Legislator: Negara Harus Hentikan Kekerasan di Papua

0
1306
Apeniel Ezra Sani, anggota DRD Papua termuda periode 2019-2024. (Arnold Belau - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Apeniel Sani, Legislator Papua dari Meepago meminta semua pimpinan negara di Tanah Papua dan Pusat, termasuk presiden untuk menghentikan kekerasan yang sedang berlangsung di Intan Jaya dan Papua pada umumnya.

“Saya minta dengan tegas kepada seluruh unsur pimpinan negara ini untuk hentikan kekerasan di Intan Jaya dan Papua. Karena manusia Papua bukan binantang buruan. Mereka adalah masyarakat yang punya harkat dan martabat seperti manusia lain,” tegas Apeniel.

Menurutnya, harus ada ketegasan dari presiden. Kenapa dalam suasana Natal aparat TNI dan Polri didrop ke Intan Jaya, Beoga, Paniai dan beberapa daerah lain di Papua.

“Hari Natal ini hari yang hari dihargai, dihormati dan dinanti-nantikan oleh umat Kristen. Karena bagi orang Kristen hari adalah Natal adalah hari suka cita dan penuh damai. Saya sangat kecewa dan sedih dengan situasi Intan Jaya yang sedang dikacaukan oleh aparat,” katanya.

Baca Juga: Apeniel Sani: Aparat Jangan Ganggu Suasana Natal di Intan Jaya

ads

Untuk itu, Apeniel meminta supaya negara dan semua unsur pimpinan negara di Pusat dan Daerah harus memikirkan solusi yang tepat untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Papua.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

Sebab, kata dia, pemerintah Pusat terkesan abaikan berbagai persoalan, terutama persoalan kekerasan dan konflik yang terjadi di Papua.

Seperti diberitakan media ini, sejak tanggal 14 – 16 Desember kemarin, negara melakukan pendropan pasukan di Sugapa dengan menggunakan pesawat Helikopter milik TNI dan Polisi. Sehari setelahnya, aparat gabungan TNI dan Polri baku tembak dengan Tentara Nasional Papua Barat (TPNPB) dari Kodap VIII Kemabu, Intan Jaya.

Baku tembak terjadi di dua distrik. Di distrik Sugapa baku tembak terjadi di Bulapa, Kampung Yoparu, dsitrik Sugapa. Dan di Distrik Hitadipa, baku tembak terjadi di kampung Kulapa dan Wabui.

Akibat dari kontak senjata yang terjadi di Intan Jaya, 17 Desember kemarin, dua anggota TNI ditembak mati oleh TPNPB. Korban di ihak TPNPB dan masyarakat belum ada data dan informasi, karena sulitnya akses komunikasi ke TPNPB.

Baca Juga: Berita Foto: Enam Helikopter TNI dan Polri di Bandara Sugapa

Dikutip dari Jubi.co.id, Anggota Majelis Rakyat Papua utusan Gereja Kemah Injil di Tanah Papua, Pdt Nikolaus Degey STh mempertanyakan mengapa TNI dan Polri terus menambah jumlah aparakat keamanan di Papua pada saat masyarakat tengah bersiap merayakan Natal. Degey menyebut penambahan pasukan serta operasi keamanan yang terus dilakukan di Papua justru dapat menguntungkan kampanye Papua Merdeka.

Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Degey menyampaikan hal itu di Jayapura, Rabu (18/12/2019), menanggapi kontak senjata yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada Selasa (17/12/2019). Kontak senjata itu menewaskan dua prajurit TNI, Letnan Satu EZ Sidabutar dan Sersan Dua R Rizky. Kantor Berita Antara pada Rabu melaporkan penembakan senjata itu terjadi saat TNI melaksanakan kegiatan bakti sosial perayaan Natal di Kampung Kulapa, Distrik Hitadipa, Intan Jaya.

Degey menyatakan penambahan pasukan di Papua telah terjadi secara terus menerus sejak Agustus 2019. Penambahan pasukan itu terjadi setelah unjukrasa dan amuk massa terjadi di berbagai kota di Papua, dipicu tindakan oknum TNI dan organisasi kemasyarakatan yang melakukan persekusi dan tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019.

Sejumlah insiden baru telah terjadi, dan melibatkan pasukan tambahan dari luar Papua. Insiden terbaru adalah kontak senjata antara kelompok bersenjata dan TNI di Kampung Kulapa yang menewaskan dua prajurit TNI pada Selasa.

Baca Juga:  Komnas HAM RI Didesak Selidiki Kasus Penyiksaan Warga Sipil Papua di Puncak

“Natal tidak perlu pegamanan, karena tidak ada orang jahat. Karena itu, tarik pasukan TNI Polri. Kalau tidak, [penambahan] pasukan TNI/Polri [justru bisa] menjadi bagian dari [bahan kampanye] perjuangan Papua merdeka,” kata Pdt Nikolaus Degey.

Degey mempertanyakan argumentasi aparat keamanan yang menyatakan kehadiran pasukan dan aparat keamanan berbagai pelosok Papua dilakukan dalam rangka pengamanan Natal. Degey menyatakan tidak akan ada pihak yang mengganggu perayaan Natal di kampung dan pelosok Papua, karena semua warganya beragama Kristen.

“Siapa yang mau ganggu [perayaan Natal di pelosok?]. Kalau [di] kota, masuk akal [jika polisi mewaspadai ada pihak yang akan menggangu perayaan Natal]. Kalau bilang ada yang mau ganggu, itu menodai sucinya perayaan Natal,” kata Degey.

Degey menegaskan, apapun alasan Jakarta, pendekatan militer atau pendekatan keamanan yang digunakan Jakarta dalam menangani isu Papua tetap akan merugikan Indonesia. Pendekatan militer dengan menambah pasukan di Papua, serta menyebar aparat keamanan di berbagai pelosok di Papua, cenderung dipersepsi negatif oleh orang asli Papua dan masyarakat internasional.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaLiput Demo di Yahukimo, Jurnalis Jubi Dipukul Polisi
Artikel berikutnyaPresiden dan Menkominfo Tak Serius Hadapi Sidang Pemutusan Internet di Papua