“Terlampau Banyak untuk Dihitung”: Penganiayaan Global atas Umat Kristen

0
2015

Oleh: Raymond Ibrahim)*

Tanggal 10 Nopember yang kita peringati secara nasional sebagai Hari Pahlawan, secara internasional diperingati sebagai Hari Doa Internasional bagi Gereja yang Teraniaya (International Days of Prayer for the Persecuted Church —IDOP). Perayaan itu sudah dimulai 20 tahun silam. Diprakarsasi oleh Aliansi Injili Dunia. Diperhitungkan ada 100.000 jemaat dari seluruh dunia berikut jutaan umat Kristen berpartisipasi dalam perayaan hari itu.

“Pada Bulan Nopember ini mari kita bersatu dalam doa untuk saudara dan saudari kita yang teraniaya,” urai IDOP dalam sebuah video singkat yang menyoroti beberapa contoh penganiayaan akhir-akhir ini. Termasuk pemboman terhadap gereja selama Minggu Paskah di Sri Lanka dan pembantaian umat Kristen oleh kelompok-kelompok Islam di Nigeria yang sedang berlangsung dan yang semakin meningkat lagi di Burkina Faso.

Tatkala mendiskusikan pentingnya hari ini, Vernon Brewer, CEO dan pendiri World Help, sebuah organisasi kemanusiaan Kristen, menulis:

“Sangatlah mudah untuk menjalani kehidupan kita sehingga lupa bahwa di tempat-tempat seperti Nigeria, Iran dan Korea Utara itu, menjadi  orang Kristen sering bisa menyebabkan orang mati. Lagi pula, sebagian besar penganiayaan itu terjadi karena agama kita bukanlah sesuatu yang kebanyakan dari kita hadapi…. Tetapi saya tidak bisa melupakan orang-orang beriman yang saya temui di Irak, Cina atau di perbatasan Korea Utara. Saya tidak bisa melupakan bekas luka mereka. Atau mata mereka yang angker dan cerita-cerita mengerikan … Semakin banyak bepergian, semakin saya melihat bahwa di banyak negara penganiayaan umat Kristen itu lebih buruk daripada sebelumnya. “

ads
Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Statistik pun mendukung pernyataan suram ini: “Ada 4.136 orang Kristen dibunuh karena alasan yang berkaitan dengan agama,” kata Open Doors dalam Daftar Pengawasan Dunia tahun 2019 (World Watch List 2019). “Rata-rata, itu ada 11 orang Kristen terbunuh setiap hari karena keyakinan mereka.” Selain itu, “2.625 orang Kristen ditahan tanpa diadili, ditangkap, dihukum dan dipenjara.” Selain itu, ” ada 1.266 gereja atau bangunan Kristen diserang.”

Lebih lanjut, lapotan itu menyatakan bahwa lebih dari 245 juta umat Kristen di seluruh dunia saat ini menderita penganiayaan. Dengan kata lain, “1 dari 9 umat Kristen mengalami penganiayaan tingkat tinggi di seluruh dunia.”

Biasanya wanita mengalami penganiayaan yang lebih menyedihkan: “Di banyak tempat, mereka mengalami ‘penganiayaan ganda.’  Satu karena Kristen dan satu lagi karena wanita.” Adapun angka-angka spesifiknya: “Setidaknya enam wanita setiap hari diperkosa, dilecehkan secara seksual atau dipaksa menikah dengan pria Muslim terancam mati karena iman Kristen mereka …”

“Tinjauan Independen terhadap penganiayaan atas umat Kristen global,” yang dipimpin oleh Pdt. Philip Mounstephen, Uskup Truro yang diterbitkan pada awal 2019, menyatakan:

“Bukti memperlihatkan tidak hanya ada sebaran geografis penganiayaan anti-Kristen, tetapi juga semakin meningkat parah. Di beberapa kawasan, tingkat dan sifat penganiayaan, tidak terbantahkan lagi sudah mendekati terpenuhnya defenisi internasional tentang genoside (pembantaan massal), berdasarkan apa yang dipergunakan oleh PBB.”

Laporan itu dipesan oleh Menteri Luar Negeri Inggris, Jeremy Hunt. Laporan terinci oleh uskup itu menyimpulkan bahwa penganiayaan umat Kristen sudah nyaris mencapai tingkat genosida (pembantaian massal).

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Kedua kajian itu menjelaskan bahwa sebagian besar penganiayaan terjadi di dunia Muslim. Dalam tujuh dari 10 negara paling mengerikan, “penyebab utama penganiayaan adalah penindasan Islam,” urai lembaga nirlaba, Open Doors. Selain itu, 38 dari 50 negara penganiaya umat Kristen, sebagian besar adalah negara mayoritas Muslim.

Laporan Uskup Truro memberikan hal-hal yang khusus:

  • “Penganiayaan umat Kristen barangkali paling kejam terjadi di kawasan tempat lahir Kekristenan, Yaitu di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
  • “Agama Kristen kini menghadapi kemungkinan sedang dimusnahkan di berbagai bagian Timur Tengah, tempat akarnya bisa dilacak semakin jauh. Di Palestina, jumlah umat Kristen berada di bawah 1,5 persen. Di Suriah, populasi umat Kristen merosot dari 1,7 juta pada 2011 menjadi di bawah 450.000 jiwa. Dan di Irak, jumlah umat Kristen merosot tajam dari 1,5 juta sebelum 2003 menjadi di bawah 120.000 sekarang ini.”
  • Di negara seperti Aljazair, Mesir, Iran, Irak, Suriah dan Arab Saudi, situasi umat Kristen dan minoritas lainnya sudah mencapai ambang yang mengkhawatirkan.”
  • “Ada kekerasan massal yang teratur terungkap melalui pemboman gereja, seperti yang terjadi di negara-negara seperti Mesir, Pakistan, dan Indonesia.”
  • “Satu-satunya ancaman terbesar bagi umat Kristen [di Nigeria] … datang dari kelompok militan Islam Boko Haram. Laporan intelijen AS pada 2015 menyatakan bahwa 200.000 umat Kristen berisiko dibunuh … Mereka yang paling parah terkena dampak termasuk wanita Kristen dan anak-anak perempuan ‘diculik, dan dipaksa masuk Islam, menikah paksa dan pelecehan seksual serta penyiksaan.’ “
  • “Niat untuk menghapus semua bukti kehadiran Kristen [di Suriah, Irak, Mesir, Nigeria timur laut dan Filipina] dibuat jelas dengan menghilangkan salib, penghancuran bangunan Gereja dan simbol Gereja lainnya. Pembunuhan dan penculikan para klerus menjadi serangan langsung terhadap struktur dan kepemimpinan Gereja. “
Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Di luar dunia Muslim, penganiayaan terhadap umat Kristen juga semakin memburuk. Khususnya Korea Utara. Di sana, “tekanan dan kekerasan yang tak berkesudahan” diarahkan terhadap umat Kristen. Di India, untuk pertama kalinya dalam sejarah modern, umat Kristen mengalami “penganiayaan ekstrem.”

Pada akhirnya, angka dan statistik tidak pernah cukup menangkap besarnya masalah. “Terlalu banyak untuk dihitung. Terlmpau banyak hal yang tidak diketahui,” kata video dari Hari Doa Internasional untuk Gereja Teraniaya, “Semua karena mereka menyandang nama Yesus.”

)* Raymond Ibrahim, pengarang buku baru, Sword and Scimitar, Fourteen Centuries of War between Islam and the West (Pedang dan Badik, Empat Belas Abad Perang Antara Islam dan Barat). Selain menutlis diberbagai media internasional, ia sering memberikan keterangan di Kongres AS. Naskah ini pernah diterbitkan oleh Lembaga Kajian Gatestone Institute, AS, 10 Nopember 2019 lalu dengan judul, ““Too Many to Count”: The Global Persecution of Christians”. Penterjemah Jacobus E. Lato.

SUMBERGatestone Institute
Artikel sebelumnyaMama Worabay Memilih Jualan Kapur dan Fornok untuk Penuhi Kebutuhan Rumah
Artikel berikutnyaBerkat Trump, Para Mullah Bakal Bangkrut