Sudah 38 Tahun SMP YPPK Bintang Timur Hadir di Pegunungan Bintang

0
1809

Oleh: Fransiskus Kasipmabin)*

SABTU, 5 Oktober 2019, Sekolah Menengah Pertama (SMP) YPPK Bintang Timur Mabilabol Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, genap 38 tahun hadir di Tanah Aplim Apom. Hari jadinya sekolah ini dirayakan dalam Misa Syukur di aula SMA YPPK Bintang Timur Oksibil.

Ini momentum yang pertama kali, sebab selama 37 tahun tidak dirayakan ulang tahun sekolah. Hal tersebut diketahui setelah dibuka kembali dokumen-dokumen sejarah berdirinya SMP Katolik ini oleh Suster Grachia, KSFL, kepala sekolah yang keenam di sekolah itu.

Pada perayaan ulang tahun SMP YPPK Bintang Timur, kepala sekolah mengundang sejumlah tamu dan undangan serta para alumni untuk hadir mengikuti Misa.

Sekolah Katolik yang diresmikan pada tahun 1981 itu berhasil mencerdaskan anak-anak dari Pegunungan Bintang menerangi bumi Aplim Apom. Misi memanusiakan manusia lain merupakan roh pendidikan Katolik di wilayah Pegunungan Bintang.

ads

Hal ini dikemukakan Pastor Carolus Kune Boruk, Pr, direktur Yayasan Pendidikan dan Persekolah Katolik (YPPK) Dekenat Pegunungan Bintang saat menyampaikan sambutannya usai acara misa syukur.

“Sekolah Katolik tetap berpedoman pada misi memanusiakan manusia lain dan mengikuti gerak zaman. SMP YPPK Bintang Timur hadir untuk memanusiakan manusia Ngalum, Murop, Kupel, Kambom,” ujarnya.

Pastor Carolus mengingatkan sekolah mampu mengikuti gerak zaman dan siap mencerdaskan anak-anak Pegunungan Bintang demi menjawab tantangan globalisasi saat ini.

“Momentum 38 tahun sekolah Katolik hadir ini, mengikuti kurikulum nasional, tetapi harus ada otonomi sekolah. Sekolah punya gaya mengajar tersendiri, sehingga mampu menyiapkan anak didik memiliki karakter dan moralnya bagus,” kata Pastor Carolus.

Sekilas Sejarah

Sr. Grachia mengatakan, momentum HUT berdirinya sekolah ini diadakan sesuai data berdirinya sekolah yakni tanggal 5 Oktober yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Perayaan ini kami buat bukan semata keinginan kami, tetapi berdasarkan surat keputusan yang saya lihat ketika saya merapikan dokumen sekolah kami, dan ternyata tanggal 5 Oktober merupakan hari yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari berdirinya SMP YPPK Bintang Timur,” tuturnya.

Sebelum disahkan pemerintah, kata dia, sekolah ini sudah didirikan sejak tahun 60-an.

“SMP YPPK Bintang Timur diakui sebagai salah satu sekolah yayasan oleh pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1981 di Jayawijaya,” kata Suster Grachia.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Selain SMP, semenjak tahun 1959 dibuka pula beberapa lembaga pendidikan mulai tingkat TK, SD bahkan SMA.

Kehadiran sekolah tersebut hendak menjawab misi yang diusung bersamaan hadirnya Gereja Katolik di tanah Aplim Apom yang kini dikenal dengan nama Pegunungan Bintang. Misi luhur dari sekolah melalui kegiatan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan penting yang harus dipenuhi setiap orang. Sebab hanya dengan pendidikan, setiap orang dapat merubah sesuatu, memanusiakan manusia, mencerdaskan manusia, memutus mata rantai kebodohan dan meretas jalan merubah dunia.

Misi Katolik dan Karya Awal

Majalah Alwem edisi perdana tahun 2009 mengulas jejak para peletak dasar pendidikan di tanah Aplim Apom. Diakui bahwa hingga kini tak banyak yang mengetahui dengan benar cikal bakal lahirnya lembaga pendidikan dan institusi yang menjadi pionir bidang pendidikan di tanah Aplim Apom.

Banyak pihak yang datang dan pergi dari wilayah Aplim Apom, baik pribadi maupun kelompok bahkan institusi. Dari sekian banyak stakeholders itu, masih ada pihak yang memiliki hati untuk membuka mata dan cakrawala berpikir orang setempat. Salah satu pihak yang memiliki jasa besar dalam karya kemanusiaan di bidang pendidikan adalah YPPK Papua.

Diulas dalam edisi perdana Majalah Alwem cikal bakal gereja Katolik dan karya pendidikan di tanah Aplim Apom. Gereja Katolik dimana pun di dunia, seperti sudah menjadi kodrat bahwa karya kemanusiaan yang utama dan terutama adalah memanusiakan manusia lewat karya kemanusiaan di bidang pendidikan dan kesehatan, selain menyebarkan kabar keselamatan dari Yesus Kristus.

Sejak Gereja Katolik masuk di daerah Oksibil sekitar tahun 1958, para Pastor menjadi guru perdana bagi masyarakat setempat. Selanjutnya, para Katekis (Guru Agama Katolik, petugas awam Katolik) dari daerah Muyu, Kokonao, dan Paniai, didatangkan ikut membantu karya para Pastor.

Lantaran semakin meningkatnya jumlah siswa dan kebutuhan tenaga pengajar, maka Pastor memohon bantuan Suster untuk membantunya. Suster-suster yang dimintai membantu karya dan tugas pastoral adalah Kongregasi Suster-suster Fransiskanes Santa Lusia (KSFL).

Sudah menjadi tradisi Gereja Katolik di manapun, selain memberitakan Injil, kabar keselamatan (Spiritualitas Katolik) para biarawan-biarawati membawa atau menyelipkan karya kemanusiaan lain yang lebih konkret dari pada iman Katolik itu sendiri. Pendidikan dan kesehatan. Dua bidang ini senantiasa menjadi pengejawantahan yang jelas dari karya kemanusiaan Katolik.

Baca Juga:  Hilirisasi Industri di Indonesia: Untung atau Buntung bagi Papua?

Karya di bidang pendidikan itulah karya-karya misi ini berlangsung hingga kini dan akan terus berlangsung.

Suster-suster Kongregasi KSFL hadir di Oksibil yang pertama berasal dari Belanda pada tahun 1970. Lambat laun suster-suster pribumi menggantikan mereka.

Mendirikan Lembaga Pendidikan

Ketika misi pendidikan diemban di tanah Aplim Apom, awalnya dibuka sekolah tingkat SD. SD YPPK Mabilabol (kini SD Santo Vincensius Mabilabol) merupakan lembaga pendidikan pertama yang didirikan oleh para Pastor pada tahun 1959.

Para Suster hadir di Oksibil setelah SD ini dibangun. Tenaga guru yang diserahi tugas atau lebih tepatnya diminta mengajar adalah para lulusan Sekolah Guru Bawah (SGB) zaman Belanda. Mereka berasal dari Muyu, Kokonao, dan Paniai.

Beberapa tahun kemudian barulah Suster dari Kongregasi KSFL hadir. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan pendidikan makin meningkat dan murid pun bertambah. Maka, terbersit ide bahwa pelayanan pendidikan mesti menjangkau setiap orang. Apalagi jangkauan pelayanan yang sulit karena jarak dan kondisi geografis yang susah, maka dibuka lagi SD di beberapa basis.

Setelah SD YPPK Mabilabol, dibuka SD YPPK Abmisibil dan SD YPPK Okbetel di kecamatan Okbibab tahun 1960. Di daerah Oksibil dibuka lagi SD YPPK Kukding pada tahun 1962, dan SD YPPK Yapimakot tahun 1974.

Kebutuhan akan sekolah lanjutan bernapaskan iman Katolik tak dapat dibendung lagi.

Mengingat kemampuan ekonomi orang tua yang memprihatinkan bila anak sekolah ke luar daerah, maka para suster KSFL membuka sekolah menengah pertama di Oksibil dengan nama SMP YPPK Bintang Timur Mabilabol pada tahun 1981. Ternyata ini merupakan sekolah menengah perdana di wilayah ini, sebab pemerintah belum membuka SMP di tiga wilayah distrik saat itu. SMP Negeri I Oksibil didirikan beberapa tahun kemudian.

Wujud kepedulian Gereja Katolik lewat KSFL tak berhenti sampai di tingkat itu. Di sela-sela kesibukannya mengelola dan mengemban kedua jenjang tadi, masih dibuka lagi pendidikan tingkat TK di Oksibil dengan nama TK Santa Lusia. TK ini didirikan tahun 1992.

Baca Juga:  Kegagalan DPRD Pegunungan Bintang Dalam Menghasilkan Peraturan Daerah

Pada tahun yang sama, mereka juga membuka TK Bintang Timur Abmisibil. Ini menjadi salah satu bukti bagaimana lembaga keagamaan lebih peka dan prihatin atas manusia lainnya meski dari sisi finansial kecil jika dibandingkan keprihatinan pemerintah atau negara terhadap rakyatnya padahal didukung dana besar.

Setelah 53 tahun lebih berkarya di tanah Aplim Apom, tahun 2012 misi kemanusiaan Gereja Katolik melalui karya kasih Kongregasi KSFL kembali melakukan gebrakan baru yakni membuka jenjang menengah atas dengan nama SMA YPPK Bintang Timur Mabilabol.

SMA yang digabung dalam satu komplek dengan SMP YPPK Bintang Timur itu telah dipersiapkan lama.

“Karya-karya pendidikan yang diemban oleh Kongregrasi KSFL bertujuan untuk mendidik orang-orang Aplim Apom menjadi orang yang berguna, berwawasan global, membentuk jiwa serta karakter yang bagus demi masyarakat dan daerah ini,” kata Sr. Rosalina Saklil, KSFl, pada pertengahan 2009 ketika diwawancarai Majalah Alwem.

Suster Rosalina mengungkapkan bahwa dalam proses pendidikan, beberapa aspek diperhatikan bersamaan bagi peserta didik.

“Kami tidak hanya menuntut anak mendapatkan nilai bagus, tetapi kepribadian anaknya kami bentuk bernapaskan iman Katolik,” ujar Saklil.

Tenaga Pengajar

Pendirian sebuah lembaga pendidikan apa pun jenjangnya, tentu saja tenaga pengajar amat dibutuhkan untuk menjalankan proses belajar mengajar. Sekolah-sekolah yang dibuka itu membutuhkan guru.

Tak dapat dibayangkan sama sekali, kota di pedalaman Papua seperti Oksibil dan Abmisibil dapat menyelenggarakan pendidikan dengan tenaga pengajar yang amat terbatas. Tenaga itu pun hanya tamatan SGB. Guru yang diminta bantuannya bagi tingkat SMP pun masih guru-guru tamatan Sekolah Guru Atas (SGA) atau setara SMA.

Lambat laun tenaga pengajar digantikan oleh guru tamatan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) bagi tingkat SD.

Pada tahun 1990-an, tenaga pengajar SMP masih mengharapkan tamatan Diploma III dan hanya beberapa dari tingkat sarjana penuh. Dan, hingga tahun 2019, tercatat 28 guru mengajar di SMP YPPK Bintang Timur.

)* Penulis adalah pegiat literasi dan pendidikan di kabupaten Pegunungan Bintang

Artikel sebelumnyaPolisi PNG Mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan Peter O’Neill
Artikel berikutnyaPengadilan Kaledonia Baru Menolak Permintaan Ekstradisi Tiongkok