Dialog: Metode Menemukan Kebenaran Objektif

0
1301

Oleh: Florentinus Tebai)*

Tanah Papua selain dikenal sebagai tanah yang kaya yang sumber daya alam yang melimpah, tanah Papua dikenal sebagai medan konflik. Konflik dimulai sejak Indonesia mengintegrasikan Papua ke dalam bingkai NKRI melalui peristiwa Act of Free Choice 1969 (PEPERA pada 1 Mei 1969) di Papua Barat. Diantaranya seperti, Operasi Sadar (1969-1967), Operasi Brahtayudah (1967-1969), Operasi Wibawa (1969), Operasi Militer di Kabupaten Jayawijaya (1977), Operasi Sapu Bersih I dan II (1981), Operasi Galang I dan II (1982), Operasi Tumpas (1983-1984), dan Operasi Sapu Bersih (1985) (Tebay, 2015:2).

Tidak hanya itu, di Nduga operasi militer masih berlangsung hingga kini. Operasi Militer yang dilaksanakan pada 4 Desember 2018 oleh TNI/PORLI di distrik Yigi dan Mbua serta distrik sekitarnya, Kebupaten Nduga, Papua, telah memberikan dampak sosial dan kemanusiaan yang besar. Operasi militer ini telah mengorbankan sejumlah warga sipil. Diantaranya seperti, korban meninggal dunia, luka tembakan, dan hilang serta terjadinya gelombang pengungsian yang besar (Haluk, 2019:64). Berbagai bentuk pendekatan operasi militer ini merupakan upaya Indonesia dalam menyelesaikan konflik Papua secara menyeluruh. Tetapi, pengalaman sejarah telah membuktikan bahwa pendekatan militerisme hanya menambah dan melahirkan konflik baru.

Sokrates dan Dialog

Sokrates hidup sekitar tahun (470-400 SM). Plato adalah gurunya. Ajarannya, ialah akal budi (Rasio) menjadi norma penting dalam tindakan. Baginya, kekuatan akal budi, ialah bagaimana manusia dapat berbahagia berkat pengetahuan tentang apa yang baik. Selama hidupnya, Ia tidak pernah menulis apapun. Ia dianggap sebagai seorang filsuf terbesar sepanjang zaman. Titik pemikirannya terpusat pada manusia. Dengan perkataan lain, manusia menjadi titik perhatian utama dalam pemikiran utama dalam filsafat Sokrates. Dalam mencari dan menemukan suatu kebenaran yang objektif, ia berangkat dari kehidupan kongkrit di Zaman Yunani Kuno. Baginya, kebenaran objektif dapat digapai (Kebajikan). Dan hal itu, terus tampak melalui tingkahlaku manusia yang pantas, dan yang terpuji. Kebajikan mengantar manusia ke gerbang kebahagiaan sejati.

ads
Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Metode yang digunakannya, ialah Maieutika Tekne (Teknik Kebidanan). Ia membatu setiap orang, supaya melahirkan pengetahuan akan kebenaran yang terkandung di dalam jiwanya. Ia mempraktekkan praktek kebidanan itu lawat percakapan. Ia melihat (Meyakini) dengan jelas bahwa ada kebenaran-kebenaran individual yang ternyata bersifat universal. Dalam dialog itulah, Sokrates melibatkan diri secara aktif dengan menggunakan argumentasi rasional yang didukung oleh analisis yang cermat tentang apa saja dan menunjukkan perdebatan, pertentangan, penolakan, mengiring, membersihkan, serta menjelaskan keyakinan dan pendapat demi lahirnya kebenaran objektif. Singkatnya, lewat dialog, Sokrates menggiring orang untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya.

Dr. Neles Kebadabi Tebay dan Dialog Jakarta-Papua

Dr. Neles K. Tebay (alm) lahir di Godide, Kabupaten Dogiai, Provinsi Papua, 13 Februari 1964. Dia menjadi imam projo Keuskupan Jayapura, 28 Juli 1992, di Waghete, Kabupaten Deiyai. Dalam perayaan ini, Dia diberikan nama adat Kebadabi yang dalam bahasa Mee berarti orang yang membuka pintu atau jalan. Dia pernah menyelesaikan pendidikan S 1 dalam bidang Teologi pada STFT “Fajar Timur” tahun 1990 di Abepura. Dia pernah menyelesaikan Program Master dalam bidang Pastoral Studies pada Universitas Ateneo de Manila tahun 1997. Setelahnya, Dia dikirim ke Roma Italia untuk belajar Misiologi. Pada bulan Maret 2006, Dia menyelesaikan program doctoral dalam bidang Misiologi pada Universitas Urbania Roma.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Ia adalah Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP). Karya-karyanya berupa, artikel-artikel opini tentang konflik Papua dapat ditemukan dalam berbagai surat kabar harian, seperti The Jakarta Post, Harian Kompas, Sinar Harapan, Cepos dan lainnya. Dia juga adalah penulis buku “Dialog Jakarta-Papua, Sebuah Perspektif Papua” yang diterbitkan oleh Sekertarian Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Jayapura, 2009.    Selama hidupnya, Dia meyakini bahwa dialog merupakan metode penyelesaian konflik yang menyeluruh dan bermartabat. Dia meyakininya bahwa dialog antara pemerintah pusat dan orang Papua (Dialog Jakarta-Papua) merupakan satu metode dalam upaya mencari dan menemukan solusi atas masalah Papua. Baginya, Dialog merupakan cara orang modern, demokratis, dan beradab dalam menemukan kebenaran objektif. “Dialog sebagai jalan yang bermartabat untuk menyelesaikan konflik Papua”. (Tebay, 2015:15).

Dialog: Media Penyelesaian Konflik Bermartabat

Dialog merupakan sarana penyelesaian konflik demi mencari dan menemukan kebenaran obejektif. Oleh karena itu, pelaksanaan dialog harus didasarkan pada nilai-nilai universal. Diantaranya seperti, keadilan, perdamaian, kebijaksanaan (Shopos), sehingga pada akhirnya dapat menemukan kebenaran dan mengalami kebahagiaan bersama (Bonum Comune) bagi semua orang.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Dalam hubungannya dengan ini, Yohanes Kayame dan Aris Yeimo juga telah memberikan pemahaman bagi kita bahwa dialog merupakan sarana. Dialog: Sarana Menuju Papua Tanah Damai (Jubi, 20 September 2019) dan Perdamaian Harus Diperjuangkan, (Jubi, 20 September 2019). Konflik Papua tidak boleh diselesaikan secara parsial, tetapi konflik Papua segera diselesaikan secara bermartabat, dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan merupakan hal mendasar dalam pelaksanaan dialog (Tebay, 2015:1-2).

Akhirnya, Dialog bukan merupakan satu hal baru yang digunakan dalam upaya mencari dan menemukan kebenaran objektif. Sejarah telah membuktikannya bahwa sejak zaman Sokrates di Zaman Yunani Kuno hingga kini dialog digunakan sebagai metode atau sarana paling beradab, bermartabat dalam upaya mencari dan menemukan kebenaran objektif. Itu dilakukan, agar semua orang mengalami kebahagiaan yang sesungguhnya, yakni Kebajikan. Dalam konteks inilah, (alm) Neles Tebay menawarkan pendekatan dialog Jakarta-Papua, agar dapat menyelesaikan konflik Papua secara bermartabat dan menyeluruh. Tujuannya, ialah demi menciptakan Papua tanah Damai, sehingga pada akhirnya bersama-sama mengalami kebahagiaan bersama (Bonum Comune).

)* Penulis adalah Mahasiswa pada STFT Fajar Timur, Abepura, Jayapura, Papua.

Artikel sebelumnyaGenerasi Muda Yahukimo Diminta Jauhi Miras
Artikel berikutnyaBintang Kejora Dalam Kebinekaan (Perspektif  Estetika)