JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Bupati Kabupaten Jayawijaya, Jhon Richard Banua mengatakan pihaknya akan mengundang pemerintah Kab. Nduga untuk membahas penanganan pengungsi Nduga yang belum tuntas dan sedang berada di Wamena.
Pernyataan ini disampaikan Banua pada akhir Desember lalu usai mendapat laporan bahwa warga pengungsi Nduga tinggal dan menempati beberapa lokasi seperti Muliama, Welesi dan Asologaima dalam pertemuan antara Forkompimda dengan tokoh masyarakat, tokoh gereja dan kepala-kepala distrik yang berbatasan langsung dengan kab. Pemekaran pada 31 Desember lalu.
Banua berharap agar pengungsi Nduga yang sedang tinggal di Wamena adalah sifatnya sementara. Sebab dari laporan yang ia terima, masyarakat Pengungsi telah membuat rumah di beberapa lokasi.
“Kepala distrik Muliama sudah laporkan bahwa para pengungsi sudah tempati di Sekom, Muliama. Januari 2020 kami akan undang pemerintah Nduga dan Kodim Yahukimo untuk bahas pengungsi,” katanya.
Demi menjaga situasi yang aman di Jayawijaya, kata Banua, pihaknya akan mengundang pemerintah Nduga agar ada solusi yang tepat untuk pengungsi. Meski demikian, pihaknya tidak mengetahui jumlah pengungsi Nduga.
“Kami sendiri belum tahu jumlah pengungsi Nduga. Kami akan panggil kepala distrik dan kepala kampung Sekom untuk minta laporan jelas. Minimal harus ada laporan ke kami supaya kami tahu kondisi dan jumlahnya,” katanya.
Baca Juga: Tim Pastoral Bagi Nduga Terpenjara dalam Trauma Tak Berujung
Sementara itu, Esmon Walilo, Ketua Forum Koordinasi Umat Beragama (FKUB) Jayawijaya pihaknya sudah berusaha membangun komunikasi dengan petinggi pusat dan mereka siap, hanya pemerintah Nduga yang tidak mau.
“Pengungsi Nduga ini bukan baru. Sudah setahun lebih dan harusnya DPRD dan pemerintah Nduga harus ambil tindakan untuk penanganan pengungsi,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Walilo juga menyinggung tentang penggunaan anggaran untuk para pengungsi yang tidak transparan dari pengguna anggaran.
“Macamnya ada anggaran 75 M untuk pengungsi. Tapi sampai hari ini tidka ada transparansi penggunaanya. Sempat baku angkat karena bupati gunakan 5 M lalu sisanya dikemanakan, itu tidak jelas,” ungkapnya.
Untuk pengungsi, kata dia, gereja dapat mengayomi tetapi kalau pemerintah daerah sudah ambil kebijakan, gereja tidak bisa apa-apa. Pengungsi boleh tinggal untuk sementara di Wamena, tetapi tidak untuk selamanya.
“Kalau tinggal selamanya tidak bisa. Karena ini wilayah pemerintah Kab. Jayawijaya. Selama ini Pengungsi tinggal di Muliama dan Asologaima. Tetapi penyerahan tanah ke pengungsi tidak jelas, apakah untuk digunakan sementara atau selamanya. Di Walesi juga sama,” katanya.
Pengungsi Malas Tau dengan Tim Kemanusiaan Nduga
Pdt. Walilo membeberkan, satu hal yang mempersulit penanganan pengunsi adalahkarena pengunsi malas tahu dengan Tim Kemanusiaan untuk Nduga. Karena pengunsi malas tahu, kata dia, Tim Kemanusiaan juga semangat menurun.
“Mereka beberapa kali ditolak dan pengungsi tidak mau pusing. Padahal Tim kemanusiaan urus dengan susah payah,” katanya.
Dikatakan, pengungsi Nduga juga tidak mau menerima dan komsumsi bantuan dalam bentuk apa pun dari pemerintah Pusat.
Menurutnya, bantuan dari pemerintah pusat harus diterima. Karena apa pun bantuan, dan apa pun bentuk bantuan, adalah hasil yang dikelola dari Negara.
“Kalau namanya pengungsi, semua orang mau bantu. Dan para pengungsi juga harus buka diri. Kalau tutup diri dan hanya mau terima bantuan dari kelompok tertentu, jangan salahkan pemerintah. Karena pemerintah mau bantu dan sudah bantu tetapi mereka tidak mau terima,” ujarnya.
Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Arnold Belau