Ekonomi Hijau: Orang Muda Katolik Modio Mengolah Tungku Api Kehidupan

0
2088

Oleh: Fr. Sebastianus Ture Liwu)*

Tanah Papua selalu dibanggakan seperti seorang gadis cantik yang selalu menggoda para lelaki untuk dinikahi. Gadis cantik yang tak pernah disentuh oleh manusia telah mengandung seribu satu macam citra kehidupan bagi anak-anak negeri Papua. Panorama keindahan alam sungguh mewarnai kehidupan manusia yang kian berdatangan untuk menikmatinya.

Sekian mata lelaki dari luar Papua melirik serta ingin meraih sang gadis dalam cara yang berbeda. Ada lelaki telah lama berusaha membunuh orang tua si gadis. Namun ada juga lelaki yang berhati-budi yang tulus ingin menikahi gadis yang lugu itu.

Para lelaki Inggris dengan berani mendekati wanita Papua untuk menawarkan cinta yang tulus apa adanya. Para lelaki tersebut menamakan dirinya Ekonomi Hijau. Mereka menjalin relasi bersama para pemuda Papua demi menjaga dan melindungi sang gadis yang tengah mengandung.

“Orang muda Papua memiliki tenaga yang cukup banyak dan kuat. Mereka adalah tulang punggung kehidupan bagi generasi penerusnya. Mereka adalah para lelaki yang diharapkan bisa menjaga dan merawat ibu pertiwi agar melahirkan banyak hasil bagi anak-anaknya sendiri. Anak muda harus menyadari bahwa mencari uang di kota lebih sedikit dibandingkan membersihkan lahan, menanam kopi, lalu panen untuk dijual. Usaha menghasilkan kopi murni Modio lebih mulia dan menghasilkan uang yang banyak demi ekonomi rumah tangga yang sejahtera secara berkelanjutan,” kata Mr. Zen, tim Ekonomi Hijau Inggris.

ads
Baca Juga:  Heboh! Banyak Bangkai Babi di Mimika Dibuang ke Aliran Sungai

Tim Ekonomi Hijau menerobos batas alam Papua sejak 2018 hingga hari ini. Perjalanan panjang mendaki gunung yang tinggi mencari tempat harapan bagi anak-anak Papua. Setiap upaya yang tulus tidak pernah mengingkari hasilnya dalam mana Ekonomi Hijau bersama warga masyarakat Modio, Mapia, Kabupaten Dogiyai, telah memetik hasil kopi murni pada peringkat ke-II sedunia dalam ajang perlombaan yang diadakan di Jakarta,

Menurut Mr. Zen, “kopi arabika Modio mendapat juara dua tidaklah sampai di sini. Momen kejuaraan ini membawa nama baik bagi orang-orang Modio, jadi kita perlu meningkatkan pola menjaga, merawat, dan mengolah kopi dengan benar agar kualitas kopi arabika ini tetap terjaga.”

Upaya menjaga, melindungi serta mengolah kebun kopi merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat Modio selalu didukung oleh Tim Ekonomi Hijau yang memiliki semangat mendorong kesejahteraan masyarakat.

Kunjungan mereka kali ini dijelaskan bahwa Orang Muda Katolik Paroki (OMK) Santa Maria Bunda Rosario Modio menjadi tulang punggung budaya setempat. Mereka perlu dilibatkan secara aktif baik dalam kehidupan menggereja maupun aplikasi imannya dalam proses pengolahan kebun kopi.

Keterlibatan OMK Modio sangat diharapkan menjadi ujung tombak pembangunan yang memiliki tanggungjawab mengolah dan menjaga tungku api tetap menyala dalam keluarga, keuskupan dan masyarakat luas.

“Keterlibatan OMK bersama ibu-ibu janda merupakan suatu kebanggaan bagi Tim Ekonomi Hijau. Kami akan datang ke Modio dua bulan sekali untuk merangkul, memotivasi dan menuntun OMK agar menjadikan pekerjaan kopi sebagai pekerjaan tetap mereka. Program ekonomi hijau mengajak OMK agar bisa menghasilkan uang dari tanahnya sendiri, tidak harus mengharapkan uang dari pemerintah.”

Baca Juga:  Freeport Indonesia Bangun Jembatan Hubungkan Kampung Banti 2 dan Banti 1

Pada tanggal 4 Desember 2019 adalah waktu yang baik bagi masyarakat Modio. Pak Deni adalah Mantri dan juga petani kopi mengatakan bahwa kehadiran ekonomi hijau telah membawa terang bagi masyarakat Koteka di Paroki Modio. Tim Ekonomi Hijau mengadakan pelatihan dimulai dengan tahap pembersihan lahan, persemaian bibit, penanaman, pemangkasan, dan pemanenan.

Tim Ekonomi Hijau juga menyumbangkan perlengkapan yang dibutuhkan para petani kopi: gergaji, gunting, mesin babat dan alat pengupas kulit kopi. Lebih jauh lagi masyarakat diajak menonton bersama film mengenai cara mengolah kopi secara baik dan benar hingga menghasilkan biji kopi arabika yang berkualitas.

Peserta yang hadir dalam proses pelatihan tersebut sebanyak 80 orang yang selalu siap menerima ilmu dari Tim Ekonomi Hijau.

Pengenalan Kampung Modio

Paroki Santa Maria Bunda Rosario Modio, keuskupan Timuka adalah tempat bersejarah bagi masyarakat Koteka. Masyarakat setempat mengalami perjumpaan dengan budaya luar yang dibawa oleh para misionaris Katolik: P. H. Tillemans, MSC dan P. Smith. Para misionaris dikenal sebagai pembawa terang awal bagi masyarakat Koteka melalui seorang pemuda bernama Auki Tekege di kampung Modio. Bruder Yan adalah seorang  misionaris awal menjalankan mewartakan sabda, tetapi juga mewujudkan sabda itu dalam rupa pengolahan kebun kopi sekitar tahun 1970-an. Harga kopi saat itu sebesar 5000/kg.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

Biru Kira adalah imam projo keuskupan Timika yang giat menggembalakan umat Paroki Modio dalam terang hidup Santo Paulus. Situasi kondisi setempat menuntut para pelayan Tuhan untuk jelih melihat, membaca, dan bertindak menanggapi kebutuhan umat.

Wilayah berpastoral tak mudah dijangkau, namun tetap saja RD. Kira mewujudnyatakan semangat santo Paulus: “aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang” (1Kor 9:19).

Prinsip ini secara akrab biasa disebut “masuk melalui pintu mereka dan keluar dari pintu kita”. RD. Kira berupaya memberdayakan ekonomi masyarakat dengan membeli biji kopi dari umat separokinya seharga Rp.100.000/kg. Kemudian ia mengolahnya menjadi kopi bubuk, lalu dijual dalam bentuk kemasan.

Frater Bastian memetik kopi bersama ibu-ibu janda dan para pemuda di Paroki Modio. (Fr. Bastian)

Tempat bersejarah ini tidak hanya tinggal nama, tetapi kita dapat merasakan aura rohani yang tampak dalam tata kehidupan umat setempat seperti halnya larangan bagi semua orang agar tidak makan pinang, membawa minuman keras, bermain togel dan larangan lainnya. Jika larangan itu dilanggar, maka akan dikenakan denda sebesar Rp.5.000.000.

Tempat ziarah ini juga dilengkapi dengan situs rohani yang dipakai pada waktu jalan salib dan dibuat sebuah patung Bunda Maria asli (Tota Maria) mengenakan pakaian budaya setempat. Lonceng selalu dibunyikan tepat waktunya mendaraskan doa Angelus.

)* Penulis adalah calon imam keuskupan Timika yang sedang menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral di Paroki Modio

Artikel sebelumnyaRekonsiliasi Papua: Upaya Mengubah Paradigma Negara?
Artikel berikutnyaSejak TPNPB dan TNI/Polri Baku Tembak, Natalis Tabuni Tak Ada di Intan Jaya