Anggota DPR Papua Sesalkan Penembakan yang Tewaskan Sopir di Nduga

0
1198

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Namantus Gwiyangge anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua mengungkapkan bahwa dirinya prihatin dan sesalkan tindakan tidak profesional yang dilakukan TNI di Nduga karena telah menembak mati seorang Sopir atas nama Hendrik Lokbere beberap waktu lalu.

Ia menjelaskan, sejak Desember 2018 hingga sekarang katanya masalah belum diselesaikan. Untuk itu, pihaknya telah melakukan pertemuan.

“Jadi kami sudah bikin pertemuan. Salah satu sikap kami adalah  kami sangat sesalkan peristiwa yang terjadi ini,” kata Gwijangge kepada suarapapua.com di Jayapura beberapa hari lalu.

Kata dia, disepakati pula agar pihak TNI/Polri dan TPNPB silahkan melakukan perlawan dengan kekuatan masing-masing yang dimiliki. Tetapi, ia tegaskan agar tidak korbankan masyarakat sipil.

“Jangan menyakiti masyarakat sipil di Nduga, TPN-PB dan TNI/Polri wajib pelindung rakyat sipil. Namun kami melihat operasi di Nduga kenyamanan dan keamanan itu diabaikan. Maka kami minta hak keamanan untuk masyarakat sipil diutamakan,” katanya.

ads

Dalam pertemuan itu disepakati untuk semua pihak presiden gubernur petinggi militer hadir dan mengambil sikap yang jelas kepada masyarakat.

“Itu hasil keputusan melalui rapat kami di DPRD. Dan  kami minta agar negara menarik kembali pasukan militer organik dan Non organik yang ada di Kabupaten Nduga,” harapnya.

Baca Juga:  ULMWP Mengutuk Tindakan TNI Tak Berperikemanusiaan di Puncak Papua

Namantus menjelaskan kronologis penembakan yang menewaskan Hendrik Lokbere

“Ia jadi saya belum ke tempat kejadian namun informasi yang saya dapat dari Nduga bahwa ada penembakan terhadap Hendrik Lokbere yang diduga dilakukan anggota TNI. Yang selama ini almarhum bekerja sebagai sopir,” kata Namantus.

Kronologis

Sebelumnya tanggal 19 Agustus 2019, pihak TPN-PB dan TNI/Polri melakukan baku tembak di kali kotey perbatasan antara kabupaten Nduga, selanjutnya tanggal 20 baku tembak terus berlangsung, dalam situasi yang tersebut almarhum Hendrik lewat membawa trek berwarna putih bersama salah satu keluarganya.

Selanjutnya korban tiba di gunung Yosoma dan korban melihat ada TNI dan Polri. Saat itu, karena melihat ada militer, kemudian alm. pasang lampu panjang. Dan mendekati tempat di mana anggota berada. Namun anggota itu menahan korban dan menyuruh agar balik kembali.

Karena arah jalan yang dilewati tanjakan korban kesulitan untuk balik kembali, karena arah yang dilewati korban turun-turun dan korban harus berhenti, disitulah kemudian ia ditembak sebanyak dua kali. Selanjutnya keluarga yang bersama  korban keluar menyelamatkan diri.

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

Dari sebanyak dua kali tembakan itu, kata dia, almarhum tertembak di  dada dan dagu bagian kiri, keluarga yang menyelamatkan diri lari melewati hutan pergi ke Keneyam, ibu kota kabupaten Nduga pada tanggal 20 kemudian memberitahu kepada masyarakat dan wakil bupati.

Besok paginya, pada tanggal 21 wakil bupati bersama masyarakat melakukan evakuasi terhadap korban. Kemudian mayat tersebut ditahan di lapangan sampai sore hari bawa ke rumah setelah diformalin pihak medis.

“Jadi cerita yang saya ketahui seperti begitu. Lalu pemerintah meminta untuk TNI/Polri menahan jenazah tidak melakukan pemakaman karena pemerintah dan masyarakat sebagai pihak korban meminta pelaku mempertanggungjawabkan,” katanya.

Korban telah dimakamkan pada 24 Desember 2019 kemarin di Keneyam, Nduga, Papua.

Sementara itu, Wakil Bupati kabupaten Nduga, Papua, Wentius Nimiangge menegaskan agar Joko Widodo, presiden Indonesia agar bertanggungjawab atas masalah yang sudah dan sedang terjadi di Kab. Nduga, Papua.

Kata dia, orang Nduga ini warganya Jokowi juga.

“Jangan hanya mau perintah anggota turun dan jadi pemburu [warga] nduga. Jokowi harus bertanggungjawab [terhadap persoalan orang Nduga] sebagai seorang bangsawan,” tegasnya kepada suarapapua.com dari Nduga, Papua pada Kamis (26/12/2019) saat dikonfirmasi tentang pernyataannya tengang mundur dari jabatan sebagai wakil bupati Nduga.

Baca Juga:  Satgas ODC Tembak Dua Pasukan Elit TPNPB di Yahukimo

“Harus duduk bersama orang papua bapak gubernur dan petinggi-petinggi orang papua dengan petingi besar orang Indonesia termasuk bupati dan wakil bupati. Dan mencari solusi damainya  seperti apa, baru rakyat kita kembalikan ke distrik masing-masing dengan tenang aman.”

“Kalau itu tidak ada [duduk dan bicara bersama untuk selesaikan persoalan Nduga] berarti ya itu dengan sendirinya pakaian [jabatan] itu sudah lepas. Jabatan itu sudah lepas dan selesai,” tegasnya.

Jika tidak presiden tidak menanggapinya dengan serius,  kata Nimiangge, solusinya hanya dua yakni, pertama, harus hidup dengan hasil dari karya tangan sendiri. Jangan harapkan orang lain. Kedua,  Kalau lama kelamaan tidak bisa, berarti solusinya seperti apa.

“Jadi pasukan tambahan yang diperintahkan Presiden yang tembak mati. Akibat dari itu juga sopir saya ditembak. Jadi pokoknya presiden Tanggung Jawab, gubernur Tanggung Jawab [masalah yang terjadi] di wilayah ini,” ujarnya.

Ardi Bayage, jurnalis Suara papua berkontribusi dalam berita ini. 

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaNatal Gereja Kingmi Abepantai, ‘100 Tahun Gereja Kingmi’
Artikel berikutnyaDPC GAMKI Jayawijaya Berbagi Sukacita dan Damai Natal