Membaca Potensi Mahfud MD Menangani Konflik Papua

0
1330

Oleh: Alleb Koyau)*

Nama lengkapnya Prof. Dr. Mahfud MD, SH., SU., M.I.P. Ia baru-baru ini dipilih sebagai menteri koordinator politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) republik Indonesia menggantikan posisi Jend. Purn Wiranto SH dalam kabinet yang dinamakan ‘kabinet Indonesia maju’ godokan Joko Widodo, presiden terpilih Indonesia 2019-2024.

Mahfud MD merupakan salah satu pakar hukum tata negara Indonesia, mantan ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia dan juga merupakan dosen sekaligus guru besar universitas Islam Indonesia (UII)[1]. Dalam histori kementerian tersebut, Mahfud menjadi menteri pertama yang berasal dari kalangan- non militer- sipil[2]. Mahfud terpilih sebagai Menkopolhukam setelah sang mantan Menhan di era Gusdur itu ‘gagal’ digaet menjadi cawapres Jokowi yang diduga dikandaskan oleh beberapa parpol koalisi Indonesia hebat kala itu.

Jalur dan warna sipil Mahfud dalam struktur kementerian yang selama ini didominasi oleh eks-eks jenderal TNI tersebut, tentu akan membuat  dirinya membutuhkan banyak waktu dan tenaga ekstra untuk beradaptasi ke dalam ‘rel permainan’ kementerian itu. Hal ini telah diprediksikan oleh beberapa pengamat politik Indonesia, apalagi hampir kebanyakan Dirjen aktif Kemenkopolhukam masih didominasi oleh para purnawirawan, maka Mahfud MD yang sipil tentu harus bekerja ekstra menjalankan kebijakan dan program dimana akan sangat sensitif ketika mengabaikan satu kepentingan: sipil atau pun militer ke depan.

Dengan kondisi tersebut, maka Prof. Mahfud tentu akan berada di bawah tekanan dan bayang-bayang intervensi dari kedua pihak baik sipil maupun militer. Kepentingan sipil yang bakal menjadi fokus pikiran Mahfud adalah kebijakan politik dan keamanan untuk meredam dan meresolusi konflik kronik Papua yang di dalamnya melibatkan militer sebagai aktor inti konflik. Mahfud MD akan diperhadapkan pada peliknya persoalan sensitif tersebut dan pada saat yang bersamaan akan dilema memutuskan langkah-langkah strategis untuk menuntaskan berbagai kasus HAM yang mandek di atas mejanya yang diwariskan oleh Wiranto-Luhut dan menteri-menteri sebelumnya.

ads

Berdasarkan realitas itu dan atas dasar berbagai  review perspektif Mahfud MD soal konflik pelik Papua, maka sudah dapat ditaksir bagaimana peluang pendekatan resolusi konflik Papua ala Mahfud MD yang paling tidak sudah cukup jelas: tidak akan berbeda dengan cara pandang dan pola pendekatan kalangan militer yang selalu ofensif dan defensif keluar maupun ke dalam. Simpulan ini setidaknya bercermin dari review latar belakang, relasi dengan militer dan perspektif Mahfud MD sendiri atas HAM, histori konflik politik -hukum Papua berikut.

  1. Mahfud Berasal Dari Partai, Organisasi Islam Moderat dan Koservatif

Sepak terjang Prof. Mahfud yang berasal dari partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan agama islam Nadlatul Ulama (NU) memberikan deskripsi simple bahwa tidak mungkin ada terobosan berani dan berbeda  yang bakal ditampilkan/diambil dalam memandang persoalan Papua. Walau PKB partainya Gusdurian dan Mahfud pernah bersama Gusdur, tetapi  premis–premis tersebut tetap saja tidak bisa sama dengan Gusdur.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Ada pepatah mengatakan: “beda orang, maka beda cara, beda perspektif dan dan beda gaya.” Maka tidak akan mungkin serupa dengan Gusdur dalam melihat dan memahami persoalan Papua dan suara hati rakyat Papua saat ini. Partai Politik  PKB merupakan partai nasionalis-religius yang didominasi oleh kalangan religius yang tidak mungkin merestui segala kebijakan yang berpotensi mensegregasi NKRI. Oleh karenanya dapat dipastikan tidak akan mungkin banyak terobosan baru dalam kepemimpinan Mahfud MD di pos kementerian tersebut.

  1. Relasi Mutualisme Mahfud MD dengan Kaum Kapital dan Militer Indonesia

Kabinet Indonesia Kerja dan Kabinet Indonesia Maju bentukan Jokowi merupakan kabinetnya kalangan elit, korporasi pengusaha, militer-mafia dan kaum kapital nasional yang presentasinya tidak lebih dari 1/3 populasi Indonesia yang mengendalikan dan mengakumulasi kekayaan atas hampir 80-90 persen populasi penduduk Indonesia. Sosok-sosok pengusaha-penguasa telah mendominasi kalangan profesional dan akademisi dalam pemilihan menteri Indonesia di bawah rezim pemerintahan presiden Joko Widodo.

Maka tentu saja jaringan bisnis-oligarki yang ada akan tetap kuat menghantui segala kebijakan dan keputusan kabinet ini ke depan. Salah satu diantaranya yang telah terkuak kepermukaan adalah owner bisnis pertambangan besar skala nasional. Bisnis tersebut dimiliki mantan menteri Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan (sekarang Menko Maritim).

Menghadapi Luhut sebagai seorang senior yang berasal dari kalangan eks militer, maka Mahfud MD dipastikan akan lebih menurut dan mendengar bisikan-bisikan proteksionis bisnis kaum kapitalistik dibandingkan mendengar jeritan arus bawah yang menghendaki adanya perubahan dalam pola pendekatan penanganan kasus HAM di Indonesia.

Demikian pula, dapat dipastikan bahwa apa yang sudah ditinggalkan Wiranto sebagai pendahulu Menkopolhukam bakal dijaga dan diteruskan Mahfud MD dengan prinsip: “yang penting sama-sama aman, tidak ada kepentingan antar elit yang dikorbankan atau diganggu”. Apalagi jika melihat tipe sosok Mahfud MD selama ini. Dapat dipastikan akan lebih memilih diam (pasif) dan tidak mau cari masalah (gara-gara) dengan siapapun. Apalagi dengan eks purnawirawan militer yang memiliki pengaruh sebesar jenderal aktif di Indonesia selama ini.

Relasi mutualisme Mahfud MD dengan kaum oligarki, kapital dan militer juga dapat terlihat dalam komentar utama Wiranto saat serah terima jabatan di kantor Kemenkopolhukam Jakarta. Saat itu Wiranto mengatakan bahwa dirinya tahu betul siapa sosok Mahfud MD dan mengakui bahwa sosok Mahfud berkompeten untuk mengisi pos Menkopolhukam kala itu[3].  Potret lain juga terlihat dari info awal tentang penunjukkan Mahfud MD sebagai Menkopolhukam diterima oleh Prof. Mahfud sendiri dari eks Jend. Purn Hendropriyono: mantan Kepala Badan Intelijen Negara[4]. Hal ini mengindikasikan betapa  bakal akan kuatnya cengkeraman militer dan kaum Kapital-oligarki atas perjalanan Menkopolhukam ke depan. Sebab segala kelancaran transaksi bisnis nasional-global, dan suksesi eksploitasi di Papua akan sangat bergantung pada analisa dan keputusan menteri urusan politik, hukum dan keamanan ini.

  1. Pemahaman Mahfud MD Tidak Komprehensif  Atas Historis HAM dan Inti Konflik Papua
Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Kedekatan sosok Mahfud MD dengan mendiang alm. Presiden Ke-4 RI, Gusdur tentunya tidak diragukan lagi. Semasa pemerintahan presiden Gusdur, Prof. Mahfud sempat diposisikan sebagai menteri Pertahanan 2000-2001 dan menteri Kehakiman dan HAM (2000), Mahfud juga sempat dipercayakan sebagai plt staf  ahli dan deputi menteri negara urusan HAM (1999-2000)  dan anggota tim konsultasi ahli pada badan pembinaan hukum nasional (BPHN) Depkum HAM RI[5].

Berdasarkan telusur jejak Mahfud sebelumnya, mestinya Prof Mahfud memiliki pengetahuan yang utuh dan tuntas soal HAM dan situasi hak asasi manusia di Indonesia hingga Papua. Oleh karena itu, semua isu HAM  yang terjadi di negeri ini tentunya sudah disiapkan langkah-langkah umum penanganannya tanpa mengabaikan upaya pendekatan keamanan dalam menjaga integritas-stabilitas politik nasional.

Dengan demikian maka, mestinya Mahfud dapat mengikuti jejak pendahulu separtainya (Gusdur) dalam menangani persoalan Papua dengan pendekatan kultural-religius atau minimal pendekatan antropologis-akademis. Tetapi nampaknya harapan itu bisa sebaliknya, tidak terjadi sama sekali. Diakibatkan pemahaman akan dasar-dasar HAM yang masih ‘disangkal’ oleh Prof. Mahfud. Dimana kesan akan pengabaian akan pemahaman HAM ini tampak saat mencuatnya gejolak Papua beberapa bulan lalu. Saat itu Mahfud MD mengatakan bahwa persoalan yang terjadi di Papua bukanlah pelanggaran HAM, melainkan sekedar konflik horizontal yang dipicu aksi kerusuhan yang dilakukan oleh kelompok separatis. “Itukan karena separatis, kita punya UU juga tentang keamanan dan ketertiban yang menjamin, memberikan hak kepada negara untuk melakukan langkah-langkah keamanan”, kata Mahfud kala itu[6].

Menanggapi pernyataan tersebut, Hariz Ashar dan Asfinawati dari Lokataru dan YLBHI mengkritik pernyataan tersebut dengan menyarankan agar prof. Mahfud belajar lagi tentang definisi HAM dan historis lahirnya HAM. Pernyataan Menkopolhukam Mahfud tersebut, menjadi indikator bahwa ada semacam penyangkalan secara sadar atas fakta pelanggaran HAM Papua.

Dengan demikian hal itu dapat menjadi parameter juga dalam menilai ketidakpahaman  Mahfud MD atas inti konflik Papua yang sudah kronik dan mengusang.

Selanjutnya ketidakpahaman atau ketidakpedulian  memahami inti konflik Papua terpampang jelas ketika Mahfud MD mengomentari status sejarah integrasi Papua yang dinilai masih sama menggunakan kacamata sepihak penguasa Jakarta selama ini.

“Sekarang beda dengan dulu, konvensi PBB itu kan sudah mengatur satu negara yang sudah mempunyai kedaulatan yang sah atas wilayah tertentu, maka negara itu boleh melakukan semua langkah untuk mempertahankan daerah itu”, kata Mahfud di Jakarta Jumat 23 Agustus 2019[7].

Prof. Mahfud menegaskan bahwa Papua merupakan  wilayah yang sah bagian dari NKRI jika dilihat dari aspek kedaulatan. Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat dipastikan bahwa tidak akan ada perubahan dalam pendekatan penyelesaian konflik Papua dimasa pemerintahan Jokowi-Amin saat ini.

Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Sebab dengan memakai narasi penguasa Jakarta terutama militer, Prof. Mahfud MD menegaskan bahwa dirinya tetap menggunakan pendekatan ala militer dalam melihat dan menangani konflik Papua. Buktinya pasca dilantik Mahfud telah keliru menjelaskan persoalan hak Asasi manusia di bumi Papua. Oleh sebab itu, sangat jelas bahwa tidak ada harapan baru atas penyelesaian kasus HAM di Indonesia di masa Presiden Jokowi saat ini.

  1. Mahfud MD: Si Akademisi dan Pengabaian Landasan Objektifitas Keilmuan

Ciri akademisi adalah pemanfaatan logika keilmuwan yang rasional, objektif dan ilmiah dalam menyelesaikan suatu persoalan. Sebagai seorang akademisi bahkan sebagai guru besar, maka integrasi dan inklusifitas kaidah-kaidah keilmuwan tentunya menjadi tradisi Prof Mahfud. Oleh sebab itu, kacamata dan asas-asas keilmuwan yang transparan, akuntabel, independen serta ilmiah mestinya ditunjukkan dan dipakai oleh Prof. Mahfud  MD dalam melihat  realitas persoalan kehidupan berbangsa saat ini, khususnya dalam menyelami dan menguraikan masalah Papua.

Jika tidak, maka titel guru besar dan kepakaran prof. Mahfud tidak akan ada arti bagi rakyat.  Ilmu dan titel yang ada hanya akan dikenang oleh rakyat sebagai tameng untuk penguasa dalam berkolaborasi menyengsarakan rakyat. Akhirnya hanya akan menjadi pembuka jalan untuk menuju jalan kebinasaan kelak. Kepakaran dan keilmuwan sebagai seorang guru besar sangat diharapkan untuk ditempatkan pada koridor yang semestinya yaitu dijalan memecahkan persoalan rakyat  secara adil dan objektif.

Di samping beberapa uraian cermin tersebut di atas, sebagai seorang akademisi dengan nalar dan intelektual yang cinta atas keilmuwan yang kekal, maka tidak dapat dipungkiri, apabila Prof. Mahfud mampu bergerak keluar dari kondisi-kondisi yang diuraikan di atas dan menerobos tahanan untuk membuat terobosan dalam upaya penegakan HAM. Sebab semuanya dinamis, apalagi Prof. Mahfud dikenal sebagai sosok yang konsisten, beritegritas dan humanis, merupakan modalitas bagi rakyat-korban pelanggaran HAM yang kini mendambakan adanya angin segar dalam penuntasan Kasus HAM dan penyelesaian masalah Papua secara komprehensif, bermartabat dan final.

Berdasarkan prediksi uraian ini, maka potensi Prof. Mahfud menangani Papua dengan pendekatan baru sangat kecil kemungkinannya terjadi, namun dengan modalitas-modalitas yang dimiliki dapat dimanfaatkan oleh Prof Mahfud sendiri dalam menangani konflik Papua. Apalagi sosoknya yang religus-nasionalis-akademis menjadi harapan dan penentu untuk mengubah wajah situasi HAM Indonesia yang kian suram di kancah regional, kawasan dan dunia.

Semoga Tuhan  membuka Jalan penyelesaian konflik Papua untuk kebaikan bersama!

 

)* Penulis Adalah Mahasiswa Papua Tinggal di Papua

Referensi:

[1] https: //id.m.wikipedia.org/wiki/Mahfud-_MD#/editor/0 ( Diakses Pada 23 November 2019)

[2] https://nasional.kontan.co.id/news/mahfud-md-menkopolhukam-sipil-pertama-yang gantikan-wiranto-dua-kali?page=all (Diakses Pada 23 November 2019)

[3] Ibid  Ref 2

[4] Ibid Ref 2

[5] Ibid Ref 2

[6] https://www.alienea.id/nasional/mahfud-md-dinilai-keliru-soal-pelanggaran-ham-di-Papua/html (Diakes pada 22 November 2019)

[7] https://nasional.tempo.co/read/1239557/mahfud-md-tak-ada-jalan-untuk-referendum-Papua (Diakses pada 22 November 2019)

Artikel sebelumnyaWarinussy: Indonesia Harus Belajar dari Referendum Bougenville 
Artikel berikutnyaSAMN Hadir untuk Selamatkan Manusia Papua dari Bahaya Miras dan Narkoba