Misteri Gunung Koreyom dan Eksploitasi Budaya Adat Wambon

0
3307

Oleh: Awuyom Koleyom)*

Cerita Sejarah Singkat Asal Muasal Gunung Koreyom dan Masuknya Agama Katolik

“Nuk Awuyombin Oh Nuk Koleombin Oh” (“Artinya Sa punya Gunung Koreyom Di sanalah Sa punya kehidupan (Surga)”.

Gunung Koreyom telah menjadi tanda kebesaran (Simbol) jati diri orang Wambon bagi beberapa kampung di sekitar Anumka seperti Tetop, Wariktowop, Langgoan, Bukit, Winiktit, Wombon, dan Womsim.

Gunung Koreyom, dalam bahasa asli “Kogonop” atau bahasa daerah (Ibu) setempat adalah “Koleyombin” gunung ini mempunyai cerita rakyat turun temurun yang dipegang oleh tua-tua adat, atau marga-marga warisan kerajaan sebagai cerita warisan kebudayaan yang diturunkan Allah kepada leluhur. Dan nama kampung di mana Gunung Koreyom ini berada adalah Kampung Anumka.

ads

Gunung Koreyom atau “Koleyombin” sendiri telah menjadi misteri sekaligus kebanggaan orang Wambon Sagit “Kogonop” sejak zaman Penciptaan, sampai ke zaman “Perjanjian Lama” dan sampai zaman “Air Bah” dari situ lagi sampai zaman “Kerajaan-kerajaan”, dari situ lanjut sampai dengan datangnya “Melop” atau dalam bahasa daerah setempat menyebutnya “Yesus Kristus”, masuk zaman “Perjanjian Baru” yang terkenal secara global menurut orang Agamawan atau Kristen di seluruh dunia.

Gunung Koreyom ini bagi orang setempat (Anumka) adalah tempat kejadian penciptaan pertama langit dan bumi, tumbuhan, hewan dan manusia. Juga gunung suci, tempat penyembahan, tempat di mana semua Leluhur dan Moyang dari orang Wambon Kogonop ada di sini, tempat yang sakral, (pemali) semua larangan, aturan adat istiadat yang (Ambat) masih terikat di sini. (Amop)

Mungkin nama Gunung Koreyom ini sudah tidak asing lagi bagi orang Papua di daerah selatan yang mendiami Kabupaten Boven Digoel termasuk ke-5 suku yang ada. Gunung Koreyom ini pernah dijejaki para misionaris Belanda yang pertama, mereka menginjakkan kaki di atas gunung ini dan melewatinya dari daerah Muyu sebelah kali Kao sampai di daerah Wambon sekitar tahun 1950-an.

Para misionaris Belanda dengan misi penyebaran agama Katolik sambil mengumpulkan orang-orang Papua dari dusun-dusun (Komunal) untuk berkumpul dan membuka desa/kampung tujuannya supaya muda dikontrol. Terobosan ini mereka lakukan di semua tempat dan dusun-dusun dari Muyu (Katti) sampai sebelah kali Kao di Mandobo (Wambon) pun sama.

Menurut cerita orang tua-tua setempat, para misionaris Belanda yang pertama membawa masuk agama dan penyebaran ajaran Katolik di daerah Wambon ini mereka masuk pertama kali melalui jalan alam. “Lewat sungai Digul tembus sungai Kao”. Dipastikan pada tahun 1940-50-an.

Baca Juga:  Apakah Kasuari dan Cenderawasih Pernah Hidup di Jawa?

Sampai di era tahun 1970-an, 80-an barulah budaya Wambon mulai terkoyak atau lemah dalam menjaga, merawat dan melestarikan Kebudayaan Adat Istiadat Wambon, karena eksploitasi kebudayaan dengan masuknya Agama Katolik bertopeng Adat. Yang ingin mengetahui seluk beluk orang Wambon Sagit serta Kebudayaan Wambon “Kogonop”.

Tahun 1987 Awal Dieksploitasinya Kebudayaan Orang Wambon

Kedatangan Uskup Agung Merauke, Jackobus Douven Voord Msc, ke Kampung Anumka pada saat dimulainya acara penyerahan Kebudayaan Wambon dan Krisma Adat di Kampung Anumka. Sesuai pesan Uskup kepada bapa Bernadus Wambray untuk segera siapkan alat-alat budaya sebagai hak kekayaan intelektual orang Wambon asli.

Diperkirakan masyarakat dari sekitar 6 kampung yang mewakili ketua-ketua adat, orang tua, para tetua yang hadir saat itu sekitar 697 jiwa sedangkan 97 orang ditahbiskan secara adat. Mereka yang turut membawa alat-alat budaya Wambon, masing-masing dengan pesanan yang sudah ditentukan untuk acara penyerahan Kebudayaan dan Krisma Adat.

Uskup Agung Merauke, Jakobus Douven voord Msc, ke kampung Anumka pada tanggal 31 Agustus tahun 1987. Acara penyambutan Uskup sekalian Krisma Adat, ini yang dikoordinir oleh Bapa Bernadus Wambray sebagai Kordinator umum kegiatan acara penyerahan kebudayaan pesta Krisma Adat tersebut.

Diiring-iringan dengan lagu-lagu adat (Betenop) Selama 2 minggu penuh masyarakat suku Wambon dari 6 kampung bersama-sama Uskup Agung Merauke, Jakobus Douven voord Msc, mengikuti acara Krisma Adat yang diadakan di kampung Anumka depan halaman Gereja Anumka “Kristus Raja Akan Datang” paroki Wakereyop. Distrik Woropko, Keuskupan Agung Merauke.

Sampai puncak di mana penyerahan Kebudayaan “Adat Kum”, “Tongkat Perjanjian”, dan “Taget Pusaka” dari masyarakat suku Wambon yang diwakili oleh Bapa Bernadus Wambray kepada Uskup Agung Merauke, Jackobus Douven voord Msc.

Janji Uskup Pada Bapa Bernadus Wambray di puncak Gunung Koreyom

Setelah penyerahan Adat Istiadat itu, juga ada perjanjian yang disampaikan oleh Uskup Jackobus Douven voord Msc, kepada bapa Bernadus Wambray selaku ketua koordinator umum acara tersebut di atas puncak Gunung Koreyom, mereka berdua sambil memegang anakan pohon yang sudah dicabut, ujung ranting-rantingnya ke arah bagian barat, dan akar pohonnya di bagian gunung, arah timur.

Baca Juga:  Zheng He, Seorang Kasim Cina Terkenal Sampai di Nusantara

Perjanjiannya adalah:

“Kamu orang Wambon bodoh, kamu buta dan sudah diinjak oleh orang pintar, orang pintar sudah menutupi perjalanan kamu, bapak Bernadus engkau tidur saja mengaku diri bahwa saya (ambat). Karena sekarang ini begitu banyak orang lain sedang merebut dan mencari untuk mengatasnamakan orang wambon. Maka engkau tinggal jaga gunung koreyom ini baik-baik nanti orang masuk ambil hasil gunung ini karena orang pintar sedang mencari.

Saya pesan untuk kamu orang suku Wambon besar, hati-hatilah kamu harus bersatu hati satu tujuan untuk bertanggungjawab baik demi banyak orang. Sebab gunung koreyom ini tempat susu dan madu, banyak macam suku bangsa akan berbondong-bondong dan ramai-ramai di gunung ini. Walaupun kamu orang Wambon/Mandobo mati habis namun satu orang akan bertanggungjawab membebaskan dunia dan manusia. Karena di gunung inilah tempat taman firdaus ada di sini.

Bapak Uskup bertanya, Bapak Bernadus sudah dengar kah? Jawab bapa Bernadus Wambray, iya saya sudah dengar bapak, ingat-ingat jangan lupa. Nanti bapak Uskup bawa Tongkat dan Budaya Wambon ini sampai di Roma Vatican, saya simpan tongkat di Roma Vatican sedangkan budaya kamu Wambon, saya bawa lanjut sampai ke Negeri Belanda. Nanti bapak Bernadus tunggu hasil atau tidak saya akan panggil bapak ke Negeri Belanda. Ingat,, ingat baik)…!!!

Perjanjian itu dilakukan melalui amanat pertunjukan kebudayaan asli Wambon/Mandobo yang diwakili oleh Tuan Bernadus Wambray melalui Krisma Adat sekaligus penyerahan Kebudayaan Wambon/Mandobo. Kemudian Uskup Agung Merauke, Jackobus Douven Voord Msc, membawanya sebagai dasar untuk evaluasi pembangunan Irian Barat menjadi Papua Barat selama 25 tahun sejak, Tanggal 1 Mey 1963 sampai dengan tahun 1988. Sudah habis waktu, dan evaluasi pembangunan dilakukan oleh dan melalui rapat segitiga melahirkan persegi tujuh Negera-negara Amnesty Internasional yang difasilitasi oleh Cardinal dan Paus Roma Vatican.

Selanjutnya, ketika selesai penyerahan Kebudayaan dari masyarakat Wambon, dan penerimaan “Adat Istiadat “Kum”, dan “Tongkat Perjanjian”, oleh Uskup Jackobus Douven voord Msc, dia membawa budaya Wambon itu ke Roma Vatican dan Negeri Belanda melalu iPort Morsbe (PNG). Jadi “Adat Istiadat serta Tongkat Perjanjian” peninggalan leluhur orang Wambon Sagit telah ada di Negeri Belanda dan Roma Vatican sejak tahun 1 September 1987.

Baca Juga:  Zheng He, Seorang Kasim Cina Terkenal Sampai di Nusantara

“Tongkat Perjanjian Leluhur ada di Roma Vatican sampai dengan saat ini dan Adat-istiadat Kum, Orang Wambon Sagit, ada di negeri Belanda sampai saat ini.”

Keluhan dari Pemilik Warisan Kebudayaan Wambon Asli

Kami sebagai anak asli Wambon dari generasi ketiga yang ada ini, setelah mempelajari dan mengetahui semua kesalahan ini, kami merasa kesal dengan janji Uskup Jackobus Douven Voord Msc kepada orang tua kami, bapa Bernadus Wambray. Dan kami merasa janji di atas puncak gunung koreyom 1 September 1987 itu, adalah tidak pasti (beustying time). Malah kami mengalami kehancuran budaya, adat istiadat, dan bahasa (ibu), sebab budaya kami sudah kalian gadaikan dan bawa keluar demi kepentingan bangsa Roma Vatican dan Belanda untuk kekayaan mereka.

Sementara anak negeri dari warisan kebudayaan yang telah kalian ambil, kini kami dibantai, kami ditindas, kami dieksploitasi, kami dibunuh, kami dikejar diatas negeri sendiri oleh penjajah kolonialisme Indonesia. Kami hanya ingin mempertahankan harga diri, jati diri, kebudayaan adat istiadat, bahasa daerah, hutan, gunung, sungai dan semua ciptaan Allah di atas Tanah Papua ini demi generasi kami orang Papua ke depan.

Kami dari anak Wambon asli sangat menyesal karena budaya kami diserahkan mentah-mentah kepada bangsa lain. Kami merasa saat ini adalah kehancuran total bagi kami dan generasi kami ke depan.

Negeri Belanda dan Roma Vatican serta Agama Katolik, harus bertanggungjawab atas hak-hak kami orang Papua khususnya orang Wambon, dan segera kembalikan harga diri, jati diri, martabat, kebudayaan dan adat istiadat kami, serta pemulihan hak kesulungan kami orang Wambon/Mandobo.

Saya salah satu anak Asli Pemilik Warisan Luhur dari Kebudayaan Wambon Yang telah diambil (Dieksploitasi), lewat Uskup Agung Merauke, Jackobus Douven Voord Msc, pada tahun 1987 di kampung Anumka waktu acara penyerahan Kebudayaan Wambon, dan Krisma Adat. Sudah bawa ke Belanda dan Roma Vatican demi Kepentingan mereka Bangsa Asing.

)* Penulis adalah Anak asli “Wambon Koleyombin” Kampung Anumka.

Artikel sebelumnyaSeluruh Rakjat dari Sabang Sampai Merauke Bertekad Membebaskan Irian Barat dalam Tahun ini Djuga
Artikel berikutnyaPLI akan Gelar Diskusi Terfokus untuk Cari Solusi Persoalan Papua