Film Papua di Bioskop Belanda (I)

0
2575

Oleh: Andy Tagihuma)*

Kehidupan masa lalu Papua di akhir tahun 1920 dapat dilihat dalam film Mahakoeasa. Sebuah film dokumenter etnografi yang menghiasi layar bioskop di Belanda di tahun 1929-1940.

Kapal KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) perlahan masuk ke Teluk Dore, beberapa orang kelasi duduk santai di pagar dekat sekoci. Pelabuhan Manokwari tampak ramai, kapal pun perlahan merapat ke dermaga. Kapal KPM memasuki Teluk Dore menjadi pembuka film Mahakoeasa yang berdurasi 47.44 menit.

Mahakoeasa salah satu dari tiga seri film “Maha”, Mahasoetji (het Opperste Pure) bercerita tentang Jawa dan Bali, Mahamoelia (het Al Luisterrijke) Sumatra dan Borneo (Kalimantan), dan Mahakoeasa (het Al Machtige) pengambilan gambarnya dilakukan di Maluku, Toraja, Gorontalo, Poso (Sulawesi Tengah) serta Papua. Masing-masing film tanpa suara ini terdiri dari lima sekuen cerita. Maha dalam deskripsi program pembuatan film adalah kata yang diambil dari bahasa Sanskerta, artinya, tertinggi, terbaik, termulia, terbesar.

Ide pembuatan film Seri Maha muncul setelah Willy Mullens dari perusahaan Haghe Film sukses dengan film Petroleum, sebuah proyek film dari Bataafsche Petroleum Maatschappij, kisah tentang perminyakan yang pengambilan gambarnya dimulai dari Tarakan, Balikpapan. Film ini ditayang perdana 18 Juni 1924 dan ditonton oleh pejabat-pejabat penting pada saat itu, termasuk kepala Bataafsche Petroleum Maatschappij yang secara khusus berangkat dari Batavia untuk menghadiri pemutaran perdana film Petroleum.

ads

Buku pegangan Seri Maha, menjelaskan bahwa pembuatan film Seri Maha bertujuan untuk memperkenalkan dan memperluas pengetahuan masyarakat di Belanda tentang negeri Nederlandsch-Indië (Hindia Belanda) di Timur jauh. Juga Seri Maha mempromosikan bidang pertanian, industri, perdagangan dan etnografi, dari Sumatra sampai ke Papua. Untuk mewujudkan mimpi pembuatan film Seri Maha, didirikanlah Nederlandsch Indische Film-Maatschappij (NIFM) 2 April 1925, dengan modal awal 200.000 gulden, sebagai anak perusahaan dari Polygoon.

Perusahaan Polygoon didirikan oleh Jules Stoop tahun 1919 di Haarlem, setelah ia keluar dari perusahaan film Hollandia. Rumah Jules dijadikan kantor Polygoon. Lewat Adriaan Boer, pemimpin redaksi majalah foto Focus, Jules mengenal Ochse bersaudara Brand Dirk dan Isidor Araas, dua orang yang saling melengkapi, kontributor pada majalah Focus. Brand sebagai administrator yang sangat efisien, dan Isidor seorang juru kamera yang handal. Mereka memulai usaha Polygoon tahun pertama yang sulit.

Baca Juga:  Apakah Kasuari dan Cenderawasih Pernah Hidup di Jawa?

Jules menerima orang yang tepat tulis Nieuwsblad van het Noorden (26/10/1994), dua bersaudara ini membuat Polygoon sangat terkenal sebagai pembuat film dokumenter pada 1920-an. Brand mengatur sisi bisnis juga sebagai sutradara dengan juru kamera Isidor, mereka membuat film dokumenter panjang “Neerland’s volksleven in de lente” kisah pertanian yang subur, gudang penyimpanan bahan makanan, domba, sapi dan kuda di padang rumput. Kehidupan yang indah, khas di pedesaan Belanda pada musim semi 1921. Selain Isodor, Ploygoon juga memiliki tiga karyawan, Cor Aafjes, Jan Jansen dan Jo de Haas, mereka adalah kameramen yang berbakat.

Baca Juga:  Zheng He, Seorang Kasim Cina Terkenal Sampai di Nusantara

Van Lobith tot aan de zee’maakte” film yang dikerjakan Isidor pada tahun 1922, merupakan sebuah rangkuman shooting dari perjalanan sejauh 172 km, di atas Sungai Rhine. Isidor lanjut mengerjakan film dokumenter “De Nederlandse Noordzeevisserij” di tahun 1923, di tahun yang sama Cor Aafjes mengerjakan film “De Hoop” kisah tentang kehidupan pelaut. Selain film, Polygoon juga memproduksi program berita, untuk siaran televisi.

Bagi Polygoon, kesuksesan Willy Mullens membuat film Petroleum menjadi tolak ukur. Lewat Nederlandsch Indische Film-Maatschappij, Brand mempersiapkan sebuah ekspedisi bagi Isidor ke Nederlands Indisce, ekspedisi ini dibuat untuk jauh melampaui perjalanan Mullens. Isidor menerimanya dan membayangkan sebuah hasil yang akan melampaui perjalanan Mullens, namun yang penting dari ekspedisinya adalah tidak mengganggu keberlangsungan Polygoon. Sebagai pengganti Isidor, telah dipersiapkan kameramen cadangan Cor Aafjes.

Perjalanan ke Nederlandsch-Indië dibiayai dari separuh dana awal NIFM yang disetujui oleh dewan pengawas NIFM dengan mengeluarkan surat keputusan pertanggal 17 April 1925 (No. 40/46). Selain itu, perusahaan Royal Rotterdam Lloyd dan Stoomvaart Maatschappij turut menjadi sponsor, angin segar tak dilewatkan Ochse bersaudara. Isidor mempersiapkan perlengkapan peralatan shooting dengan membeli kamera terbaru Parvo Debrie beserta beberapa lensa, salah satunya adalah lensa untuk merekam gerakan cepat semisal tarian, dan lainnya.

Film “Seri Maha” dikerjakan Isidor selama empat tahun (1925-1929), perjalanannya dimulai 13 Juni 1925 dengan menggunakan kapal penumpang Slamat —kapal milik perusahaan Royal Rotterdam Lloyd dan Stoomvaart Maatschappij, dari Rotterdam menuju Batavia.

Baca Juga:  Apakah Kasuari dan Cenderawasih Pernah Hidup di Jawa?

Isidor tidak langsung menuju Batavia, dalam catatan manisfest penumpang yang diberitakan De Maasbode (14/6/1925), tujuan Isidor adalah pelabuhan Port Said (Bur Sa’īd) di Mesir, ia melakukan perjalanan ini bersama J. P. Coen pegawai perusahaan Stoomvaart-maatschappij. Isidor dan J. P. Coen tinggal di Port Said dari tanggal 28 Juni hingga 6 Juli, kemudian mereka dengan menggunakan kapal Rindjani melanjutkan perjalanan ke Colombo ibu kota Celyon (Sri Lanka).

Pelabuhan selanjutnya yang dituju adalah Singapura dan sebagai titik akhir perjalanan, mereka berlabuh di Tanjoeng Priok, Batavia. Rekaman kekaguman selama perjalanan dari Roteerdam menuju Batavia dikisahkan Isidor dalam Naar Tropisch Nederland yang masuk dalam bioskop Belanda Oktober 1926, film pertamanya setelah ia meninggalkan Belanda.

Setelah dua tahun menjelajah bagian barat, tahun 1927 Isidor mulai melakukan perjalanan ke Timur Nederlandsch-Indië. Dalam Mahakoeasa “Toradja dan Papoea” sekuen satu sampai empat Isidor memberikan gambaran kehidupan tentang Sulawesi Tengah dan Maluku. Kisah dibuka dengan perjalanan menggunakan kapal menuju Timur yang dimulai dari Surabaya, Makassar, Poso, Gorontalo, Toradja, Tidore, Ternate dan Batjan. Sekuen empat lalu ditutup dengan kisah kehidupan di Maluku.

)* Penulis adalah pengelola rubrik Jendela Papua di Suara Papua

Artikel sebelumnyaTentang Perekrutan Reporter Suara Papua
Artikel berikutnyaSamboga, Kampung Strategis untuk Perekonomian dan Perhubungan Darat