Pemekaran Provinsi, Sebuah Kerikil Kecil dalam Perjalanan Panjang Hidup OAP

0
1099

Oleh: Yan Ukago)*

Pemekaran Provinsi adalah Rencana Pemerintah Pusat, bukan Papua. Kalau ada Bupati dan Gubernur di tanah Papua mendukung itu Wajar,  mereka adalah wakil pemerintah pusat di daerah.

Kalau ada Orang Asli Papua (OAP)  yang tidak suka,  tolaklah dengan  tegas upaya Pemekaran Provinsi itu tanpa harus membenci pimpinan daerah. Mereka juga OAP tapi dilema, kaki mereka satu di Papua dan satu di jakarta.

Bupati dan gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Tetapi bukan berarti Bupati atau Gubernur harus mendukung pemekaran secara mutlak, boleh juga menolak. Bupati atau Gubernur yang menolak itu bukan berarti dia seorang pembangkang dari pemerintah pusat namun karena pemekaran ini justru dinilai menyuburkan nasinolisme Papua. Setelah kata rasialis monyet, dampak isu pemekaran saat ini, dipastikan akan memperkokoh nasionalisme Papua. Kebencian ke pemerintah pusat makin tebal dari sebelumnya. Hasilnya akan terbalik dengan analisis target intelijen. Itu alasannya.

Lihat saja bukti, ketika Papua Merdeka lagi sedang geliat di tanah Papua di awal tahun 2000an, tanpa ada asap, tanpa mendung, tiba-tiba Tanah Papua dipecah jadi tiga Provinsi (Papua, IJT dan IJB). Yang terealisasi hanya Provinsi IJB yang kini jadi Prov Papua Barat sedangkan Papua tengah tidak jadi. Tanah Sorong, Manokwari dan Fakfak dimekarkan jadi provinsi sendiri terpisah dari Jayapura. Tapi nyatanya setelah Papua jadi dua Provinsi, justru Papua merdeka semakin subur di sana. Lihat saja, saat kasus rasialis monyet kemarin justru Manokwari, pagi subuh sudah bergerak duluan protes anti rasialis.

ads
Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Baca Juga: Pemekaran Wilayah: Strategi Devide Et Impera

Soal tangani Papua, LIPI sudah ada banyak rekomendasi dengan  kajian yang sangat ilmiah. Tapi versi intelijen yang dipakai pemerintah. Pemerintah mungkin sudah mulai baca, Papua dipecah juga tidak matikan aspirasi merdeka tapi pemekaran tetap dipaksakan. Mungkin ada target lain yaitu untuk ciptakan kesempatan bagi imigran masuk di Papua. Kalau dihitung secara akurat, Penduduk Asli Papua, 1.2 jt sedangkan non Papua 2 juta, satu provinsi paling tidak 700 ribu jiwa. Penduduk itu sama dengan satu kecamatan di Jawa. Lalu apa target dari pemekaran itu? Kita tidak perlu bahas. Kalaupun itu analisis intelijen juga tidak perlu diuraikan. Bikin kepala pusing. Umur bisa tambah pendek. Santai saja.

Karena Biarpun Papua dipecah jadi 20 Provinsi pun tidak akan redam masalah Papua, selama 4 akar masalah Papua tidak dituntaskan. Kita mendukung saja upaya intelijen, silahkan saja atur Papua semaunya. Bikin banyak provinsi sesuai yang pemerintah pusat mau.

Tapi hanya satu syarat yang harus ada dan itu wajib. Tidak boleh ada imigran yang masuk ke Papua. Imigran dari luar itu sumber masalah di tanah Papua. Tanah adat dan segala harta kekayaan orang Papua secara halus beralih tangan. Karakter dan pragmatisme orang Papua diekploitasi secara total. Setelah itu alam dan tempat hidup OAP dihancurkan. Lambat laun OAP menjadi non pri di tanah air sendiri.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Baca Juga: Pemekaran dan Marginalisasi OAP

Kalau OAP masih bersatu dengan  Indonesia, MRP dan DPRP akhir tahun 2020 harus sidang hasilkan Perdasus tentang larangan imigran masuk ke Papua. Semua anggota DPRD di Papua wajib mendukung. Anggota legislatif non OAP yang tidak mendukung Perda Pembatasan imigran ini segera undurkan diri. Ini tanah Papua.

Kemudian Pemerintah Pusat, mendagri dan menkopolhukam wajib terima dan terapkan perdasus tentang keimigrasian khusus di Papua, kalau tolak karena tidak sesuai dengan semangat NKRI, hari itu juga MRP dan DPRP harus ambil sikap.

Memang, daerah ini tidak menutup imigran masuk. Hanya kita perlu selamatkan bumi dan manusia di tanah papua ini. Kita masih perlu non OAP yang punya skill dan uang, bukan yang datang cari makan di Papua. Di Papua tidak ada makanan… yang ada tempat untuk pengabdian.

Terhadap Pemerintah pusat , OAP perlu pembangunan dengan  hati, bukan segala rekayasa yang disembunyikan dalam pembangunan. Boleh lakukan rekayasa, tapi ini tanah Papua. Akan terjadi tanda heran satu ke tanda heran yang lain. Segala rekayasa dengan  sendirinya akan gagal.

Selama ini Semua kebijakan dirumuskan tanpa tanya OAP? Itu tanda OAP masih dianggap bodok dan Sampai kapan jakarta masih anggap bodok OAP tidak tau apa-apa?

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Baca Juga: Pembangunan dan Pemekaran di Papua Untuk Siapa?

Gubernur Papua dan Papua dan Papua Barat, komorang dua, tidak perlu sibuk dengan  isu pemekaran ini. Waktu yang ada pake untuk kirim dan urus saja generasi Papua masa depan, kirim mereka ke luar negeri di sekolah-sekolah yang terbaik. Dengan  SDM yang unggul kita akan Papua bangun sendiri. Kita harus lawan segala hegemoni ini. Kita kini lawan dengan  otot tapi kelak akan lawan dengan  otak.

Bangsa Papua jangan menjadi bangsa yang paling malang di bumi ini. Semuanya ditentukan oleh orang luar. Sebelum Pepera tahun 1969 sampai kini setelah bersama Indonesia, nasib OAP diatur oleh orang lain. Bangsa papua harus berjuang dan selamatkan diri. Papua tidak benci Non Papua dan yang kita lawan hanya hegemoni pusat dan anggap OAP itu primitif.

Perlawanan sudah terjadi sejak tahun 1960 sampai sekarang dan akan berhenti kelak nanti, saat kita menjadi sahabat yang baik dalam sebuah kesetaraan sebagai Makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kami masih perlu anda, Kita akan tetap hidup bersama di negeri cenderawasih ini. Tapi bukan anda yang atur kita pu hidup. Kita mengaturnya sendiri.

Awi jr negeri yali, 19.

)* Penulis adalah intelektual Papua

Artikel sebelumnyaWabup Jayawijaya Terima Aspirasi Tujuh Kepala Kampung dan Tokoh Adat
Artikel berikutnyaMahasiswa Tambrauw Mengaku Jarang Dibantu Pemda