya lebih banyak membantu negara tetangga seperti Palestina dan Ronghingya, sementara di Papua yang selama ini Indonesia pertahankan sebagai bagian dari NKRI ada dalam masalah.

ads

“Saat Nduga dalam masalah, presiden Jokowi ke Palestina bantu bicara referendum bantu warga Rogingya saat kena musibah. Itu dalam tahun yang sama baru kita ini apa? Kemudian, saat itu kami percaya presiden akan menanggapi masalah Nduga. Tetapi tidak, sampai detik ini,” tuturnya.

Ketua Sinode Kingmi menanggapi buku karya penulis Papua ini berusaha menceritakan bagian dari apa yang sudah pernah gereja sampaikan ke publik.

Baca Juga:  AJI, PWI, AWP dan Advokat Kecam Tindakan Polisi Terhadap Empat Jurnalis di Nabire

“Konflik yang terjadi sekarang adalah orang-orang yang lahir dalam trauma. Untuk atasi ini, kami sudah sampaikan, tapi negara tidak respons. Sebagai pimpinan gereja, kami sangat sesalkan.”

Sementara, presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Pdt. Dorman Wandikbo mengungkapkan kekesalannya lantaran negara abai terhadap seruan pimpinan Gereja terkait konflik Nduga.

“Surat seruan pastoran sudah kami kirim ke Presiden Jokowi dan pihak terkait, supaya operasi militer di Nduga dihentikan karena ribuan orang Nduga mengungsi besar-besaran. Tetapi tidak ditanggapi,” tuturnya.

Dorman berpendapat, melawan suatu kekuatan tidak bisa dengan kekuatan juga. Baginya, yang harus dilakukan adalah berdoa dan menulis, sehingga diharapkan agar terus menulis untuk menyuarakan demi menyelamatkan manusia dan segala ciptaan Tuhan di Tanah Papua.

“Penulis seperti ini harus banyak yang lahir di atas tanah ini. Sebab kalau tidak menulis hari ini, generasi berikut tidak akan mengetahui peristiwa masa lalu,” ucapnya.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Untuk itu, ia berharap, generasi muda Papua menulis buku dengan berbasis data. “Menulis harus terus dilakukan supaya mengungkap persoalan masalah Papua yang sebenarnya.”

Dalam kaitan itu, pihaknya mendorong anak Papua berusaha eksis melalui karya ilmiah atau penulisan buku agar diketahui publik.

“Kami dari gereja terus mendorong agar ada penulis-penulis buku begini, buku tentang Papua, seperti kasus Nduga. Ya, pemuda sebagai agen pembaharu harus buktikan dengan karya-karya yang berguna bagi bangsa,” ujar Dorman.

Peluncuran dan diskusi buku karya Markus Haluk ini dihadiri pula beberapa narasumber lain, Yohanes Wob, anggota MPR, Emus Gwijangge, anggota DPRP, Victor Mambor, jurnalis Jubi, dan Isak Rumbarar, akademisi USTJ.

Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaIni Pesan Bupati Yahukimo Kepada 517 Kepala Kampung
Artikel berikutnyaPemkab Dogiyai Akan Benahi Gedung Asrama Mahasiswa di Jayapura