Rakyat Papua Harus Lihat Agenda Perjuangan

11
2685

Oleh: Awuyom Koleyom)*

Gerakan perjuangan pembebasan rakyat tertindas, membutuhkan kesadaran perjuangan kolektif.

Matinya Pemimpin dalam gerakan adalah matinya ide-ide, gagasan, konsep, tentang suatu gerakan perjuangan atau matinya suatu nasib perjuangan rakyat tertindas. Di Papua gerakan PDP bangkit tahun 2000-2001 yang dipimpin oleh Theys Hiyo Eluai, dia bahkan melalui PDP telah mendirikan “Satgas Papua” di seluruh Tanah Papua.

Tujuannya adalah untuk mengontrol dan mengajarkan orang Papua bahwa kita sedang dijajah oleh kolonialisme Indonesia dan harus berjuang dan merdeka dari penjajah Indonesia. Perjuangannya pun akhirnya didegradasi pada 2001 setelah TNI Kopassus Indonesia dengan sadis dan tidak manusiawi membunuh Theys Hiyo Eluai di Jayapura.

Setelah Theys dibunuh 10 November 2001, gerakan ini perlahan mundur dan meleburkan diri. Rakyat Papua saat itu dalam kebingungan karena telah kehilangan sosok pemimpin kemerdekaan yang kharismatik, nasib perjuangan orang Papua setelah Theys dibunuh, rakyat Papua sama seperti anak ayam kehilangan induknya.

ads

Gerakan perlawanan saat itu mulai bangkit ketika gerakan-gerakan Mahasiswa muncul di Jayapura, Manokwari, Timika dsb. Gerakan Mahasiswa bangkit seperti jamur di musim hujan. Puncak Gerakan Mahasiswa Papua yang berhasil menyita publik dan lumpukan Abepura, Kampus Uncen sampai dengan di kota Timika pada 16 Maret 2006 adalah awal dari gerakan kebangkitan “Nasionalisme Kepapuan” yang terpendam/dibungkam selama masa pemerintahan diktator Soeharto yang fasis, kotor, militeriktik, korup dan rasis.

Gerakan Mahasiswa dan rakyat Papua waktu itu dengan mengusung agenda Tutup PT. Freeport dan lawan kapitalisme dalam tubuh perusahan-perusahan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta memprotes dan sabotase program-program pembangunan pemerintah kolonial Indonesia di Papua yang terlihat hanya eksploitatif sumber daya alam, diskriminatif, dan rasis pada orang Papua.

Gerakan Perjuangan Mahasiswa Exodus 2008

Gerakan Mahasiswa dan rakyat Papua yang dipayungi Front Pepera di Jayapura telah didegradasi 2006, setelah kasus Uncen Berdarah direndam oleh aparat TNI/Porli. Gerakan Mahasiswa di Jayapura pun bubar dan boleh dikatakan mundur, tetapi gerakan perlawanan Mahasiswa Papua di luar Papua seperti AMP, AMPTPI, IMAPA, FNMP, serta PARJAL, dan SONAMAPA di Papua. Yang semakin tumbu subur dan bergerak secara sadar dan perlahan untuk mengadakan gerakan exodus besar-besaran dari tiap kota studi di luar Papua dan kembali ke Papua pada 2008. Karena perjuangan nasib rakyat Papua yang dipimpin bapa Theys telah dibunuh dan dihancurkan oleh Kopassus TNI.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Mahasiswa exodus dari luar Papua setelah sampai di Jayapura, Papua. Mereka mengambil alih makam Theys di pos 7 Sentani lalu mendirikan posko darurat dan mulai kampanye lewat pembagian selebaran-selabaran bahwa “Papua Zona Darurat” dan adakan aksi mendukung pelucuran IPWP yang dimotori oleh Benny Wenda dkk, di London, Inggris. Pada 2008

Mahasiswa Papua dari beberapa kota studi di Indonesia yang tergabung dalam gerakan exodus ialah, Mahasiswa yang punya tujuan tunggal yaitu saat pulang ke tanah air West Papua, tidak lain. Hanyalah bertahan dan berjuang melawan penjajahan Indonesia lewat demonstrasi-demonstrasi yang dipelopori oleh Aktivis Mahasiswa yang Nasionalis. Seperti Victor F. Yeimo, Buchtar Tabuni, Musa Makco Tabuni, dkk.

Mahasiswa yang sadar dan paham tentang bagaimana suatu perjuangan melawan harus penjajahan Indonesia atas Papua yang fasis, diktator, diskriminatif, militeristik dan rasis pada orang Papua yang kental. Praktek penindasan ini harus dilawan dengan cara gerakan pemuda, mahasiswa pelopor yang sadar, dan gerakan basis rakyat yang terorganisir dalam satu wadah yang akan memperjuangan hak-hak rakyat Papua dan tentunya tujuan mencapai

Penentuan Nasib Sendiri (Self Determinition) bagi bangsa Papua

Adalah suatu keharusnya perlawanan mutlak tanpa kompromi dengan segala bujukan, rayuan, dari segelintir elit pejabat Papua yang sedang menipu diri, dan dipakai sebagai alat penindasan oleh penjajah Indonesia sebagai jembatan penindasan secara sistematis, terstruktur dan masif, tujuannya untuk menghacurkan nasib hidup orang Papua, maka harus dilawan melalui membangun gerakan perjuangan pemuda, mahasiswa, dan basis rakyat yang terorganisir, terstruktur, dan masif.

Oleh sebab itu, maka kebutuhan gerakan dalam negeri sangatlah dibutuhkan, perjuangan melawan penjajahan Indonesia yang ilegal di atas tanah Papua. Adalah membutuhkan gerakan perjuangan Mahasiswa, Pemuda dan rakyat Papua secara sadar, terstruktur, sistematis, dan masif pula untuk melawan harus pemusnaan Orang Papua lewat praktek-praktek penindasan kolonialisme Indonesia di atas tanah Papua.

Praktek-Praktek Penindasan Dan Penjajahan Kolonialisme Indonesia di Tanah Papua. Yaitu:

  1. Perampasan tanah-tanah adat melalui perusahan-perusahan multinasional di seluruh Papua, dengan cara menipu tuan dusun atau tuan tanah dengan perempuan-perempuan pelacur dan uang, agar tanah dan lahan dikuasai investor asing, dan keuntungan masuk pejabat oligarki.
  2. Pelarangan tentang sejarah Papua yang disebarkan, sejarah Papua dimanipulatif, hegemoni penjajah disebarkan melalui kurikulum sekolah-sekolah, Universitas, dan pendidikan yang berpatron pada sejarah Indonesia yang keliru dan sesat.
  3. Saat orang Papua berkumpul, mengorganisir, dan mengeluarkan pendapat dimuka umum tetapi cepat dibungkam, dibubarkan, dikejar, ditangkap dan ditembak mati oleh aparat keamanan TNI/Porli.
  4. Operasi-operasi militer secara besar-besaran di seluruh Papua, operasi intelejen, pendroupan militer non organik dari luar ke Papua, konflik bersenjata dipegunungan Papua, yang sengaja dipelihara sebagai bisnis Negara akhirnya rakyat Papua korban pengungsian.
  5. Pembatasan media asing, jurnalis asing dilarang masuk ke Papua, Dewan HAM PBB dibatasi untuk masuk Papua, pembatasan kepada Tim pencari fakta dari pasifik (PIF), wartawan lokal dari JUBI dan SP, diteror, dipukul, ditangkap, dan ditembak mati oleh TNI/Porli.
  6. Pekerja Advokasih HAM Papua diteror, dikejar dan dibunuh oleh TNI/Porli, Aktivis demokrasih, lingkungan, perempuan, ditangkap dijebloskan dalam penjarah. Aktivis kemerdekaan diteror, dikejar, ditangkap dan bahkan dieksekusi mati diluar hukum. Sedang pelaku pembunuh dipromosi naik jabatan dalam karir militer TNI/Porli.
  7. Pembunuhan secara sadar pada orang Papua, lewat tabrak lari, keracunan makanan di warung-warung makan, Rumah Sakit jadi malaikat pencabut nyawa dimana-mana, program KB yang dipaksakan harus ikut, operasi sesar pada ibu hamil diwajibkan, kesenjagan sosial, kemiskinan yang disengaja, hingga baku mengiri akhirnya baku bunuh antara sesama kita menjadi hal yang biasa.
  8. Dogma-dogma agama yang menyesatkan, dan yang selalu mendukung program pembangunan dari Jakarta disebarkan sampai ke kampung-kampung, mereka mengajarkan kita untuk takut dan tetap tunduk dengar pada aturan Negara yang mencekik leher rakyat.
  9. Pendeta, pastor, dan hamba-hamba Tuhan bergaya seperti pejabat, dan selalu bicara omong kosong, munafik besar, bicara tentang uang nomor satu, atur bisnis dan pesta pora dlm gereja, tetapi takut bicara tentang realitas penindasan dan pembunuhan pada kita orang Papua.
  10. Pemasok miras (alcohol), ganja, narkotika, secara besar-besaran ke Papua dengan memunyai label khusus IRJA, dan yang tangani bisnis kotor ini adalah pejabat dan militer TNI/Porli, akhirnya generasi Papua hancur, semua jadi orang pemabuk, baku bunuh, baku potong, pencuri, kesalahapahaman sesama orang Papua sudah menjadi budaya, moral hancur dan harga diri rusak.
  11. Transmigrasi secara ilegal dengan alasan untuk pemerataan pembangunan, padahal itu adalah omong kosong demi mempertahakan penjajahan dan kekuasaannya maka didrop trasmigrasi ke Papua secara tertutup dan sembunyi-sembunyi.
  12. Kepentingan pejabat Papua yang rakus uang, jabatan, korupsi merajalela di setiap intasi pemerintahan lokal di Papua, mereka dijebak bodok-bodok dalam sistem, akhirnya orang Papua baku bunuh hanya masalah jabatan dan uang.
  13. Ada Rumah Sakit dan Sekolah-sekolah, tetapi tenaga kesehatan tidak ada, tenaga guru tidak ada, pada dasarnya mereka harus mengapdi dengan sumpah janji untuk setia melayani pada rakyat dengan sepenuh hati tetapi di Papua berbeda jahu, mereka terlalu rasis, diskriminatif, pilih kasih, dan mereka menjadi alat pembunuhan secara terorganisir dari TNI/Porli.
  14. Orang pendatang sudah menguasai sektor-sektor ekonomi, usaha-usaha, parkiran terminal sampai yang besar yaitu; pemerintahan, politik, agama dan ekonomi dikendalikan oleh mereka. Akhirnya orang Papua dibunuh secara mental, karakter, dan fisik, apalagi budaya adat istiadat yang dianggap kuno, lalu orang Papua rata-rata pejabat yang agak bandel terhadap Negara, distigma separatis dan selalu dicurigai.
  15. Tiap aksi-aksi Mahasiswa dan rakyat Papua selalu Negara anggap dan stigma sebagai gerombolan pengacau keamanan, gerombolan pengacau liar (GPK, GPL, KKB, Dll,) yang harus dibubarkan dan diamankan dalam penjarah, hal ini sedang menjurus pada penghacuran total kekebasan Hak Asasi Manusia Papua yang Universal.
Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Solusi Menuju Kebebasan (Kemerdekaan)

Solusi adalah orang Papua segera sadar, keluar dari sistem kolonialisme indonesia hari ini yang mengikat dirimu, dan bergabung pada gerakan-gerakan pemuda dan rakyat yang sadar, terorganisir, terstruktur dan masif. Adakan gerakan perlawanan secara sadar, secara massal, secara terorganisir, secara damai, secara terus menerus, secara terbuka, dan secara demokratis.

Baca Juga:  Hak Politik Bangsa Papua Dihancurkan Sistem Kolonial

Mogok Sipil Nasional (MSN) adalah Agenda tunggal perjuangan rakyat Papua menuju referendum Papua dari sorong to Almasuh (Merauke). Maka Komite Nasional Papua Barat (KNPB) adalah alat dan wadah yang siap memediasi tuntutan perjuangan rakyat Papua untuk bebas Menentukan Nasib Sendiri (Self Determination) dari genggaman kolonialisme Indonesia serta kapitalis asing, dan imperialisme global.

Tanah merah, Boven Digoel 17 Januari 2020

)* Penulis adalah aktivis  Komite Nasional Papua Barat (KNPB)

Artikel sebelumnyaElisabeth Nauw: Untuk Bangun Papua, Harus Bangun Ekonomi Mama-mama Papua
Artikel berikutnya10 Bulan Berlalu, Korban Banjir Bandang Sentani Diterlantarkan