SKPKC FP Launching Buku ‘Papua Bukan Tanah Kosong’

0
1758

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Buku baru kembali dilaunching Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC FP). Buku berjudul ‘Papua Bukan Tanah Kosong’ dilaunching dan dibedah, Jumat (25/10/2019) di aula Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) “Fajar Timur” Abepura, kota Jayapura, Papua.

Tiga pemateri dalam diskusi buku ini, Gustav Rudolf Kawer, ketua PAHAM Papua, Nelius Wenda, aktivis mahasiswa Papua, dan Elfira Rumkabu, akademisi Uncen Jayapura yang sehari-harinya mengajar di Hubungan Internasional Fisip Uncen.

Berbagai fakta mengenai kehancuran alam Papua disoroti para pemateri dalam diskusi buku ini. Seturut isi penulisan buku seri ‘Memoria Passionis’ nomor 37 tahun 2018, diakui fakta hancurnya hutan dan tanah yang sejatinya sumber kehidupan orang Papua dalam kesehariannya.

Dikemukakan, kehancuran alam Papua sangat terlihat dari hutan dan tanah yang terus dieksploitasi negara melalui pemberian ijin kepada berbagai perusahaan.

“Semua sudah hancur karena kerakusan akan kuasa, uang dan kepentingan golongan tertentu,” ujarnya.

ads

Kenyataan selama ini tanah dan hutan Papua dijadikan lahan bisnis, juga karena alasan pembangunan infrastruktur.

Baca Juga:  ULMWP Mengutuk Tindakan TNI Tak Berperikemanusiaan di Puncak Papua

Sementara, rilis pers dari SKPKC FP mengungkapkan buku ini berusaha mengangkat sejumlah persoalan yang terjadi di Tanah Papua selama tahun 2018 lalu.

“Kehadiran buku ini juga dimaksudkan agar siapa saja yang berkehendak baik untuk memperjuangkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan bagi dan di Tanah Papua, dapat memahami segala persoalan dengan baik dan bisa melaksanakan tawaran solusi yang tertuang dalam buku ini.”

SKPKC FP mencatat, Papua dan segala persoalannya terus menjadi tema atau topik penting dalam ruang-ruang diskusi baik lokal, nasional maupun internasional. Persoalan-persoalan HAM baik situasi politik, ekonomi sosial dan budaya pada tahun 2018, terus menjadi perhatian semua orang atau kelompok yang peduli memperbaiki Papua menjadi lebih adil, damai dan bebas.

Diakuinya, di beberapa media cetak maupun online, narasi tentang Papua di tahun 2018 menjadi salah satu topik yang hangat dibicarakan dan didiskusikan. Juga di berbagai organisasi (LSM/NGO, mahasiswa, publik) baik di tingkatan Papua, nasional dan internasional, topik tentang Papua dibicarakan. Tetapi, diakui begitu banyak kepentingan akan narasi tentang Papua tersebut.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Asosiasi Wartawan Papua Gelar Pelatihan Pengelolaan Media

Walau sempat mengalami keterbatasan dan kekurangan dalam proses publikasi buku laporan ini, SKPKC FP berhasil rampungkan hingga terbit dan sampai ke tangan pembaca. Beberapa narasi Papua sepanjang tahun 2018 yang terekam dalam buku ini, antara lain kejadian luar biasa bidang kesehatan di kabupaten Asmat, konflik bersenjata di Ndugama, kabupaten Nduga, dan pembungkaman ruang demokrasi di Tanah Papua.

“Ruang demokrasi terus dibungkam yang berakibat pada penangkapan, intimidasi dan teror bagi mereka yang bersuara akan kebenaran, keadilan di Tanah Papua. Termasuk narasi kehancuran alam Papua, baik hutan maupun tanah dihancurkan berbagai pihak,” tulisnya dalam rilis.

SKPKC FP juga melihat persoalan baru yang lainnya mulai muncul di Tanah Papua adalah kehadiran kelompok radikalisme agama.

“Ada benih-benih konflik yang digiring ke konflik berbau SARA mulai tumbuh di Tanah Papua. Munculnya Jafar Umar Thalib (JUT) dan kelompoknya yang sengaja ‘dipelihara’ di Tanah Papua sepertinya akan menambah benih konflik.”

Baca Juga:  Usut Tuntas Oknum Aparat yang Diduga Aniaya Warga Sipil Papua

Segala persoalan tersebut membangkitkan orang-orang (individu, kelompok, organisasi) untuk terus berjuang meyakinkan yang lainnya bahwa keadilan, kedamaian dan kebebasan merupakan tujuan dan dambaan dari setiap manusia. Apakah kita harus menyalahkan sistem yang terjadi? Apakah negara ini secara jujur mengakui dan menerima ‘dosanya’, sehingga bisa diperbaiki? Apakah perlu diam ketika melihat ketidakadilan dan segala pelanggaran yang terjadi?.

“Buku seri Memoria Passionis 2018 berjudul ‘Papua Bukan Tanah Kosong’ ini salah satu tanggung jawab moral dari SKPKC FP untuk memberitahukan kepada semua orang dan berbagai pihak yang berkewajiban bahwa penderitaan dan air mata itu masih tetap ada dan mungkin akan selalu ada di Tanah Papua,” urainya.

SKPKC FP menyatakan “Papua Bukan Tanah Kosong” merupakan sebuah slogan yang kemudian direfleksikan untuk disampaikan ke semua manusia (masyarakat adat Papua) agar bangkit dan bangun dari tidurnya.

“Bangun untuk bersama dan berjalan merebut segala yang sudah mulai hilang dan punah.”

Pewarta: Markus You

Artikel sebelumnyaMahasiswa Ubahak Gelar Pengenalan Mahasiswa Baru
Artikel berikutnyaPemkab Diminta Berantas Eceng Gondok di Danau Paniai