Pelayaran Dagang Suku Byak

0
1503

Oleh: Denis Koibur)*

Ada dua pelayaran dagang orang Biak Yaitu Faduren dan Wadwa. Faduren adalah pelayaran dagang yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kampung yang terdiri dari beberapa Keret. Jadi Keret-keret punya barang-barang yang dong bawah untuk pake tukar-tukar. Sedangkan Wadwa adalah pelayaran dagang yang dilaksanakan oleh salah satu Keret saja guna memenuhi kebutuhan Keret itu sendiri.

Saya beri contoh kasus. Keret Koibur di pulau Nusi punya teman dagang (Manibob) adalah Keret Yawandare di kampung Tindare di Yapen Utara. Pelayaran dagang ini di pimpin oleh saya punya Tete lalu dilanjutkan lagi oleh saya punya bapak tua. Saya punya bapak tua juga pandai besi yang ketrampilannya didapat dari Keret Manufandu/Sowek. Saya punya bapak tua selalu mengutamakan warga kampung yang duda, janda dan anak anak yatim piatu.

Kejayaan Faduren ini yang membuat kampung saya di pulau Nusi yang ada di foto ini namanya Inairusdi/Inairarusdi. Bila stok bama so menipis maka saya punya bapak tua akan kumpul saguer dan undang mansar-mansar yang lain datang minum-minum guna pembahasan Faduren.

Setelah penetapan pelayaran yang tidak lepas juga dari kesepakatan tali Eren dan penetapan kru maka akan diumumkan ke kawasa untuk siapkan barang tukar. Saat harinya tiba, maka perahu akan berlayar subuh.

ads
Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Bila perahu nampak di laut kampung Tindare maka orang di darat akan lebih memastikan siapa yang datang. Mereka akan mengenal layar dan sebut bahwa itu layar Surbak (nama layar perahu Keret Koibur).

Bila nama Surbak disebut maka orang akan tau bahwa itu perahu Inasi dan perahu Inasi milik Keret Koibur. Saat itu Keret Yawandare akan bersiap siap untuk sambut. Sistim Manibob itu bersifat Monopoli.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Barang di perahu menjadi hak Keret Yawandare tapi kewajiban mereka untuk mengisi Palka perahu untuk kebutuhan Keret Koibur. Manibob di Keret Yawandare akan mengangkat parang misalnya lalu tanya ke masyarakatnya yang berkumpul. Dia akan bilang sagu 2 Tumang. Yang setuju akan maju ambil parang lalu ke rumahnya ambil sagu.

Manibob punya keahlian khusus dalam hal ini dan cenderung untung. Barang tukar yang lebih adalah investasinya untuk propaganda ekonominya. Perahu Keret Koibur akan berlabuh hingga kebutuhannya sudah ok. Lalu keesokan harinya saat subuh, perahu berlayar kembali.

Dalam perdagangan tradisional ini tidak selalu berjalan mulus, bisa jadi Manibob kita pilih kasih dan lainnya sehingga bikin warganya sedih dan kecewa lalu bikin gerakan tambahan untuk Manibob kita atau warga yang kecewa bikin hobatan untuk angin timpa perahu yang mo balik ke Biak.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Para Manibob punya ritual khusus saat sepakat jadi Manibob yaitu Manibob dari Biak dan Yapen ini akan berdiri saling berhadapan disaksikan oleh kawasa Mnu lalu keduanya saling cubit telinga dgn tangan yang satu lalu tangan yang satunya pegang tempurung kelapa berisi air. Darah yang menetes dari luka cubitan telinga ini akan masing-masing Manibob minum. Mereka akan jadi sekutu dan saudara sampe mati.

Nene moyang dorang ambil sumpah untuk ikat dorang pung hubungan. Seiring berjalannya waktu, hubungan Manibob ini mulai kendor dan pudar.

Saya ingin suatu waktu bisa punya perahu layar dan bawa barang untuk kunjungi Manibob Keret ini untuk mempererat kembali hubungan kekeluargaan yang pernah ada. Syowi.

)* Penulis adalah pemimpin kapal Wairon berhasil berlayar dari Biak ke Samarai, PNG pada tahun 2018

Artikel sebelumnyaPanja Sosialisasikan Perdasus No. 4 Tahun 2019 di Tambrauw
Artikel berikutnyaGereja GIDI dan Baptis Diterima Keanggotaannya di Konferensi Gereja Pasifik