Pembantaian Umat Kristen Lain yang Terabaikan Landa Burkina Faso

0
2115

Oleh: Raymond Ibrahim)* 

Minggu, 1 Desember 2019. Sejumlah teroris menyerang sebuah Gereja Kristen Protestan di Burkia Faso. Ketika ibadat sedang berlangsung. Mereka berhasil membunuh 14 jemaat. Pastor gereja itu dan beberapa anak termasuk di antara orang-orang yang tewas terbunuh.

Ini hanyalah serangan terbaru. Masih banyak lagi serangan mematikan atas minoritas Kristen dari sebuah negara kecil yang berlokasi di Afrika Barat itu, sebuah wilayah yang lebih dikenal karena penganiayaan terhadap orang-orang Kristen.

Sementara itu, Burkina Faso, adalah sebuah negara kecil dengan populasi kira-kira 60% Muslim, 23% Kristen dan 17% animisme atau lainnya. Ketika membahas situasi negeri itu, Televisi BBC melaporkan bahwa “Kekerasan jihad sudah berkobar di sana sejak 2016. Para pejuang jahat yang berafiliasi dengan al-Qaeda dan kelompok Negara Islam dan juga Ansarul Islam lokal [Juara Islam] telah lama aktif di wilayah ini. “

Namun, dari seluruhnya 12 serangan teror Islam yang didaftarkan pada 2016, hampir 160 dilaporkan hanya dalam lima bulan pertama 2019.

ads

Media arus utama biasanya mengabaikan unsur agama setiap kali oknum Muslim menyerang umat Kristen. Seringkali mereka menyebutnya “perselisihan sectarian.” Meskipun demikian,  serangan di Burkina Faso menjadi sangat mencolok berdasarkan agama sehingga Harian Washington Post pun menerbitkan laporan pada 21 Agustus. Judulnya, “Militan Islam mengincar umat Kristen di Burkina Faso”

Media kenamaan Amerika itu karena itu menulis; ““Kerusuhan yang dilakukan kaum Islam radikal yang tersebar luas telah mengubah Burkina Faso. Mengubah negara itu dari negara yang damai yang dikenal dengan pertaniannya, tempat festival film terkenal dan toleransi beragama menjadi sarang ekstremisme.”

Laporan tersebut mencatat bahwa para pejihad memeriksa leher orang untuk mencari simbol-simbol Kristen, kemudian membunuh siapa pun yang mengenakan kalung salib atau membawa gambar Kristen lainnya. Pada kesempatan-kesempatan lain, “para teroris bersenjata itu menantang umat Kristen untuk masuk Islam atau mati.”

Terlepas dari berbagai indikator motif yang jelas seperti itu, banyak orang dari kalangan pemerintah (establishment) tetap berpegang pada narasi “lebih berkaitan dengan politik dan ekonomi daripada ekonomi.”  Narasi itu terlihat seperti diucapkan oleh Sten Hagberg dari Swedia. “Menurut saya,” jelas Sten Hagberg, seorang profesor antropologi Swedia di Universitas Uppsala, serangan itu “lebih berkaitan dengan politik dan ekonomi dari pada agama. “

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Sementara itu, bagi mereka yang lebih dekat dengan lapangan, “Umat Kristen … saat ini sedang dimusnahkan atau diusir dari desa mereka oleh para ekstremis Muslim,” demikian yang bisa dikutip dari sebuah berita yang terbit 18 September lalu. “Jika ini terus berlanjut tanpa ada yang campur tangan,” kata Uskup Laurent, Ketua Konferensi Uskup Burkina Faso dan Niger, “hasilnya adalah hilangnya umat Kristen di daerah ini dan mungkin masa depan di seluruh negara.”

Tampaknya, pernyataan getir ini tidak berlebihan. Berikut beberapa serangan yang lebih mematikan terhadap orang Kristen pada tahun 2019 saja:

  • Tanggal 27 Juni;: “Sekelompok orang bersenjata yang belum teridentifikasi memasuki Desa Bani…mencari umat Kristen. Kaum militan jahat itu memerintahkan semua orang untuk tengkurap di tanah, lalu mereka mencari umat Kristen dengan menanyakan nama pertamanya. Atau mencari orang yang mengenakan simbol-simbol Kristen (seperti salib). Pencarian mematikan itu berhasil menemukan empat orang…Mereka semua memakai kalung salib… Ketika melihat salib, para penyerang lalu menarik para pemakainya itu keluar dari barisan. Semua empat orang yang ditarik keluar ditembak mati.” Kemudian, mereka berpindah ke desa lain, Desa Pougrenoma. Di sana, “Mereka juga memaksa umat Kristen untuk beralih masuk Islam atau berisiko dieksekusi mati.”
  • Tanggal 9 – 10 Juni: Hari Minggu, 9 Juni, di kota Arbinda. Kaum Muslim membantai 19 umat Kristen. Keesokan harinya, 10 umat Kristen lainnya lagi dibunuh di kota terdekat. Selain itu, masih ada sebelas ribuan umat Kristen tercerai-berai berlarian. “Tidak ada umat Kristen lagi di kota ini [Kota Arbinda], urai seorang penghubung setempat. “Terbukti bahwa mereka [para teroris] mencari umat Kristen. Keluarga-keluarga yang menyembunyikan umat Kristen [juga] dibunuh. Arbinda kini kehilangan seluruhnya tidak kurang dari 100 orang dalam kurun waktu enam bulan.”
  • Minggu 26 Mei, sekelompok oknum Muslim bersenjata menyerang sebuah Gereja Katolik ketika misa sedang berlangsung. Mereka menembakkan senjata kepada jemaat yang mengikuti misa. Akibatnya, empat umat tewas terbunuh dan beberapa umat lainnya terluka.
  • Pada tanggal 13 Mei, kaum Muslim bersenjata menyerang sebuah arak-arakan umat Katolik dan membantai empat umat kemudian “membakar sebuah patung Santa Perawan Maria.”
  • Pada tanggal 12 Mei, kira-kira 30 oknum Muslim bersenjata menyerang sebuah Gereja Katolik. Mereka membantai sedikitnya enam jemaat, termasuk imam yang sedang mempersembahkan misa. Gereja pun kemudian mereka bakar tuntas rata tanah.
  • Pada Minggu, 28 April, sejumlah teroris Muslim menyerang sebuah Gereja Protestan. Mereka membunuh enam jemaat, termasuk seorang pastor berusia 80 tahun beserta dua anak laki-lakinya. Menurut kisah seorang warga setempat, “Para penyerang memaksa umat Kristen masuk Islam. Namun, pastor dan jemaat lainnya menolak.” Lalu, “mereka memanggil mereka satu persatu ke belakang bangunan gereja dan di sana menembak mati mereka.”
  • Pada tanggal 5 April, sejumlah lelaki Muslim bersenjata memasuki seorang Gereja Katolik lalu membantai empat umat.
  • Pada suatu ketika pada Bulan Februari, para teroris Muslim menculik kemudian membunuh Antonia Cesar Fernandez, seorang Kristen berusia 72 tahun yang sudah menjadi misionaris di Afrika sejak 1982. Beberapa pekan sebelumnya, Kirk Woodman, seorang warga Kanada juga diculik dan belakangan ditemukan sudah terbunuh.
Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Beberapa serangan memang tidak mematikan. Tetapi, semua serangan itu memperlihatkan tidak kurang dari sikap benci penuh bermusuhan terhadap umat Kristen. Pada awal September, misalnya, seorang saksimata menjelaskan apa yang terjadi di Desa Hitté:

“Ada 16 laki-laki datang tiba di desa, mencegat penduduk desa yang kembali dari ladang. Beberapa pria memaksa orang-orang desa masuk gereja. Di sana mereka mengancam umat dan memerintahkan mereka untuk meninggalkan rumah dalam tiga hari ke depan. Sementara itu, beberapa laki-laki lain membakar apa saja yang mereka temukan di jalan. Sekarang Desa Hitté sudah tidak lagi mempunyai umat Kristen dan katekumen. “

Alih-alih  langsung membunuh para korban, para militan jahat itu kadang-kadang memberikan kesempatan kepada umat Kristen untuk masuk Islam. Sebuah sumber lokal menyebutnya sebagai “bagian dari program para pejihad yang sengaja menabur teror, membunuh anggota komunitas Kristen dan memaksa umat Kristen yang tersisa melarikan diri setelah memperingatkan mereka bahwa mereka akan kembali dalam waktu tiga hari. Juga bahwa mereka tidak ingin menemukan umat Kristen atau katekumen masih di sana … Situasinya sangat kritis. “

Teroris Islam yang beroperasi di Burkina Faso itu sama dengan kelompok pejihad Afrika lainnya. Seperti Boko Haram Nigeria dan Al Shabaab di Somalia. Seperti kelompok pejihad lain pula, ketika tidak meneror gereja dan membantai umat Kristen, mereka menyasar hal lain yang mungkin terkait dengan Barat. Menurut berita Mei lalu:

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Kemarahan sebagian besar umat Islam di Burkina Faso ada hubungannya dengan pengajar yang mereka sebutkan sebagai pemikiran dan cita-cita Barat. Selain gereja, sekolah juga menjadi sasaran kesukaan mereka, yang berusaha menjadikan negara itu negara Islam dan memberlakukan Hukum Syariah … Dari 2.869 sekolah di Burkina Faso, sebanyak 1.111 sudah ditutup dalam tiga tahun terakhir sebagai akibat langsung kekerasan ekstremis Islam.

“Banyak sekolah dibakar,” kata seorang kepala sekolah, yang sekolahnya di kota Foubẽ dibakar.

Seperti kelompok-kelompok teror Islam Afrika lainnya, ideologi yang memotivasi para teroris di Burkina Faso jelas merupakan jihad. Setelah delapan Muslim ditangkap karena peran mereka dalam serangan teroris yang menewaskan hingga 28 orang, misalnya, jaksa mengatakan, “mereka semua memasang pita putih di dahi atau kepala mereka yang bertuliskan bahasa Arab … ‘tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Utusan-Nya. ‘” Demikian juga, ketika menembaki Kedutaan Besar Prancis di Ouagadougou, lima penyerang terdengar meneriakkan seruan perang jihad,” Allahu Akbar.”

Aksi jihad terus menyebar di negara-negara yang tidak terkenal dan terlupakan di seluruh dunia. Seperti Burkina Faso. Di sana mereka membunuh tak terhitung jumlah orang-orang yang tidak berdosa yang tak bernama dan tak berwajah, meskipun, berbagai kelompok seperti ISIS sudah dikalahkan di Irak dan Suriah. Orang hanya bisa berharap bahwa respons media dan komunitas internasional lebih kuat daripada biasanya yang mengabaikan adanya pembantaian-pembantaian. Berbagai pembantaian ini telah ditandai sebagai “genosida atas umat Kristen.” Lalu, kapankah media dan apa yang disebut kelompok-kelompok HAM akhirnya menghadapinya? Atau paling tidak mengutuk? Atau bahkan melaporkan berbagai pembantaian yang dipicu oleh agama yang melanda Afrika Barat ini?

)* Raymond Ibrahim, pengarang buku baru Sword and Scimitar, Fourteen Centuries of War between Islam and the West (Pedang dan Badik, Empat Belas Abad Perang antara Islam dan Barat). Pakar terorisme kelahiran Mesir  yang terpaksa melarikan diri ke Amerika itu kerapkali diminta Kongres AS untuk berbicara tentang terorisme. Tulisan ini diterjemahkan dari teks asli bertajuk, Another Ignored Genocide of Christians Plagues Burkina Faso, yang diterbitkan oleh Gatestone Institute, 15 Desember 2019. Penterjemah Jacobus E. Lato.

SUMBERgatestoneinstitute.org
Artikel sebelumnyaTNI/Polri dan TPNPB Diminta Tidak Korbankan Masyarakat
Artikel berikutnyaKongres Nasional Alumni Uncen Digelar