Peran Besar Perempuan dalam Gerakan Pembebasan Bangsa Papua

0
1912

Oleh: Musa Pekei)*

Perempuan pada hakikatnya adalah penemu pertama kali di bidang agrarian di dunia, dimana pertama kali perempuan menemukan yang namanya kebun, mulai garap serta tanam tanaman umbi dan sayur yang pada akhirnya akan memberi nafkah kepada anak-anak dan keluarga. Pada masa komunal, perempuan dan laki-laki punya tugasnya masing-masing. Perempuan bekerja meramu, bercocok tanam, sementara laki-laki berburu dan meramu di hutan.

Terjadi perubahan di masa modern ini dengan berkembangnya paham kapitalisme, perempuan bahkan dijadikan sebagai barang dagangan yang akan dipekerjakan sebagai pramuria dan pekerja rumah tangga dengan bayaran upah yang relatif murah.

Kemudian, memasuki perang dingin di era 1980-an di Amerika, para profesor mulai membuat kajian-kajian studi sosial tentang persoalan perempuan (Feminism studies). Menurut Rebecca Grant, teori feminis telah berkembang bersamaan dengan teori Hubungan Internasional pada abad 20 sejak berakhirnya Perang Dunia I dan khususnya sejak adanya gerakan untuk menuntut hak pilih bagi perempuan di Inggris dan di Amerika Serikat (Burchill & Linklater, 1996: 283).

Perempuan Papua itu unik dan alami yang harus diproteksi dan dipertahankan oleh kaum adam. Bukan saja dipertahankan, tetapi mendukung dan memotivasi mereka supaya mereka maju sama dengan perempuan lain di dunia. Saya rasa perempuan Papua sudah hebat[1], tinggal dukungan saja!.

ads

Bagaimana dengan peran perempuan dalam pembebasan Papua?

Perempuan Papua dilihat berdasarkan wilayah ada 7 wilayah adat dan jumlah suku ada sekitar 250 suku di Tanah Papua, di dalam ada laki-laki dan perempuan. Nah, bagaimana nasib perempuan dari 250-an suku di Papua? Seberapa persentasi kontribusi perempuan dari zaman komunal, masa agama masuk, zaman Belanda, hingga zaman Indonesia?

Pada zaman komunal[2], perempuan Papua dan laki-laki Papua hanya hidup berdasarkan pembagian tugas; perempuan berkebun, jahit noken, menyiapkan makanan, mengandung dan melahirkan. Sementara laki-laki hanya bekerja berburu/nelayan atau kerja berat misalnya buat pagar, cincang pagar, dan lain-lain.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Setelah agama masuk di Papua, orang mulai mengenal baca dan tulis, memahami Injil Tuhan dan orang Papua mulai bisa pakai pakaian, sepatu dan alat-alat modern lain. Sesudah Belanda masuk Papua, orang Papua baik perempuan maupun laki-laki mulai mengenal lebih mendalam tentang pendidikan dan tahu bagaimana buat rumah motif modern, menjahit, menjadi polisi, dan lain-lain.

Suatu waktu saya pernah nonton film sejarah Papua zaman Belanda di Papua, banyak perempuan Papua yang bisa menjahit, bisa merawat orang sakit ala modern. Kemudian ada yang menjadi ibu guru. Tentu ini menunjukan perempuan Papua juga hebat sama dengan perempaun lain di negara lain.

Kita sebagai adam tidak boleh melihat perempuan sebelah mata sama seperti masa komunal, mungkin di masa komunal masih bagus, tetapi lebih parah lagi situasi saat ini kaum adam memandang perempuan Papua itu lemah dan dianggap kecil, padahal sungguh saya kagumi perempuan Papua, mereka itu hebat, kecintaan, kasih mereka tulus dan mendalam.

Kecintaan perempuan Papua tentu berbeda dengan perempuan lain di dunia. Kasih perempuan Papua sungguh luar biasa!

Saya tidak bisa berbicara banyak karena saya tahu perempuan itu hebat. Buktinya, banyak perempuan Papua yang terkenal di dunia politik dan birokrasi seperti dibeberkan dalam ariellapapua.wordpress.com[3]: Prof. Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Kabinet Kerja 2014-2019, Dr. Fransina Yoteni, perempuan Papua pertama yang menjabat sebagai Anggota Dewan Gereja Sedunia (ada 3 orang dari Indonesia).

Almarhumah Olga Helena Hamadi, pengacara perempuan Papua yang berdedikasi tinggi terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua. Semangatnya bahkan diakui dan dihargai oleh internasional. Mei 2013, ia mendapat pengakuan khusus ‘Lawyers for Lawyer Award’ untuk pengacara HAM di Amsterdam, Belanda.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Corry Kayame, pilot pertama perempuan Papua. Yakoba Womsiwor, kelahiran 22 April 1979 merupakan perempuan yang multi talented. Ia yang pertama kali merintis dibukanya Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Cenderawasih (Uncen).

Juga, Mama Yosepha Alomang, perempuan Papua yang selalu lantang membela kemanusiaan di Tanah Papua.

Banyak perempuan Papua yang sudah berjasa baik di politik maupun segala bidang. Tetapi, yang menjadi kendala adalah sering laki-laki Papua tidak menganggap perempuan Papua itu hebat atau luar biasa, masih dianggap sebelah mata.

Nah, pertanyaannya: apakah laki-laki Papua sudah mensuport perempuan dalam pembebasan Papua?

  1. Suport perempuan Papua sangat penting. Kuncinya dukung dia sampai menemukan kepercayaan diri yang seutuhnya dan dia bisa muncul di permukaan publik. Jangan memandang sebelah mata, tetapi tetap mendukung apapua niat baik terkait dengan kontribusi Papua, ko sebagai laki-laki Papua harus melindungi dia dan jaga dan dukung dia dalam segala aktivitas supaya ada efek dalam gerak pembebasan Papua.
  2. Jika ada perempuan Papua punya ide yang bagus dia usulkan buat kegiatan kreativitas untuk pembebasan berarti ko sebagai laki-laki harus mendukung. Ko mendukung, tetapi ingat jangan ganggu dia, keterlaluan batas, sebab perempuan dia tidak bisa berkata-kata, tetapi hanya diam. Diam karena dia tahu persoalannnya, maka laki-laki peka dengan perasaan perempuan. Tetap beri dia suport agar semakin banyak kader perempuan dalam gerakan pembebasan Papua.
  3. Kalau sudah ada dukungan oleh laki-laki berarti, jangan lupa juga pengembangan diri perempuan Papua itu sangat membutuhkan misalnya membaca buku, menulis, diskusi, orasi dan buat kegiatan kreativitas ketrampilan misalnnya, jahit noken, gelang, dan lain-lain. Dengan belajar banyak, perempuan bisa menjadi pintar dan ketika perempuan punya anak pasti anak lebih pintar seperti itu, sebab sesuai dengan penelitian menunjukan bahwa kepintaran anak lebih pada ibunya 60%. Bila perlu perempuan jadi pemandu dalam buat kreativitas gelang kepada laki-laki Papua supaya laki-laki Papua juga bisa menjahit, masak, buat gelang, dan lain sebagainya. Di situ akan terlihat kesetaraan gender antar laki-laki sama perempuan dalam organ pembebasan.
  4. Buat edukasi bersama tentang bentuk-bentuk kekerasan perempuan secara umum dengan laki-laki Papua secara bersama biar kita tahu.
Baca Juga:  Pemerintah Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

Rekomendasi untuk perempuan Papua dalam pembebasan Papua

  1. Peran yang lebih kuat ada di tangan laki-laki, kalau laki-laki tidak memberikan kebebasan berarti sama saja membunuh mental dan daya pikir perempuan Papua untuk maju.
  2. Zaman sudah berubah sekarang saatnya kaum laki-laki Papua seharusnya menghargai perempuan Papua, karena perempuan juga sudah bersekolah tinggi, sudah tahu baca tulis, sampai jenjang S1, S2, S3. Hal ini menunjukan perempuan sudah sama secara pendidikan, politik pun sudah sedikit sedikit sama dengan kaum laki-laki Papua.
  3. Berikan kebebasan menjadi korlap dalam aksi atau wakorlap biar mereka juga belajar berorasi, sesekali kasih tugas untuk menjadi notulen atau moderator dalam diskusi persoalan Papua umumnya.
  4. Memfasilitasi mereka ruang untuk tetap mendorong isu gender, feminsme dan patriarki agar mereka lebih percaya dari dan saling mendukung sesama perempuan Papua dan maju bersama.
  5. Tidak boleh ada pemikiran liberal dan buntuisme laki-laki Papua dalam gerakan pembebasan agar tidak terpecah belah dalam organ antara perempuan dan laki-laki.

)* Penulis adalah mahasiswa Papua di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), aktif di Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang, Jawa Timur.

Referensi:

[1]http://www.dihaimoma.com/2017/01/5-poin-kelebihan-perempuan-papua-yang.html, diakses 10 Januari 2017.

[2]http://ansel-net.blogspot.co.id/2017/01/perempuan-papua-dalam-beberapa.html, diakses 10 Januari 2017.

[3]https://ariellapapua.wordpress.com/2017/04/21/5-perempuan-papua-hebat-yang-layak-disebut-kartini-papua/, diakses pada 21 April 2017.

Artikel sebelumnya2000 Mahasiswa Yahukimo Sudah Pulang ke Papua
Artikel berikutnyaBupati Yahukimo Pastikan Empat Program Ini Tahun Depan