Gubernur Papua: Jangan Ajar Kami, NKRI Kami Pertahankan ‘Setengah’ Mati

7
10298

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— “Jangan ajar kami (Papua). Kami pertahankan NKRI di Papua dengan setengah mati (susah). Papua menjaga NKRI dengan keanekaragaman suku. Jadi papua yang selama ini jaga NKRI. Tapi jangan ajarkan kami yang tidak bagus,” tegas Lukas Enembe, gubernur Papua.

Pernyataan tegas ini diungkapkan pada Selasa (20/8/2019) malam dalam acara Sapa Indonesia dengan topik Merajut Damai di Tanah Papua yang dipandu oleh presenter Aiman Wicaksono di Kompas TV.

Enembe menjelaskan, hingga tanggal 20 Agustus, situasi terakhir di Papua, kemarin cukup panas. Ia mengaku telah menerima semua mahasiswa dan masyarakat yang turun jalan di Kota Jayapura pada 19 Agustus lalu menentang persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.

“Mereka (masyarakat dan mahasiswa) sampaikan kalau aspirasi yang disampaikan harus disampaikan ke pusat. Kalau tidak kami akan turun lagi. Itu pernyataan yang dibuat oleh mahasiswa dan masyarakat,” jelas Enembe menjelaskan awal ia menerima aksi masyarakat dan mahasiswa Papua pada Senin pekan ini.

 Namun, ia mengaku situsi di Papua aman meski ada aksi di Wamena, Yahukimo, Nabire, Serui dan Biak pada hari Selasa.

ads

“Mereka baru turun hari tadi (Selasa) karena mereka baru dengar. Aksi mereka itu menyatakan keprihatinan mereka pada insiden yang terjadi di jawa Timur,” ungkapnya.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Enembe mengungkapkan bahwa orang jawa timur itu selalu rasis ke orang papua. Aksi rasisme itu bukan terjadi baru kali ini, tetapi terjadi sejak Persipura main di luar papua. Ia mempertegas, rasisime ini bukan baru pertama kali. Menurutnya, rasisme terhadap orang Papua terjadi sejak zamannya gubernur JP Salosa terhadap orang papua.

“Papua menjaga NKRI dengan keanekaragaman suku. Jadi papua yang selama ini jaga NKRI tapi dengan cara yang diajarkan seperti ini tidak boleh terjadi dan tidak boleh ajarkan kami yang tidak bagus,” tegas Enembe.

Jangan Sederhanakan Masalah

Dalam acara tersebut, Enembe juga menegaskan agar persoalan yang sedang hangat tidak disederhanakan karena persoalan Papua adalah isu yang sensitif.

“Tidak bisa sederhanakan masalah papua. Jangan sederhanakan masalah. Kita rambutnya berbeda. Kulitnya sudah berbeda. Jangan sederhanakan masalah papua. Masalah papua sangat sensitif. Saya kemarin bergabung dengan mereka (masyarakat dan mahasiswa( tidak main-main. Saya menangis. Tidak boleh sederhanakan masalah,” tegasnya.

Gubernur juga menilai pernyataan dari presiden Joko Widodo terkesan kasar dan tidak bisa diterima. Menurutnya, penggunaan kata pace  dan mace biasanya digunakan pada para-para adat.

Baca Juga:  Aksi ASN Pemprov Papua, Gobai: Penempatan Jabatan Perlu Perdasi

“Presiden tidak bicara tegas soal ini. Presiden pake pace dan mace itu bicara di para-para adat. Pace dan amce itu bahasa kasar,” ujarnya.

Enembe mengakui jika informasi untuk demo ke kantor gubernur Papua sudah didapat dan ia sarankan agar demo bisa dilakukan tetapi tidak anarkis dan bisa ke kantor gubernur Papua untuk sampaikan laporannya.

“Sehingga masyarakat dan mahsiswa datang. Saya terima mereka dengan sambutan yang luar biasa. Karena mereka datang dengan bringas.  Lalu saya sampaikan bahwa aspirasi akan saya sampaikan ke pusat. Karena ini (masalah) sudah terjadi, jadi bagaimana kita mau tolak,” katanya.

Gubernur Enembe menyarankan Jusuf Kalla, wakil presiden Indonesia agar memberitahukan warga Makassar agar tidak mengganggu orang Papua. Karena masyarakat Makassar juga banyak yang tinggal di Papua.

“Kasi tau dia (beritahu Jusuf Kalla). Jangan sederhanakan masalah. Kastau juga Ngabalin di situ supaya dia kastau dia punya masyarakat. Mereka (masyarakat) serbu asrama kita (Papua) di Sulawesi Selatan. Untuk gubernur Sulawesi Selatan turun langsung,” tegasnya.

Istana Bicara

Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin dalam kesempatan tersebut mengatakan presiden Jokowi menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas insiden yang terjadi di Surabaya.

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

“Bapak presiden menyampaikan keprihatinan yang mendalam. Tidak pernah anggap masalah ini sepeleh. Ekskalasi seperti itu dan bicarakan masalah papua itu dari dulu sampai sekarang,” ungkapnya.

Menurut Ngabalin, bukan republik Indonesia kalau tidak ada Papua.

“Tidak ada Indonesia kalau tidak ada Papua. Papua itu tonggak dari republik ini (Indonesia),” tegasnya.

 Sebagai anak Papua, kata Ngabali, ia sudah bicara dengan  gubernur dan bicara berkali-kali terkait hal ini.  Tetapi, ia menggaris bawahi, dalam masalah seperti ini dibutuhkan gubernur dan wakil gubernur sebagai representasi pemerintah pusat di daerah, termasuk kapolda dan panglima TNI.

“Apapapun alasannya ini tidak boleh dianggap sepeleh karena ini masalah rasis,” katanya.

Setelah mendengar penjelasan dari Ali Mocthar, gubernur Enembe menegaskan agar Pusat tidak mendikte dan mengajarkan  bagaimana bersikap sebagai warga Negara kepada orang Papua.

“Saya kastau om Mucthar jangan kastau kami. Papua jaga NKRI dengan stengah mati. Kastau (beritau) orang jawa, sumatera dan kalimantan. Jangan seenaknya bicara,” tegasnya.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaBudaya Doktrin Indonesia kepada Orang Papua
Artikel berikutnyaAJI Jayapura: Pemblokiran Internet di Tanah Papua Merupakan Tindakan Melanggar UUD 45