JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Arif Zulkifli, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo mengatakan, soal kejadian Malang dan Surabaya (tentang rasisme) belum terklarifikasi sehingga orang (Papua) masih marah, karena tidak jelas siapa pelakunya dan belum ada proses hukumnya.
“Deiyai sekarang tidak jelas juga, dimana media asing menyebut 6 orang tewas (masa aksi demonstrasi rasisme), sementara otoritas kita menyebutnya itu hoax. Mana yang benar – tidak bisa kita pegang itu! Kalau wartawan profesional masuk memverifikasi, mengabarkan semua dan dicek, ada press conference disana, maka itu kita bisa tahu apa yang benar. Mana yang benar kan nga. Nah sekarang serba simpang siur ini,” kata Arif dalam acara dialog bertajuk ‘Bagaimana Meredam Bara di Papua’ di studio CNN Indonesia di Jakarta, Sabtu (30/8/2019).
Baca juga: Sutiyoso Sebut KNPB, TPNPB dan ULMPW Ada Dibalik Aksi Anarkis di Papua
Ia mengatakan, pembatasan akses internet maupun akses wartawan di Papua akan menghasilkan kesimpang siuran informasi yang akan muncul di sana, seperti pisau bermata dua. Dilain sisi hoax itu ingin diredam dengan memutus jaringan internet dan wifi, tetapi dilain sisi justru cerita-cerita yang benar diverifikasi di lapangan justru tidak bisa disebarkan, akhirnya semua berada dalam ruang kasa kusuk yang sangat berbahaya.
Dengan kondisi ini, kata Arif, biarpun media ke sana (Deiyai/Papua) tidak bisa bikin brita. Jadi kondisi yang tidak menentu itu akan berakibat buruk, dan yang terjadi apa, adalah perang propaganda. Kita mesti bilang yang mengatakan 6 (meninggal) bisa dituduh propaganda, tetapi yang mengatakan itu hoax juga propaganda.
”Jadi gelap sekali,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, apa yang dilakukan Menkopolhukam kemarin adalah langkah yang baik untuk mendinginkan suasana di Papua dan Papua Barat.
Baca juga: Penyerangan Minggu Pagi ke Asrama Nayak, Begini Kronologisnya
Namun disayangkan kata Usman, dimana pada kesempatan tersebut Menkopolhukam gagal menjelaskan kepada publik informasi detail terkait peristiwa berdarah yang terjadi di Deiyai pada tanggal 28 Agustus 2019 yang masih simpang siur sampai hari ini.
“Terdapat perbedaan data antara kepolisian dan laporan yang kami terima dari masyarakat sipil di Papua terkait jumlah korban jatuh pada saat peristiwa di Deiyai,” kata Usman sebagaimana press release yang diterima suarapapua.com kemarin.
Pewarta: Elisa Sekenyap