Pernyataan Sikap Aliansi Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat  

0
1503
Demonstrasi Aliansi Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat di Yogyakarta. (IST - SP)
adv
loading...

Pernyataan Pers

Lagi, pembungkaman ruang demokrasi terus menerus dilakukan oleh aparat negara Indonesia. Setidaknya sekitar 6 aktivis pro kemerdekaan Bangsa West Papua ditangkap paska mengikuti aksi menolak rasisme dan menuntut Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Bangsa West Papua. Penangkapan pertama dilakukan di asrama mahasiswa Papua, Pondok Cina, Depok pada 31 Agustus 2019. Pada penangkapan pertama di asrama tersebut setidaknya dua mahasiswa di asrama tersebut bernama Charless Kossay dan Anes Tabuni ditangkap. Pada penangkapan kali ini polisi menggunakan pakaian bebas, mendobrak pintu, dan menodongkan senjata api.

Selain itu, polisi yang mendobrak pintu asrama langsung meminta para penghuni yang ada di dalam untuk tiarap dan tidak memperbolehkan mahasiswa untuk bicara. Polisi juga tidak memperbolehkan mahasiswa untuk mengambil gambar dan mengambil secara paksa telepon genggam. Beberapa kawan yang ada di tempat tersebut juga mengatakan bahwa polisi sempat mencekik salah satu mahasiswa ketika dirinya meminta tolong penghuni asrama lainnya. Selain diperintahkan untuk tiarap, kawan-kawan mahasiswa di dalam asrama juga diminta untuk membuka baju. Alasan aparat meminta hal tersebut adalah untuk mencari tato bintang kejora. Salah satu mahasiswa terkena pukul karena peristiwa tersebut. Guna merespon penangkapan tersebut, para mahasiswa merespon dengan
solidaritas aksi diam di depan Polda Metro Jaya pada 31 Agustus 2019. Namun, demokrasi memang tidak diperbolehkan tumbuh di negara penjajah ini. Aparat kepolisian justru menangkap beberapa massa aksi yang melakukan aksi solidaritas.

Baca Juga:  Tiga Warga Sipil Disiksa, Begini Sikap Mahasiswa Puncak se-Jawa dan Bali

Di waktu yang hampir bersamaan, aparat gabungan TNI-Polri bergerak menangkap 3 mahasiswa yang bertempat tinggal di kontrakan mahasiswa Papua asal Kabupaten Nduga di Jakarta. LBH yang merupakan tim penasihat hukum mengungkapkan bahwa aparat tidak memiliki surat penangkapan saat menangkap 3 kawan kami.

Bahkan seorang mahasiswi sempat menjadi korban pemukulan saat ditangkap. Warga yang melihat kejadian penangkapan juga dilarang untuk mengambil foto dan video. Penangkapan keempat dilakukan oleh aparat terhadap juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, Surya Anta. Penangkapan tersebut dilakukan di Plaza Indonesia pada Sabtu malam, sekitar pukul 20:30. Tidak hanya penangkapan yang disertai pemukulan oleh oknum kepolisian terhadap mahasiswa Papua. Polisi juga tidak memperbolehkan mahasiswa mendapat pendampingan hukum.

ads

Hari ini, 4 September 2019, Veronica Koman, seorang aktivis dan pengacara pejuang demokrasi juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur atas tuduhan penyebaran berita bohong, atau dengan jeratan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebuah undang-undang yang terkenal ampuh untuk membungkam orang-orang yang kritis menyuarakan bobroknya pemerintahan borjuis Indonesia.

Di Papua, setidaknya 6000 personil non-organik dikirimkan guna menghadang gerakan-gerakan rakyat yang sudah jengah dengan penindasan terus menerus oleh kolonialisme Indonesia. 27 Agustus lalu aparat menembaki massa aksi yang melakukan aksi di kantor Bupati Deiyai, 8 warga sipil di Deiyai tewas dan 39 lainnya masih dirawat di Rumah Sakit Umum Paniai setelah mendapatkan serangan dari aparat menggunakan tembakan. Sedangkan di Jayapura, rakyat yang hendak pulang dari aksi di kantor gubernur dibenturkan oleh kelompok sipil reaksioner bentukan kolonial Indonesia. Dalam peristiwa tersebut tiga massa aksi meninggal dunia setelah diserang menggunakan senjata tajam.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Sulut Desak Komnas HAM RI Investigasi Kasus Penganiayaan di Puncak

Sedangkan di Indonesia, rezim terus menerus memobilisasi aksi massa bertemakan “NKRI harga mati!” di berbagai kota dan membungkusnya dengan “keberagaman, kita semua bersaudara”, dsb.

Pada konteks ini, Indonesia mencoba menegasikan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang sedang dialami oleh rakyat Papua entah itu di Indonesia atau pun di tanah jajahannya.

Upaya pembungkaman ruang demokrasi sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh aparat negara guna memukul mundur gerakan rakyat untuk hak menentukan nasib sendiri bagi Bangsa West Papua.

Namun, upaya tersebut juga dilakukan terhadap gerakan buruh di Indonesia beberapa hari lalu yang melakukan aksi massa menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan di Jakarta dan sekitarnya.

Di depan DPR, aksi massa dihadapkan pada pemukulan dari aparat, penangkapan, bahkan
ditelanjangi. Selain itu, beberapa jurnalis ikut mendapatkan intimidasi oleh polisi dari Polda Metro Jaya. Hal ini menandakan bahwa demokrasi di bawah rezim yang berkuasa saat ini tidak diizinkan untuk tumbuh subur di tengah rakyat yang terus menerus ditindas oleh kepentingan elit borjuasi.

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

Maka dari itu, kami melihat lawan dari perjuangan gerakan Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Bangsa West Papua adalah sama: militerisme yang di baliknya adalah kepentingan borjuasi nasional dan imperialisme global.

Atas dasar tersebut, kami yang tergabung dalam aliansi Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Rakyat Papua (PRPPB) menuntut:

  1. Hentikan kriminalisasi aktivis pro-demokrasi
  2. Bebaskan 45 orang yang ditangkap di Timika, belasan di Manokwari, dan 6 di Jakarta
  3. Tarik militer organik dan non-organik dari tanah Papua
  4. Buka akses jurnalis independent internasional maupun nasional untuk meliput hal yang berkaitan dengan pelanggaran HAM di Papua maupun Indonesia
  5. Hentikan operasi militer di Puncak Jaya, Nduga, Deiyai, Paniai, dan seluruh wilayah Papua
  6. Hentikan adu domba antara warga sipil berbasis rasialisme
  7. Tangkap, adili aparat dan militer pelaku penembakan di Papua
  8. Buka akses jaringan telekomunikasi dan internet di Papua
  9. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai solusi demokratis bagi Bangsa West Papua
  10. Tolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan
  11. Menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat pro demokrasi, buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan juga minoritas seksual untuk membangun gerakan rakyat tertindas, rebut ruang demokrasi.

Yogyakarta, 4 September 2019

Mari wujudkan Kemerdekaa, Keadilan, dan Kesejahteraan! Merdeka dari KapitalismeNeoliberal! Merdeka untuk Menentukan Nasib Sendiri!
Tolak revisi UUK yang menindas! Lawan Rasisme terhadap West Papua!
Kelas Buruh Indonesia dan Rakyat Papua Bersatulah, Lawan Represi!

Artikel sebelumnyaBenny Giay: Orang Papua Bukan Monyet di Hadapan Tuhan
Artikel berikutnyaKomnas Perempuan: Kembalikan Rasa Aman Bagi Masyarakat Papua