Pembentukan Pengadilan HAM dan KKR di Papua Sangat Mendesak

0
1208

MANOKWARI, SUARAPAPUA.com— Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mengatakan, sudah 18 tahun UU Otsus telah diberlakukan dan berjalan, pelanggaran HAM masih terus terjadi dan tidak ada kemajuan untuk penyelesaian berbagai pelanggaran HAM tersebut.  

Salah satu yang diamanatkan dalam UU tersebut adalah pembentukan KK di Tanah Papua. Dua tahun kedepan Otsus akan habis masa pemberlakuannya. KKR yang diamanatkan tidak pernah dibentuk, Komnas HAM perwakilan Papua Barat juga tidak ada, selain itu tidak pernah bentuk Pengadilan HAM.

“Gubernur Papua dan Papua Barat harusnya berada di depan untuk perjuangkan  apa yang diamanatkan UU Otsus. Sebab, salah satu jalan untuk menyelesaikan persoalan di Papua adalah KKR dan Pengadilan HAM,” jelasnya kepada suarapapua.com di Manokwari, Papua Barat, tidak lama ini.

Baca Juga: Yan Warinussy: Perlu Dibentuk KKR Untuk Selesaikan Pelanggaran HAM di Papua

Warinussy meminta agar pemerintah Papua Barat membuat kajian untuk  mengimplementasikan pembentukan Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua Barat. Ia juga meminta gubernur Papua dan Papua Barat untuk membuat kajian untuk membentuk KKR dan Pengadilan HAM di Tanah Papua.

ads
Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

“Langkah penting dapat dilakukan melalui dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembentukan KKR dan Pengadilan HAM. Kedua lembaga terhormat ini dapat didirikan di Jayapura dan Manokwari,” ujarnya.

Menurutnya, langkah ini sangat mendesak dan penting dalam memperkuat posisi Indonesia di tingkat internasional sebagai salah satu anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dewasa ini.

“Saya mendukung dan mendorong langkah-langkah penyelesaian dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua yang sudah terjadi sepanjang lebih dari 50 tahun (terakhir ini) tanpa penyelesaian secara hukum,” kata Yan.

Penyelesaian pelanggaran HAM, menurutnya sangat penting untuk  menghilangkan kesan negatif impunitas bagi para terduga pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan  yang masih bebas berkeliaran di Indonesia tanpa tersentuh hukum sekalipun.

Dikutip dari voaindonesia.com, Mahfud MD, Menko Polhukam Indonesia setelah dilantik membawa ide tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk kasus-kasus pelanggaran HAM. Menkopolhukam pertama dari kalangan sipil ini seolah memberi secercah harapan. Beberapa saat setelah mengucap janji sebagai pejabat, dia membuka wacana menghidupkan kembali UU No 27 Tahun 2004 tentang KKR.

Baca Juga:  Mahasiswa Nduga se-Indonesia Sikapi Konflik Pemilu di Distrik Geselema

“Kalau urusan pelanggaran HAM itu kan sudah jelas ada parameternya kalau itu mau dikaitkan dengan Papua. Dulu kita punya UU KKR, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, kenapa kita tidak buka itu saja,” kata Mahfud.

Namun Mahfud buru-buru menambahkan hal itu belum final karena dia baru empat hari menjabat dan belum membahasnya dengan kementerian terkait lainnya.

“Tetapi kita semua bertekad untuk menyelesaikan pada periode ini dengan jelas. Tidak menggantung-gantung lagi,” tegas Mahfud.

Bangun dari Mimpi

Pengacara HAM senior dari Papua, Gustav Kawer menilai, para elit pusat dan Papua seolah baru bangun dari mimpi panjang terkait wacana KKR yang muncul kembali saat ini. Ada dua alasan. Pertama, pembatalan UU KKR tidak diikuti dengan perbaikan dan pemberlakuan regulasi baru sampai saat ini. Kedua, pembentukan KKR sudah tercantum dalam UU Otonomi Khusus Papua 2001, tetapi tidak terealisasi sampai sekarang.

Baca Juga:  OAP di PBD Sangat Minoritas, MRP PBD Bakal Terbitkan Regulasi

“Ada mandat di UU Otsus. Diberi kewenangan untuk membentuk KKR di Papua. Cuma aturan pelaksanaan dari Otsus itu sampai sekarang belum ada,” ujar Gustav kepada VOA sambil menekankan pemerintah provinsi dan pusat harus secepatnya membuat aturan pelaksanaan.

“Karena tidak dibuat-buat dari 2001 sampai sekarang ini, makanya KKR tidak ada di Papua,” katanya.

UU Otsus Papua juga mewajibkan pembentukan Pengadilan HAM di Papua. Namun, mandat itu juga tidak terlaksana. Padahal, KKR dan pengadilan HAM di Papua merupakan kebutuhan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu di sana.

Gustav mensinyalir pemerintah enggan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM lewat KKR karena akan menyeret aparat negara sendiri.

“Kalau mereka mau, seharusnya ada keberanian untuk menyelesaikan itu lewat hadirnya KKR,” tegasnya.

Gustav sedikit mengapresiasi wacana penyelesaian pelanggaran HAM yang disodorkan Mahfud. Dia berharap, mantan Ketua MK ini mau melihat lebih detail berbagai persoalan pelanggaran HAM di daerah, terutama yang masalahnya serius seperti di Papua.

Pewarta : SP-CR14

Editor: Arnold Belau  

Artikel sebelumnyaAmukan Tanah Tak Berdosa, Silsilah Mencuat, Darah Mendidih Mengorbankan Keluarga
Artikel berikutnyaOtsus Tidak Mampu Berikan Manfaat untuk Orang Papua