JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Aksi demonstrasi dan yang sebagian kemudian berujung pada tindakan kekerasan, kerusuhan yang terjadi di sebagian wilayah Papua (Jayapura, Wamena, Oksibil dan lainnya) telah menyebabkan korban dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari warga sipil, aparat keamanan dan juga para jurnalis yang meliput di lapangan.
Peristiwa Wamena pada Senin 23 September 2019 mengakibatkan tragedi kemanusiaan dengan korban jiwa meninggal 33 orang (Kamis/26/9), sebanyak 76 orang mengalami luka-luka serta ribuan orang mengungsi dan dievakuasi ke Jayapura.
Baca juga: BEM STFT Minta Aparat Hentikan Pendekatan Militer Terhadap Mahasiswa Eksodus
Data kerugian lainnya, ratusan kendaraan terbakar, dan ratusan ruko dan rumah turut hangus terbakar. Aktivitas warga saat ini belum benar-benar pulih.
“Kita semua berduka dan mengutuk perbuatan tidak berprikemanusiaan itu. Kita berharap pemerintah daerah untuk memulihkan kondisi Wamena, aparat keamanan dapat menjaga, melindungi seluruh masyarakat di Kabupaten Jayawijaya, agar masyarakat dapat beraktivitas kembali dalam kondisi yang aman,” kata Lucky Ireuw, Ketua AJI Kota Jayapura melalui release yang diterima redaksi suarapapua.com, Sabtu (29/9/2019).
Dengan kondisi ini, AJI Kota Jayapura menghimbau pada rekan-rekan jurnalis yang berada di lapangan untuk menjaga diri dan berhati-hati dalam melakukan penulisan berita. Termasuk jurnalis diharapkan menerapkan jurnalisme damai, dengan memilih narasi yang tepat untuk menyikapi konflik di Wamena.
Baca juga: Amnesty: Insiden Wamena, Satu Hari Paling Berdarah dalam 20 tahun Terakhir
Lucky menjelaskan sebagaimana Kode Etik Jurnalistik Pasal 8, “ Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani”.
Dengan demikian, AJI Kota Jayapura Menyatakan Sikap:
- Menghimbau jurnalis dan media untuk mengedepankan prinsip jurnalisme damai yang tetap mengedepankan fakta.
- Tidak membuat berita yang mengandung SARA yang bisa berpotensi menimbulkan konflik susulan dan memilih narasi dalam pemberitaan yang mendamaikan, berimbang, dan terverifikasi dengan baik, sesuai kode etik jurnalistik.
- Tidak menulis berdasar prasangka atau diskriminasi antara penduduk lokal dengan pendatang.
- Tidak menampilkan foto atau video yang mengandung unsur sadisme, termasuk tidak mempublikasi anak-anak korban kekerasan.
- Meminta pemerintah setempat serta aparat keamanan untuk pro aktif menyebarkan perdamaian dengan melibatkan para tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama, terutama dalam menenangkan warga agar tidak terprovokasi atau termakan hasutan yang dapat menimbulkan kekhawatiran, ketakutan dan atau memunculkan konflik baru.
- Meminta pemerintah untuk membuka akses informasi di Wamena dan terus menginformasikan kondisi terkini, agar informasi bohong atau hoax tidak berkembang, yang justru akan memperkeruh suasana.
- Menghimbau kepada aparat keamanan, pemerintah, dan masyarakat tidak mengintimidasi, dikriminasi atau menghalagi kerja-kerja jurnalis dalam melakukan liputan di lapangan.
Pewarta: Elisa Sekenyap