27 Terdakwa Mulai Disidangkan di PN Jayapura

0
1295

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Empat dari 27 terdakwa kasus dugaan tindak kekerasan perusakan saat aksi massa berujung rusuh di Kota Jayapura, Papua, 29 Agustus 2019 lalu, disidangkan di Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura, Rabu (6/11/2019) kemarin.

Sidang perdana dipimpin ketua majelis hakim Maria Magdalena Sitanggang bersama dua hakim anggota, Abdul Gafur Bungin dan Muliyawan. Jaksa penuntut umum (JPU) Adrianus Y. Tomana mengajukan empat orang terdakwa yang diadili dalam perkara terpisah.

Empat terdakwa itu antara lain Dorti Kawena (umur 18 tahun, mahasiswa baru Uncen, asal dari Mamberamo Raya, ditangkap 20 Agustus 2019), Pandra Wenda (mahasiswa semester 3 Uncen), Yali Loho (mahasiswa semester 8 Uncen), dan Wilem Walilo (aparatur sipil negara).

Saat sidang, tiga terdakwa yang juga tercatat sebagai mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura itu didakwa sengaja melakukan tindak kekerasan terhadap orang maupun penghancuran dan pelemparan batu ke gedung, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Sedangkan, terdakwa keempat Wilem Walilo yang ditangkap 30 Agustus 2019 karena diduga membawa badik yang diselip di pinggangnya, didakwa melanggar Undang-Undang Darurat terkait senjata tajam.

ads

Penasihat hukum dari Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gabah Papua, menyatakan siap mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU kepada empat terdakwa dalam perkara ini.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

ā€œTim Advokat akan mengajukan eksepsi atas dakwaan klien kami,ā€ ujar Sugeng Teguh Santoso, sekretaris jenderal DPN Peradi versi Luhut MP Pangaribuan.

ā€œKami membentuk Tim Advokasi untuk membela 27 terdakwa OAP terkait kerusuhan di kota Jayapura pada tanggal 29 Agustus lalu,ā€ jelasnya.

Sugeng mengatakan, dalam pembelaan kasus ini, pihaknya lebih melihat adanya proses perendahan martabat warga negara, selain tentunya tetap memakai perspektif hukum pidana baik Pasal 170 KUHP ataupun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951.

ā€œKami akan mengupas proses politik perendahan terhadap martabat orang asli Papua. Itu akan kami sampaikan dalam eksepsi kami pada minggu depan,ā€ katanya.

Pembelaan ini lanjut dia, berdasarkan kerjasama dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang telah meminta Peradi turut membela OAP yang ditangkap aparat keamanan beberapa waktu lalu.

ā€œAlasannya bahwa mereka perlu mendapatkan pembelaan. Kita perlu pendekatan lebih jauh selain masalah hukum, persoalan ini ada sisi kemanusiaan yang harus diperjuangkan. Ini salah satu aspek keberadaan advokat,ā€ tutur Sugeng.

ā€œPenindasan yang panjang, pelanggaran hak asasi manusia, kemudian perendahan martabat, itu yang kami lihat di kasus Papua,ā€ ujarnya.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Frederika Korain, advokat dari LBH Gabah Papua, mengatakan, diantara terdakwa yang hadir di sidang, memiliki dokumen, tetapi prosedur hukum yang ada hanya empat orang.

ā€œTernyata jaksa membawa 20 orang dari 27 terdakwa, akhirnya kami tidak ingin sidang berlangsung karena ada beberapa prosedur hukum yang harus dipenuhi, misalnya beberapa terdakwa yang dibawa itu belum menerima surat panggilan secara patut dan wajar,ā€ tuturnya.

Sidang di Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura, Rabu (6/11/2019) siang. (CR01-SP)

Menyudahi perdebatan dengan tim penasehat hukum, Majelis hakim memutuskan sidang pembacaan surat dakwaan terhadap 11 orang itu ditunda hingga Kamis (7/11/2019).

Korain mengemukakan, ada beberapa terdakwa sedang ditahan dengan hukum yang tak ada dasarnya, yang sebenarnya masa penahanan mereka sudah berakhir tanggal 4 kemarin.

ā€œSampai saat ini belum ada perpanjangan waktu, sehingga kami putuskan bahwa itu tidak adil.ā€

Lanjut Rika, ā€œMereka dihadirkan dalam persidangan dimana mereka tidak tahu, mereka sedang diperkarakan dalam hal apa? Sebetulnya pelajari lebih dulu, tetapi bagus majelis hakim menunda. Dan jaksa diminta untuk melengkapi prosedur-prosedur hukum.ā€

ā€œHarapan kami, seperti tadi kami menolak karena itu hak mereka, undang-undang mengatur soal ini. Terdakwa tidak bisa hadir tanpa panggilan resmi seperti tadi banyak hal yang janggal,ā€ ujarnya.

Baca Juga:  Jawaban Anggota DPRP Saat Terima Aspirasi FMRPAM di Gapura Uncen

Sidang kembali digelar hari ini, Kamis (7/11/2019), dengan 12 terdakwa yang dihadirkan JPU. Antara lain Imanuel Hubi, Mikha Asso, Ruvinus Tambonop, Elo Huby, Persiapan Kogoya, Yusuf Marthen Muai, Agustinus Izak Mohi, Yoda Tabuni, Ari Asso, Johny Weya, Ronal Wandik, Ari Asso, dan Ferius Entama.

Para terdakwa usai pembacaan dakwaan oleh JPU menyampaikan eksepsinya. Eksepsi atau keberatan diajukan karena pengenaan pasal tidak berdasar fakta hukum.

Tetapi, dalam persidangan tadi Hakim Ketua menginformasikan, sidang akan dilanjutkan pada 13 November 2019 dengan agenda penyampaian eksepsi para terdakwa dari penasihat hukum.

Orang tua dari para terdakwa menyampaikan harapan agar jalannya sidang mesti dipercepat karena anak mereka segera kembali ke kampus.

ā€œAnak-anak ini semua mahasiswa semester bawah, jadi semua pihak harus pertimbangkan hal ini sebab anak-anak kami ditahan akibat dari rasisme terhadap OAP di Surabaya, Malang, Semarang, Makassar dan beberapa kota lain,ā€ ujar salah satu wali orang tua terdakwa usai sidang di PN Kelas IA Jayapura yang terletak di bilangan kota Abepura.

Jurnalis Suara Papua, Markus You, berkontribusi dalam berita ini.

Pewarta: SP-CR01
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaApeniel Sani: Berikan Rasa Aman untuk Masyarakat, Jangan Bicara Pemekaran
Artikel berikutnyaMasyarakat Adat Klagilit Mawera dan Maburu Tolak Pembangunan KEK