Mahasiswa Papua: Massa Makin Banyak dan Kami Masih Terkurung

3
4830

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Dolly Iyowau, pengurus Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang saat berada di asrama mahasiswa Papua Surabaya mengungkapkan bahwa masa di depan asrama Papua makin banyak dan mahasiswa Papua yang berjumlah 15 orang masih berada di dalam asrama dan tidak bisa berbuat apa-apa terhadap situsi tersebut.

Dolly menjelaskan, Saat awal mereka (TNI Berseragam, anggota Satpol PP dan warga yang diduga dari kelompok reaksioner) datang hanya ada dua anggota polisi di lokasi kejadian. Selebihnya, hanya anggota TNI, anggota Sat Pol PP, dan anggota ormas reaksioner.

Menurutnya, penghuni saat ini di asrama tidak lebih dari 15 orang.

“Kami ada 15 orang mahasiswa di dalam asrama. Kami tidak bisa bikin apa-apa. Kami sedang berlindung di asrama bagian belakang. Kalau kami kasi tunjuk muka di depan asrama atau halaman, itu kami diteriaki dan dilempar,” jelasnya dari Surabaya kepada suarapapua.com melalui telepon genggamnya, Jumat (16/8/2019).

Baca Juga:  Dewan Pers Membentuk Tim Seleksi Komite Perpres Publisher Rights

Menurut Dolly, kalau mahasiswa keluar dan tampak di depan asrama, mereka diteriaki dan dilempar.

ads

“Macam kami mau diterkam seperti anjing kelaparan. Diteriaki sampai dengan dilempar,” ungkapnya.

Baca Juga: BREAKING NEWS: Asrama Mahasiswa Papua Didatangi Aparat dan Ormas

Mahasiswa Papua di asrma (Surabaya) masih sedang berada di belakang. Terkait kondisi ini, Veronica Koman, pengacara HAM sempat menghubungi KontraS Surabaya. Dan menurut Vero direktur KontraS Surabaya sedang ke sini.

“Sampai saat ini Direktur KontraS belum sampai. Mungkin karena jalan yang menuju ke sini sudah diblokade,” katanya.

Dia mengatakan tidak tahu persis jalan mana saja yang sudah diblokade. Tetapi, yang ia ketahui dan lihat, jalan di depan asrama diblokade oleh anggota TNI. Kalau jalan yang berada di belakang asrama mahasiswa Papua belum tahu kondisinya.

Mahasiswa sudah berusaha untuk melakukan negosiasi dengan baik dengan anggota TNI yang datang lebih awal. Namun negosiasi yang mau dilakukan tidak terjadi karena anggota TNI langsung masuk ke asrama.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

“Mereka tidak mau negosiasi. Tetapi mereka mau supaya kami harus ada di depan dan macam mereka mau kita beradu fisik,” ujarnya.

Baca Juga: Penjelasan AMP Terkait Bentrok Antara Mahasiswa Papua dan Ormas Reaksioner

Untuk saat ini, pihak kepolisian sudah berada di TKP. Namun belum ada polisi yang masuk temui mahasiswa untuk melakukan negosiasi.

“Ini juga karena kami sudah kunci pintu gerbang utama. Karena kami takut, kalau kami buka pintu untuk polisi masuk, berarti anggota ormas juga akan ikut masuk,” katanya.

Mahasiswa tidak mau ada adu fisik antara mahasiswa dengan ormas reaksioner. Sementara untuk kerusakan, untuk sementara yang bisa dilaporkan adalah ada kaca jendela pecah dan hancur karena dilempar oleh masa.

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

Dikutip dari detik.news.com, ratusan warga gabungan berbagai ormas di Surabaya menggeruduk Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan. Massa geram karena Mahasiswa Papua tidak mau memasang Bendera Merah Putih.

Massa sempat saling lempar batu dan mencoba masuk ke dalam asrama untuk mengejar para Mahasiswa Papua. Namun aksi itu berhasil dicegah sejumlah aparat kepolisian yang menjaga ketat di depan pagar asrama.

“Mereka tidak mau pasang bendera. Terus ketika dipasang oleh pihak Muspika bendera di depan, bendera dibuang oleh oknum mereka,” kata salah satu massa Hari Sundoro kepada detikcom, Jumat (16/8/2019).

Masa yang sedang menggeruduk asrama menuntut Mahasiswa Papua yang tidak mau memasang Bendera Merah Putih untuk pergi dari Surabaya.

“Ya jelas kita tersinggung, bendera kita dibuang. Kalau nggak mau pasang jangan tinggal di Indonesia apalagi di Surabaya,” pungkas Hari.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaPenjelasan AMP Terkait Bentrok Antara Mahasiswa Papua dan Ormas Reaksioner
Artikel berikutnyaPelaksanaan Instruksi Bupati Nabire Soal Sampah Dinilai Lemah