Peringati Hari HAM Internasional, RMO Suarakan Pelanggaran HAM di Papua

0
1192

MAKASSAR, CAKRAWALAIDE/SUARAPAPUA.com— Bertepatan momen Hari Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Melawan Oligarki (RMO) melakukan unjuk rasa di depan Monumen Mandala, Jalan Jenderal Sudirman, Selasa (10/12/2019).

Aksi ini berlangsung sejak usai salat asar hingga magrib menjelang, dengan mengusung tema “Reformasi Dikorupsi, Demokrasi Direpresi, HAM Dikebiri.” Salah satu yang jadi tuntutan RMO, yakni agar dituntaskannya kasus pelanggaran HAM masa lalu, juga hingga saat ini di tanah Papua.

Tuty, selaku Jenlap aksi menjelaskan bahwa sampai saat ini masyarakat di Papua mengalami intimidasi dan pembunuhan. Namun, tidak ada tindakan dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

“Pembunuhan terjadi di Papua, tapi pemerintah seakan pura-pura tidak tahu, bahkan akses informasi mengenai keadaan Papua sampai saat ini ditutup,” pekik Tuty dalam orasinya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan Indonesia menjunjung HAM, hal ini tertera dalam UUD 1945. Namun, dalam realisasinya negara sendirilah yang melanggarnya.

ads

Menurutnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM hanya menjadi janji manis yang menghiasi kala kontestasi politik, tapi setelah terpilih, tak satupun dari mereka yang menepati janji tersebut bahkan terus meningkat setiap tahun.

“Pemerintah yang disokong kepentingan oligarki, pelibatan aparat bersenjata demi memperlancar laju investasi secara langsung berakhir pada praktik kriminalisasi aktivis hingga penembakan adalah wujud nyata pelanggaran HAM,” tegas Tuty.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua
Aliansi Rakyat Melawan Oligarki (RMO) melakukan unjuk rasa di depan Monumen Mandala, Jalan Jenderal Sudirman, Selasa (10/12). (cakrawalaide.com)

Senada dengan itu, Parle, salah satu peserta aksi dalam orasinya juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang menutup akses media di tanah Papua. Menurutnya langkah pemerintah dalam menyikapi konflik Papua yang lahir dari isu rasial dengan membatasi akses jurnalis sangatlah irasional.

“Itu hanya akal-akalan pemerintah untuk menutupi fakta kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah dengan pendekatan militeristik, jadi jelas motifnya agar informasi fakta tersebut tidak tersebar luas, sebab potensinya akan menjadi sorotan publik,” ujar Parle.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Lanjut, ia juga menambahkan, mestinya Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi haruslah memberikan kebebasan kepada media sebagai penyambung informasi kepada rakyat.

“Pers adalah pilar ke empat demokrasi, jadi pembatasan akses media di tanah Papua jelas menyalahi nilai prinsip demokrasi,” tutupnya.

Penghujung aksi, sebelum pembacaan pernyataan sikap RMO massa lakukan aksi simbolik sebagai salah satu bentuk permintaan maaf kepada masyarakat Papua atas penjajahan yang dilakukan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dilanjutkan salat gaib serta doa bersama untuk korban-korban pelanggaran HAM.

Source: Cakrawalaide.com

SUMBERCakrawala Ide
Artikel sebelumnya15 Operasi Militer Indonesia di Papua antara 1963 – 2004
Artikel berikutnyaHak-hak Perempuan yang Dilupakan