Warinussy: Indonesia Harus Belajar dari Referendum Bougenville 

0
1512

MANOKWARI, SUARAPAPUA.com— Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy mengatakan, pemerintah Indonesia harus belajar pelaksanaan demokrasi dari negara PNG dimana telah memberikan referendum kepada orang melanesia di provinsi Otonomi Bougenville.

Referendum di Bougenville telah dilakukan pada 23 November lalu di bawah pengawasan PBB. Hal itu, kata Yan, bisa menjadi gambaran pelaksanaan demokrasi yang baik dan dapat menjadi gamabran bagi  bangsa Melanesia di Papua Barat.

 “Ini salah satu contoh  konkrit tentang penyelenggaraan demokrasi di wilayah mayoritas etnis Melanesia di kawasan Pasifik. Kalau indonesia pelajari dan belajar dari pelaksanaan referendum itu, Indonesia bisa lakukan itu untuk selesaikan masalah berkepanjangan yang terjadi dalam 50-an tahun terakhir,” jelasnya kepada suarapapua.com pada, Sabtu pekan kemarin di Manokwari, Papua Barat.

Menurut Yan,  proses referendum di Bougenville dapat dijadikan pelajaran bagi Pemerintah Indonesia dan para pemimpin politik Papua untuk merancang sebuah pola penyelesaian konflik sosial-politik yang damai dan demokratis di Tanah Papua.

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

“Sangat penting memulai cara-cara damai dan bermartabat saat ini untuk memastikan bahwa penggunaan kekerasan fisik dan senjata tidak akan terjadi lagi di atas Tanah Papua. Sehingga memungkinkan bagi dilakukannya pertemuan-pertemuan secara informal maupun formal untuk merintis perdamaian tersebut,” katanya.

ads

Meskipun pernah dilakukan referendum di Papua, menurut Yan,  Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang pernah dilakukan penuh manipulasi dan melanggar hak-hak asasi manusia serta melanggar Perjanjian New York 15 Agustus 1962.

Referendum, kata dia,  menjadi contoh yang dapat dipakai untuk memperbaiki strategi dan pola memperbaiki situasi sosial-politik di Tanah Papua yang bertumpuh pada penghormatan hak rakyat Papua dalam menentukan nasib sendiri sebagai masyarakat asli dan adat berdasarkan amanat pasal 3 dari Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hak Masyarakat Pribumi.

Ia menambahkan, temuan Greg Poulgrain dalam penelitiannya yang dituangkan dalam Buku: Bayang Bayang Intervensi. Perang Siasat John.F.Kennedy dab Allen Dulles atas Sukarno, 2017 penting menjadi referensi untuk mengembalikan hak menentukan nasib sendiri rakyat Papua sebagai salah satu komunitas etnis asli Melanesia di Pasifik. Sejarah penemuan singkapan bijih emas di wilayah Pegunungan Papua dengan kadar tembaga dan konsentrat emas yang sangat tinggi oleh 3 (tiga) orang Belanda tahun 1936.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

“Karena itu menjadi awal terjadinya pergulatan politik antara Belanda sebagai penguasa pemerintahan di Tanah Papua dengan pemerintah Amerika Serikat dalam konteks ekonomi dan politik bersama Indonesia. Dan pada pelaksanaannya mengabaikan hak-hak dasar rakyat Papua selaku penguasa bumi Cenderawasih kala itu,” terangnya.

Untuk itu, menurut Yan, Presiden Joko Widodo untuk secara terbuka dan jujur dengan berlandaskan cita-cita demokrasi di dalam UUD 1945 dapat mulai melakukan dialog damai dengan pihak-pihak yang berkepentingan seperti United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk merancang formula penyelesaian damai atas penghormatan hak-hak politik rakyat Papua sesuai standar hak asasi manusia dan demokrasi yang bersifat universal.

“Salah satu langkah yang dapat dimulai oleh pemerintah Indonesia adalah memberikan kepercayaan kepada kira-kira 2 (dua) lembaga survey bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta perguruan tinggi negeri terkemuka untuk melakukan jejak pendapat secara ilmiah mengenai keinginan rakyat Papua secara terbuka di bawah pengawasan PBB,” harapnya.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

Agus Kossay, Ketua Umum KNPB Pusat sebelum ditangkap, dalam wawancara dengan Suara Papua mengatakan, sebagai bangsa Melanesia yang sedang ditindas dan mengalami persoalan yang sama, KNPB mendukung referendum untuk Bougenville.

Kossay juga mengatakan, meskipun pemerintah Indonesia sebagai negara demokrasi, harus belajar demokrasi dari negara PNG.

Karena, kata dia, PNG melaksanakan demokrasi yang adil, jujur dan bermartabat dengan gaya dan ciri khas Melanesia.

“Untuk Papua, Indonesia harus belajar dari PNG untuk melaksanakan demokrasi yang benar di Papua dengan memberikan referendum untuk Papua. Karena, kami percaya bahwa referendum adalah satu-satunya proses demokrasi yang diakui dunia Internasional,” katanya saat itu.

Pewarta : SP-CR14

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaMersi F. Waromi: Penegak Hukum Harus Hargai Hak Tersangka
Artikel berikutnyaMembaca Potensi Mahfud MD Menangani Konflik Papua