Hidup Bersaudara Itu Tidak Harus Sebangsa dan Setanah Air

2
1599

Oleh: Awikaituma. Jr)*

Orang Asli Papua alias OAP itu lugu dan polos. Tujuannya cuma satu, kebebasan sejati bersama Sang Fajar. Dan itu dinyatakan secara jujur dan terbuka.

Bagi OAP, sekalipun darah bercucuran, kalaupun keluguannya dimanfaatkan orang pintar, biarpun kepolosannya diombang-ambingkan dengan segala rekayasa. Tetapi sampai kapan pun OAP akan selalu bailik ke situ lagi. Berkibar bersama Sang Fajar.

NKRI itu memang penting dan kita jagai bersama, tetapi pertahankan Papua dengan aneka rekayasa itu percuma saja. Itu hanya buang-buang waktu saja. Cepat atau lambat, NKRI akan menjadi negara yang sesungguhnya yaitu Indonesia tanpa Papua. Di situlah titik keseimbangan Indonesia akan tercapai.

Intelijen tidak perlu cari provokator, tidak perlu juga catat dan cari pejuang Papua.  Di sisi lain, OAP juga tidak perlu marah Lenis Kogoya, benci Jokowi atau kecam Wiranto, tidak perlu juga mengancam pedagang non OAP yang ada di atas Tanah Papua. Pada waktunya semua akan indah.

ads
Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Kita hanya ingin Indonesia tidak perlu pasang kekuatan untuk hadapi Papua, juga tak perlu ciptakan konflik horizontal untuk kaburkan soal.  Kalau bisa energi Jakarta itu dipakai untuk redam ekstrimis dan teroris yang ada depan mata, yang mau rubah Indonesia jadi negara fundamentalis. Atau tenaga itu dipakai untuk kemiskinan di Indonesia dan pemindahan ibu kota Jakarta. Daripada susah payah pertahankan Papua.

Jadi sahabat itu tidak harus dalam satu negara. Percuma juga satu negara, tetapi rakyatnya bunuh tentara dan tentara juga tembak rakyatnya. Enam puluh tahun OAP hidup bersama NKRi sudah terbukti

Terbukti bahwa OAP tidak akan bisa hidup dalam pola pikir Melayu. Pembangunan di atas Tanah Papua didesain dengan ala Melayu dan cocok untuk para imigrannya saja.  Pola pikir Melayu tidak bisa dipakai untuk atur hidup OAP yang Melanesia. 1000 tahun juga tidak akan berubah. Itu fakta, bukan hoax dengan tujuan untuk dibeda-bedakan.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Bagi OAP, kebutuhan dasar adalah Kebebasan sejati, kebebasan untuk hormat pada Bintang Fajar, bukan Merah Putih. Kebebasan itu tidak bisa ditukar dengan emas atau kesejahteraan. Dan kesejahteraan itu bukan berupa bangunan fisik atau infrastruktur.

OAP mau hidup dengan polanya. Mau merencanakan dan membangunnya sendiri. Makan atau tidak makan, mau atur hidupnya sendiri. Kita tidak perlu aspal dan beton, tetapi di atasnya bersimbah darah. Moyang kami sudah ribuan tahun hidup aman seadanya di alam ini.

Biar dikatain bodoh, kita mau hidup sendiri. Tidak perlu hidup dengan orang yang merasa pintar, tidak perlu hidup dengan orang-orang yang merasa manusia, sedangkan kita monyet. Kita juga tidak mau jadi duri dalam daging bagi orang lain.

Baca Juga:  Freeport dan Kejahatan Ekosida di Wilayah Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 4)

Kita jangan bikin nanah bagi Indonesia. Biarkan kami, toh kami sedari awal dulu tidak pernah menyatakan mau hidup bersama. Kami tidak bisa pura-pura dalam keterpaksaan hanya karena urusan perut dan jabatan saja.

Kami akan berjuang dengan cara yang baik-baik. Walau dikotori, tetapi Tuhan dan alam jaga kita semua. Kebebasan dan perdamaian itu di atas segalanya. Kebenaran kita bisa saat ini disalahkan, tetapi tak akan bisa dikalahkan.

Kita tetap basaudara, tanpa kita tidak harus sebangsa dan setanah air. Yang terpenting dalam hidup ini, bumi kita hidup damai dan terakhir masuk surga. Ke sanalah tujuan kita hidup manusia.

Awi Jr, Negeri Yali, akhir Agustus 2019

)* Penulis adalah intelektual Papua

Artikel sebelumnyaWiranto Klaim Papua Kondusif, Pengamat: Papua Tidak Kondusif
Artikel berikutnyaSesalkan Insiden Deiyai, DAW Meepago Minta TNI/Polri Ditarik