Tahbisan Imamat Fransiskus Uti, Pr; Refleksi Perjuangan Iman Katolik Umat Paroki Obano

0
1495

Oleh: Tiborius Adii)*

Iman sungguh hidup apabila ada unsur dan atau dampak yang memberi makna dan arti terhadap hidup itu sendiri.

Pohon sekecil sekalipun dikenal karena buahnya banyak dan berlimpah ruah. Walaupun besarnya pohon dan daunnya yang rimbun sekalipun tak berbuah berarti tak memiliki nilai dan makna yang normatif adanya. Lantaran tak memberi nilai dan dampak yang positif terhadap sesamanya.

Dalam sebuah perjuangan membangun Iman memerlukan suatu kesadaran, pengorbanan, bahkan nyawa pun menjadi taruhan demi Iman yang hidup dalam secercah harapan yang tak pasti sekalipun. Tingkat ketabahan dalam perspektif penantian yang pasti maupun tak pasti sekalipun keyakinan akan Iman Katolik senantiasa bertumbuh dan berkembang dalam penderitaan dan memang memerlukan perjuangan yang panjang nan melelahkan. Itulah suatu dinamika pembangunan Iman yang menghidupkan dan menyelamatkan walau ditimpa berbagai gejolak dalam upaya menyuburkan dan menanamkan nilai dan keyakinan serta kesadaran akan adanya bangunan Iman yang bermakna bagi dunia sekitarnya.

Kesenjangan Sosial Pastoral

ads

Kerinduan ini kian membara dan menguak di sela-sela nurani makin tumpul, bahkan ditumpulkan sekalipun. Alunan musik yang dilantunkan para musisi kawakan tempo lalu memberi isyarat yang kuat untuk merekonstruksi kembali walau diterpa oleh sambaran halilintar sekalipun. Spirit ini menjadi permenungan panjang yang didengungkan oleh pencetus Parate Viam Domini di Keuskupan Timika, Mgr. John Philip ‘Gaiyabi’ Saklil, Pr, dalam hati nuraninya.

Dalam ikhtiar menebar pesona keseimbangan dalam rangka melestarikan spirit Emaawa-Owaada sebagai gerakan hidup menggereja dan mengumat di Keuskupan Timika adalah suatu terobosan brilian yang luar biasa dalam upaya menyiapkan jalan bagi pelayanan Tuhan di Tanah Papua khususnya di Keuskupan Timika.

Konsep pikir yang ditorehkan Uskup Saklil telah menghasilkan dan merekonstruksi gagasan yang menjadi kenyataan yang juga patut direfleksi dan dicermati adalah bahwa di setiap Paroki di Dekenat Paniai telah melahirkan bibit-bibit unggul untuk berkarya di ladang Tuhan, dimana beliau sukses menyiapkan para Imam Projo Keuskupan Timika yang notabene perwakilan dari semua paroki yang ada di wilayah Dekenat Paniai, Dekenat Mimika-Agimuga, Dekenat Kamu-Mapiha-Piyaiye (Kamapi), dan Dekenat Tigi –pemekaran dari Dekenat Paniai.

Inilah upaya konkrit yang dibangun oleh Uskup Gaiyabi dalam upaya menghindari dan menekan kecemburuan pastoral sosial di kalangan umat Katolik di Keuskupan Timika lebih spesifik lagi di Dekenat Paniai.

Memang benar karena sudah realita bahwa di setiap paroki yang ada di Dekenat Paniai dan Dekenat Kamapi dengan didasari Iman Katolik telah melahirkan Imam/Pastor yang juga merupakan delegasi dari paroki masing-masing. Namun demikian, delegasi dari Paroki Santo Fransiskus Obano tidak ada Pastor sebagai perwakilan dari pertumbuhan Iman Katolik umat Obano. Ibarat menanam biji sesawi di atas bebatuan yang tak ada harapan untuk membuahkan hasil yang maksimal.

Baca Juga:  Hilirisasi Industri di Indonesia: Untung atau Buntung bagi Papua?

Bersyukur bahwa Bapa Uskup Saklil berupaya semaksimal, berpikir seribu keliling untuk menelorkan satu Imam Projo keterwakilan Paroki Obano.

Dari data dan informasi yang ada menunjukkan bahwa hampir semua paroki di Dekenat Paniai ada keterwakilan Imam Projo, kecuali Paroki St. Fransiskus Obano. Maka konsekuensinya adalah Bapa Uskup Saklil mutlak menelorkan satu Imam yang berasal dari “Paroki Bungsu” di Keuskupan Timika yakni Paroki St. Fransiskus Obano. Hal ini merupakan fakta karena Diakon Fransiskus Uti, Pr, dipersiapkan secara khusus sebagai buah karya Allah melalui Bapa Uskup Gaiyabi.

Dalam hal ini kami dengan rendah hati menyampaikan terimakasih banyak kepada Bapa Uskup Saklil yang telah berhasil menghasilkan dan menumbuhkan Iman Katolik yang bertumbuh, iman Katolik yang berbuah, Iman Katolik yang berkembang dan Iman Katolik yang menghidupkan di tengah dunia yang sedang berubah.

Awal Mula dan Perjalanan Pertumbuhan Iman Katolik

Sejarah perjalanan menuju Iman Katolik di daerah Auyatadi dahulu, kini Paniai Barat, telah mencatat bahwa masyarakat Paniai pada zaman dahulu terjadi perang antara masyarakat Paniai dengan pemerintah Belanda yang berkedudukan di Enarotali. Beberapa tahun kemudian The Christian Misionari Alliance (CMA) masuk di Paniai Barat saat sementara perang tersebut sedang berlangsung.

Gereja Kingmi lebih dahulu masuk di daerah Paniai Barat, semula berkedudukan di Auyatadi. Tetapi akibat perang, pusat pekabaran Gereja Kingmi dipindahkan ke Kampung Okaitadi. Sementara itu, proses pendaftaran bagi warga masyarakat Paniai Barat telah dijalankan oleh petugas yang ditunjuk melakukan pendaftaran dari rumah ke rumah, dari kampung ke kampung untuk menjadi anggota jemaat Gereja Kingmi telah dijalankan oleh pihak CMA. Kemudian bagi masyarakat lainnya yang menolak untuk didaftar bahkan sebagian masyarakat yang menghindar ke tempat persembunyian di hutan-hutan akibat perang antara masyarakat dengan tentara Belanda.

Kemudian lambat laun melalui puncak gunung Ogiyai setelah perang hampir berakhir dan selesai muncullah seorang Guru Agama Katolik bersama seorang Pastor. Keesokan harinya melakukan perkenalan dengan masyarakat sekitar sambil melakukan pendaftaran anggota yang tadinya menolak untuk didaftar. Kemudian Guru Agama Katolik bersama masyarakat datangi dari rumah ke rumah di setiap kampung akhirnya sedikit yang mendaftar.

Berawal dari jumlah masyarakat yang sedikit yang didaftar itu, maka Iman Katolik mulai ditumbuhkembangkan oleh Guru Penginjil Katolik tersebut.

Baca Juga:  23 Tahun Otsus, Orang Asli Papua Termarginalkan

Terbitlah Terang untuk Sebuah Peradaban Baru

Puluhan tahun berlalu semenjak Gereja Katolik membumi di Paniai Barat. Kini, putra asli Paniai Barat ditahbiskan menjadi Imam. Tahbisan Imam baru asal Paroki St. Fransiskus Obano, Pastor Fransiskus Uti, Pr, berarti terang cahaya Iman Katolik telah berurat-akar dalam Iman Katolik dalam peziarahan hidup beriman di tengah dunia yang telah dan sedang berubah signifikan, dengan menganut paham pelan, tetapi pasti, sedikit, tetapi bisa mempengaruhi, menghasilkan, membuahkan hasil yang berdampak positif-konstruktif bagi Iman akan keyakinan yang kuat-kokoh menuju sebuah proses pendewasaan dan kematangan akan Iman dan percaya kepada Allah yang satu dan sama.

Dengan ditahbiskannya seorang Imam Projo yang pertama bagi umat Paroki St. Fransiskus Obano yang juga merupakan “Paroki Bungsu” di Keuskupan Timika menjadi catatan tersendiri dalam perspektif sejarah pembangunan Iman Katolik yang semakin dewasa dan matang dalam upaya mempertahankan Iman Katolik sejati dalam kerangka pelestarian relasi baik dengan Allah persekutuan umat Katolik Paroki Obano hingga kini dan masa mendatang.

Dengan ditahbiskanya Imam baru delegasi Paroki Obano merupakan momentum sangat istimewa yang patut dicatat dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan Iman Katolik sejati. Demikian juga akibat dari tahbisan Diakonat dan tahbisan Imamat ibarat habis gelap terbitlah terang, oleh karena Pastor Fransiskus Uti merupakan Imam Projo pertama dari Paroki Obano. Dan dengan ditahbiskanya Imam baru, maka bagi umat Katolik Obano menerima sebuah peradaban baru dalam kerangka memanifestasikan Iman akan Allah di tengah dunia yang sedang berubah secara drastis cepat.

Tahbisan Imam baru merupakan juga terwujudnya amanat para leluhur bahwa “yang dari belakang akan kedepan, yang dari depan akan kebelakang”. Amanat inilah yang kemudian bagi umat Katolik Paroki Obano menerima peradaban baru untuk suatu perubahan dan perkembangan akan Iman Katolik yang sejati untuk sebuah kebangkitan baru dengan dilandasi dasar Iman Katolik yang berbuah, bertumbuh, dan Iman Katolik yang berkembang serta juga dengan Iman Katolik yang semakin dewasa dalam menanggapi tanda-tanda zaman yang kian berubah untuk suatu tujuan pembaharuan dan pertumbuhan akan Iman Katolik yang berakar dan berkembang dalam perspektif Emaawa-Owaada yang hidup dalam bingkai Iman Katolik yang hakiki dan berkelanjutan.

Penguatan Iman Katolik yang Bertumbuh

Dengan dilandasi pedoman arah Iman Katolik yang telah berbuah, bertumbuh, dan yang akan berkembang, akan memberikan secercah harapan yang pasti dalam rangka membangun eksistensi Iman Katolik yang kuat dan matang.

Baca Juga:  Menghidupkan Kembali Peran Majelis Rakyat Papua

Dan, dengan ditahbiskannya Imam baru memperkokoh, memperkuat dasar Iman Katolik yang berbuah, Iman yang berkembang dan Iman Katolik yang menghidupkan dalam berziarah menuju kepada kemuliaan Allah yang hidup dalam dunia yang sedang berkembang dan berubah.

Iman yang Berbuah untuk Berkembang

Pastor Fransiskus Uti pendobrak tabir kegelapan menuju terang baru. Ia benar-benar dihasilkan Gereja Katolik. Buah karya para orang tua dengan tingkat kesulitan yang penuh dengan berbagai persoalan dan tantangan yang memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi kemudian atas daya dukung nyata dari Allah, persekutuan keluarga besar umat Katolik di Paroki St. Fransiskus Obano, maka terbukalah pintu pertumbuhan dan perkembangan akan pilihan panggilan untuk berkarya di ladang Tuhan telah terbuka lebar untuk kemuliaan Allah yang hidup.

Ya, “habis gelap terbitlah terang untuk peradaban baru yang berkelanjutan demi kebesaran, keagungan, kemuliaan Allah, persekutuan yang hidup.”

Terbukalah Tabir Kegelapan

Sebuah catatan reflektif dalam perspektif perjuangan Iman Katolik umat Paroki Obano, bahwa permenungan panjang nan melelahkan telah berbuah baik dengan hadirnya seorang Imam Projo.

Refleksi mendalam kita sampai pada kesimpulan bahwa sebuah perjuangan membutuhkan pengorbanan, suatu pengorbanan memerlukan proses yang panjang dan melelahkan, dan itu suatu siklus hidup yang membutuhkan energi ekstra.

Terbukalah tabir kegelapan, dan terbitlah terang adalah penantian kita bersama menuju kebangkitan baru. Suatu era baru yang cerah telah tiba bagi generasi baru yang patut ditindaklanjuti oleh generasi kini.

Gagasan emansipatif ini adalah sebuah kebangkitan baru secara komunal bersama dalam ikhtiar kata wasiat yang dimeteraikan para leluhur kita: “yang terbelakang akan kedepan, yang terdepan akan kebelakang” (Nemouga bage okeitiga kaitai, okeitiga bage nemouga kaitai). Tersirat penuh makna dan arti yang mendalam serta hal ini kelak pasti terjadi pada dasawarsa tertentu kepada kampung, marga, dan siapapun.

Oleh karena itu, sebuah peradaban baru terjadi bukan berarti sesuatu yang harus dibanggakan, tetapi adalah satu nilai hakiki yang patut disyukuri atas perwujudan rahasia Allah, alam dan adat yang telah terealisasi dengan mulus menuju kebangkitan spiritualitas yang fundamental sebagai sebuah peradaban baru dengan ditahbiskannya Imam baru.

Suatu babak baru yang patut disyukuri secara semarak dan meriah. Tentu juga sembari terus mendoakan peneguhan bagi imam baru dan harapan lahirnya barisan pengikut sebagai pekerja di ladang Tuhan.

)* Penulis adalah Cendekiawan Katolik Papua; Anggota Umat Paroki St. Fransiskus Obano, Dekenat Paniai, Keuskupan Timika

Artikel sebelumnyaPengadilan Kaledonia Baru Menolak Permintaan Ekstradisi Tiongkok
Artikel berikutnyaAustralia Sambut Pemimpin Keamanan Pasifik Dalam Sebuah Pertemuan di Brisbane