Kepada Gubernur Papua: Soal Aspirasi 61 Tokoh, “Solusi Internasional”

0
1397

Oleh: Yosef Rumasep)*

Syalom Gubernur Papua yang diberkati TUHAN , kewenangan Bapak saat ini memungkinkan untuk menentukan apakah rakyat Bapak terpecah belah atau bersatu. Karena dalam “honai kita” Provinsi Papua, Bapak adalah kepala keluarga baik bagi anak-anak WNI yang pro-NKRI maupun anak-anak yang berjuang bagi Papua Merdeka.

Ada beberapa konteks yang memprihatinkan untuk mendapat perhatian antara lain sebagai berikut:

Pertama, rakyatmu saat demo sudah menyampaikan banyak aspirasi untuk diteruskan kepada pemerintah pusat dan masih menantikan jawaban

Kedua, ada dropping pasukan keamanan dan yang terutama sedang mengincar anak-anakmu yang pro Papua Merdeka.

ads

Ketiga, ada ribuan anak-anakmu di Nduga yang mengungsi dan banyak yang mati dalam pengungsian karena berbagai faktor penyebab. Dan kini anak-anakmu di Korowai mungkin juga akan alami nasib serupa pasca aksi vandalis membubarkan tambang emas ilegal.

Keempat, ada banyak opini yang bertentangan antara Gubernur dan pemerintah pusat yang cerminkan tidak adanya koordinasi, komunikasi atau protokol publikasi keluhan di antara pemerintah pusat dan daerah. Perang kata di media ini membingungkan kami.

Kelima, ada kontroversi opini terhadap berita pertemuan dan aspirasi yang disampaikan oleh 61 tokoh kepada Presiden RI di antaranya tentang usulan pemekaran provinsi dan pembangunan Istana Presiden di Papua.

Keenam, ada ribuan mahasiswa Papua yang kembali ke Papua karena alasan keamanan di kota study mereka di luar Tanah Papua yang memerlukan solusi.

Ketujuh, banyak rakyat yang membutuhkan kelancaran pelayanan publik baik di provinsi, kabupaten, distrik hingga kampung-kampung.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Kedelapan, saya juga membaca berita tentang inisiatif Bapa tentang perlunya solusi internasional model Ache sebagai solusi damai atas masalah Papua.

Gubernur yang diberkati TUHAN, semua permasalahan di atas menurut hemat saya merupakan ujian bagi kepemimpinan Bapak. Baik dalam memimpin anak-anak pro NKRI maupun pro Papua Merdeka. Juga merupakan ujian bagi Bapak sebagai wakil pemerintah pusat yang pada pemilihan Presiden yang lalu telah ikut memenangkan terpilihnya Jokowi dengan 90% suara. Ini ujian bagi kepemimpinan Bapak. Kaki Bapak sebelah ada di rakyat dan sebelah lain sebagai wakil pemerintah pusat.

Oleh karena itu, perkenankan saya memberi usul agar Bapak memiliah semua masalah urgen di atas untuk ditangani dalam dua kategori.

Kategori pertama, adalah kategori masalah urgen yang solusinya perlu secepatnya ada. Kategori kedua adalah masalah-masalah urgen yang solusinya memerlukan proses dan waktu panjang selama 5 tahun masa bhakti Bapak sebagai Gubernur.

Menurut saya, permasalahan kategori pertama yang urgen terutama adalah memperbaiki protokol komunikasi antara Gubernur dan pemerintah pusat agar tampil di publik sebagai satu kesatuan yaitu sebagai pemerintah agar koordinasi dalam mencari solusi pun akan lebih efektif. Masalah urgen yang perlu mendapat solusi pemerintah adalah solusi bagi pengungsi Nduga, jaminan hukum bagi aktivis, solusi bagi mahasiswa, dan pelayanan publik bagi masyarakat luas serta informasi bagi masyarakat mengenai rencana tindak lanjut untuk menjawab aspirasi yang disampaikan dalam demonstrasi beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Masalah urgent kategori kedua adalah menyikapi aspirasi 61 tokoh dan inisiatif mengenai solusi internasional yang sedang Bapak inisiasi.

Terhadap aspirasi 61 tokoh, saran saya adalah agar Bapak mengundang mereka untuk mendengarkan langsung aspirasi yang sudah mereka sampaikan kepada Presiden dan memberi pertimbangan kepada Presiden mengenai semua aspirasi itu dengan kajian akademik yang mempertimbangkan semua aspek. Kalau aspirasi pemekaran provinsi dan pembangunan Istana Presiden di Provinsi Papua tidak Bapak dukung maka sebaiknya dilakukan kajian akademik dan disampaikan sebagai masukan kepada Presiden. Bapak memiliki kewenangan untuk tolak atau terima dan dukung aspirasi itu.

Hal berikut mengenai Perjanjian Model Acheh sebagai solusi. Menurut saya, inisiatif ini cerdas. Bahkan brilian. Inisiatif ini dapat merupakan kompromi atau jalan tengah bagi pihak NKRI yang berpendapat NKRI harga mati, bagi pihak pro NKRI yang memanfaatkan moment demonstrasi rakyat untuk mendorong agenda pemekaran provinsi dan bagi pihak Pro Papua Merdeka yang tuntut referendum. Meskipun demikian, saya mohon ijin untuk berikan saran. Prinsip dasar dari saran ini adalah agar tujuan yang luar biasa baik ini dapat pula dicapai dengan proses yang baik.

Menurut saya, Bapak Gubernur paling pas berdiri di tengah rakyat dengan pemerintah pusat. Gubernur jadi fasilitator atau mediator resolusi konflik. Karena Gubernur meskipun dipilih dari, oleh dan untuk rakyat tetapi juga melekat padanya jabatan sebagai wakil pemerintah pusat.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Kalau Gubernur miring ke rakyat (apalagi rakyat yang berkonflik dengan pemerintah) maka pemerintah pusat akan menjauhi Bapak. Kalau Bapak terlalu mendekat dengan pemerintah pusat maka rakyatmu yang berkonflik akan menjauhimu.

Saat ini, menurut saya, Bapa belum berdiri di titik yang tepat. Sepertinya, menempatkan diri sebagai rakyat dan kurang sebagai wakil pemerintah pusat. Tidak mengherankan jika pemerintah pusat kumpulkan para tokoh pro NKRI dan berdialog.

Tapi langkah pemerintah pusat ini saya yakin tidak bisa selesaikan konflik. Sebab yang berkonflik bukan kelompok pro NKRI dengan pemerintah pusat. Ke-61 tokoh itu tidak mewakili para pihak yang berkonflik dengan pemerintah. Mereka bukan wakil kelompok pro Papua Merdeka.

Dialog mereka dengan Jakarta murni soal pembangunan. Pada hal LIPI menyatakan bahwa akar masalah Papua ada 4 (empat) yaitu distorsi sejarah integrasi, masalah pelanggaran HAM, marjinalisasi orang Papua di tanah sendiri (kini bertambah lagi dengan masalah rasisme dan diskriminasi) dan ketertinggalan dalam pembangunan. Solusi bagi tiga akar masalah pertama belum ada. Semua masih bahas soal pembangunan.

Pada konteks itu, Bapa Gubernur sebaiknya berperan sebagai fasilitator untuk memediasi para pihak yang berkonflik.

Pada posisi sebagai fasilitator, Bapak bisa memediasi dialog untuk membahas semua aspirasi termasuk aspirasi tentang penyelesaian 4 akar masalah melalui Perundingan Antara Indonesia – ULMWP seperti Indonesia – GAM yang hasilkan Perjanjian Helsinki.

)* Penulis adalah pemuda kampung. Tinggal di Biak. 

Artikel sebelumnyaMahasiswa Papua di Jogja Galang Dana untuk Kalimantan dan Sumatera
Artikel berikutnyaLP3BH Manokwari: Kasus Dugaan Pembakaran Bendera MP Agar Segera Hadirkan Saksi Lain