Persatuan Kita dan Perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat

3
1567

Oleh: Jefry Wenda)*

“Persatuan itu relatif maka perjuangan itu mutlak”, demikian ungkapan Pace Botak, Pemimpin revolusi Bolshevik, Paman V. I Lenin.

Tidak terlepas dari sejarah perjuangan pembebasan nasional bangsa tertindas di  seluruh dunia dalam menghadapi dominasi negara-negara Imperialisme dan kolonialisme yang hegemonik. Begitu juga perjuangan pembebasan nasional Papua Barat (West Papua) saat ini, yang telah, sedang dan masih terus berjuang membebaskan dirinya dari  cengkraman penindasan dan penghisapan oleh negara-negara Imperialisme dan majikan–setianya, kolonialisme Indonesia.

Dari sekian banyak gerakan pembebasan nasional di seluruh dunia, salah satu gerakan perlawanan rakyat yang telah bebas dari penjajahan yang letaknya secara geografis mendekati wilayah Papua Barat ialah, gerakan perjuangan pembebasan rakyat Timur–Leste (Maubere) saat itu. Perjuangan Rakyat yang heroik ketika menghadapi musuh sejatinya kolonialisme Indonesia.

Selain itu, diluar dari Asia, perjuangan pembebasan nasional melawan dominasi Imperialisme di Afrika Selatan dan juga di Amerika Latin dengan cita-cita membangun Sosialisme, masyarakat tanpa kelas, seperti; Revolusi Cuba dipimpin oleh Fidel Castro dan Ernesto Che Guevara yang akhirnya berhasil menjatuhkan rezim dikatator Batista, Hogu Caves Fiere yang terinspirasi oleh Simon Bolivar dan juga didorong kuat oleh kawan dekatnya Fidel Castro sehingga berhasil mengambil alih kekuasaan melalui kudeta Militer. Dan masih banyak lagi perjuangan pembebasan nasional maupun perjuangan untuk mewujudkan sosialisme hingga saat ini sedang berlangsung di berbagai negeri, yang tentu saja masih relevan untuk di jadikan referensi bagi gerakan perjuangan pembebasan nasional Papua Barat hari ini.

ads

Kemenangan-kemenangan revolusi di berbagai negeri jajahan dalam menumbangkan kekuasaan kolonialisme dan tuanya Imperialisme selalu saja membutuhkan yang namanya “persatuan nasional”. Itulah kunci utama dari sebuah gerakan pembebasan nasional.

Baca Juga:  LME Digugat Ke Pengadilan Tinggi Inggris Karena Memperdagangkan 'Logam Kotor' Dari Grasberg

Berbagai macam gerakan perlawanan rakyat Papua Barat sejak awal tahun 60an hingga saat ini, telah kita lalui, banyak memberikan pelajaran penting bagi perjuangan pembebasan nasional dalam mengusir penjajah–Indonesia dari bumi tercinta kita, tanah air Papua Barat. Gejolak perlawanan rakyat yang tiada pernah berhenti, baik perjuangan bersenjata, aksi massa dan diplomasi. Dan dalam dinamika pasang naik dan surut perjuangan pembebasan nasional tidak ada motif lain, selain perjuangan melawan musuh bersama rakyat Papua Barat yaitu kolonialisme dan imperialisme.

Masih dalam ingatan sejarah, setelah tebukanya pipa keran Demokrasi di indonesia saat setelah di tumbangkan rezim diktator Soerharto pasca 1998, telah memberikan wajah baru bagi demokrasi di Indonesia dalam hal kebebasan berekspresi atau penyampaian pendapat secara terbuka, baik bagi rakyat Indonesia secara umum dan khusus rakyat Papua Barat.

Di tegah perubahan perbaikan akan Demokrasi di Indonesia, degan terakumulasinya—kesadaran rakyat Papua Barat untuk menentukan  status Politik sebagai sebuah bangsa yang merdeka, kemudian dikonsolidasikan dalam persatuan nasional melalui Musyawarah Besar (Mubes) pada tahun 2000, sebagai langkah strategis guna mempersiapkan kogres II 2000 melalui kendaraan politik, Persidium Dewan Papua (PDP), yang  dipimpin oleh Theys Hiyo Eluay sebagai Pemimpin Gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat.

Tentu saja, konsolidasi tersebut merupakan konsolidasi bersejarah bagi gerakan rakyat Papua Barat, yang pertama muncul berdasarkan kesadaran rakyat yang menginginkan kejelasan atas status politiknya sebagai sebuah Bangsa yang “merdeka” dari penjajah indonesia. Namun sayang, gerakan tersebut tidak bertahan lama, ketika Theys Hiyo Eluay di dibunuh oleh Militer (kopasus), akibat dari ketakutan kolonialisme Indonesia akan gerakan perjuangan pembebasan nasional yang semakin kuat dan nampak saat itu.

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Kemudian, pada tahun 2014, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dibentuk di Vanuatu, sebagai wadah persatuan nasional. ULMWP yang dibentuk mewakili tiga faksi perjuangan WPNCL, NRFPB dan PNWP. Tidak bisa kita dipungkiri lagi bahwa hadirnya ULMWP sebagai wadah persatuan yang di bentuk merupakan desakan atau tuntutan negara-negara  Pasifik di Melanesian Sperhead Group (MSG), sesuai tujuan dibentuknya, guna menjadi salah satu anggota MSG. Artinya, jelas bahwa terbentuknya ULMWP di Vanuatu menjadi sebuah wadah persatuan yang tidak berdasarkan pada kebutuhan (situasi objektif) di tanah air, juga dilakukan tanpa didahului konsolidasi-konsolidasi secara matang. Hal ini akan nampak ketika persaingan diantara kelompok tua, yang ambigu dan keras kepala terus mengkampanyekan ide-ide mereka tanpa menempatkan strategi-taktik (stratak) yang tempat, dan tidak bertolak dari situasi objektif penindasan dan penghisapan yang dihadapi rakyat Papua Barat. Akibatnya, muncul perbedaan pandangan dintara faksi yang semakin tajam sehingga menimbulkan perpecahan yang sangat fatal di internal ULMWP itu sendiri.

Melihat akan dinamika perjuangan dan persatuan yang cacat tersebut maka, pertanyaan—penting yang harus dijawab oleh semua komponen gerakan perjuangan pembebasan nasional Papua Barat hari ini adalah; Apa yang menjadi titik tolak dari persatuan kita? Apa tujuan dari persatuan kita atau untuk apa kita bersatu? Dan bagaimana persatuan itu diperkuat dengan menerima berbagai macam pandangan yang berbeda dari faksi/komponen gerakan dan individu dalam gerakan perjuangan? Singkatnya, persatuan seperti apa yang dibutuhkan hari ini? Tanpa menjawab pertanyaan ini, kita tidak akan mampu mengetahui siapa musuh sejati kita, kekuatan dan kelemahan, kekurangan dan kelebihan, dan tentu saja kita akan sulit menempatkan  straktak dan Programatik bersama sebagai acuan gerakan perjuangan pembebasan nasional.

Baca Juga:  Peringati Hari Pers Nasional, Pegiat Literasi dan Jurnalis PBD Gelar Deklarasi Pemilu Damai

Sudah tentu persatuan yang ideal yang harus dibagun adalah persatuan yang demokratik, kerakyatan dan progresif. Persatuan yang demokratik; persatuan yang menghargai kebebasan berekspresi (bebas berpropaganda)–kebebasan bagi setiap kelompok atau setiap faksi organisasi didalam persatuan itu sendiri untuk mencerminkan ekspresi politiknya, persatuan yang bisa saling berdebat secara ilmiah degan menyampaikan, atau megutarakan pikirannya yang matang dan dewasa. Persatuan yang progresif; persatuan yang tidak memandang latar belakang, suku, ras, agama, etnis, dan persatuan yang tidak memandang kepentingan satu kelompok semata karena keras kepala. Persatuan kerakyatan; persatuan yang mementingkan kepentingan rakyat, dengan melibatkan rakyat Papua Barat, mendorong rakyat turut aktif berpartisipasi dalam perjuangan pembebasan nasional, dan persatuan yang sadar akan musuh sejati rakyat papua barat yaitu; kolonialisme dan imperialisme sebagai musuh sejati rakyat.

Adalah sebuah hukum sejarah bahwa perjuangan melawan penindasan dan penghisapan karena kehadiran kolonialis Indonesia maupun penindasan dalam bentuk lain yakni eksploitasi karena Imperialisme. Kedua, sistem penindasan tersebut harus dihadapi secara sistematis pula melalui pengalaman berjuang secara kolektif, pengalaman aksi secara kolektif dan degan programatik yang tepat, maka niscaya kemenangan itu akan terwujud.

Sehingga, menjadi kebutuhan yang mendesak! Hari ini adalah, mendorong semua komponen gerakan di tanah air Papua Barat baik pemuda–mahasiswa, masyarakat adat, perempuan, buruh, non-papua/(amber), komititas teologia; kristen, kristen-katolik, islam, dan secara umum Rakyat Papua Barat yang menganggap dirinya bagian dari bangsa Papua Barat, untuk bersatu dan bersama bersama membangun persatuan nasional sebagai kekuatan penggerak revolusi Papua Barat.

)* Penulis adalah aktivis Aliansi Mahasiswa Papua

Artikel sebelumnyaUmat Keuskupan Timika Sambut Meriah Tahbisan Lima Imam dan Dua Diakon
Artikel berikutnyaKemalangan Papua, Solusi: Demiliterisasi dan Referendum