Ketidakpastian Kinerja Lembaga Perwakilan dan Partai Politik

0
3000

Oleh: Sdr. Vredigando Engelberto Namsa, OFM)*

Lembaga perwakilan merupakan suatu kekuatan dalam demokrasi. Dikatakan sebagai kekuatan dalam demokrasi karena lembaga perwakilan ini menjadi tempat atau wadah yang menampung segala keluh-kesah serta segala aspirasi rakyat. Segenap keinginan, kemauan dari masyarakat pada umumnya disalurkan melalui lembaga perwakilan rakyat yang dibentuk secara demokratis, yakni melalui jalan pemilu yang diadakan tiap lima tahun sekali.

Melalui naungan partai politik, para wakil rakyat dipilih secara langsung oleh rakyat tanpa ada paksaan dari pihak lain. Rakyat memilih para wakilnya dengan hati nuraninya untuk bisa menentukan siapa yang akan menjadi wakil-wakilnya dalam roda pemerintahan dan perhelatan partai politik. Para wakil itulah yang kelak akan menyuarakan segala keinginan rakyat. Agar sistem demokrasi dapat berjalan denan baik, maka lembaga perwakilan sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan lembaga perwakilan merupakan wakil rakyat yang dipilih langslung oleh raktat. Berarti rakyat telah mempercayakan segala hal yang berkaitan dengan kelangsungan hidup rakyat kepada badan perwakilan.

Intinya, keberadaan badan perwakilan merupakan karakteristik utama bagi sistem politik yang menganut paham demokrasi. Namun, seiring perkembangan zaman, justuru kinerja dari para perwakilan rakyat telah menuai gugatan dan pertanyaan kritis dari semua rakyat.

Perkembangan teknologi akibat dari globalisasi justru memperlemah kinerja dari lembaga perwakilan dan partai politik. Hingga saat ini, kinerja dari lemabaga perwakila dan partai politik menjadi persoalan yang sangat berat dan hangat dibicarakan.

ads

Berikut beberapa polimik yang terjadi:

Pertama, para wakil rakyat yang telah terpilih sering kali lalai dalam melaksanakan tugas sebagai wakil rakyat. De facto, banyak para wakil rakyat yang melalaikan tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat. Atau dengan kata lain gelar yang terpampang dalam dirinya sebagai wakil rakyat hanya sekedar nama yang tidak ada faedahnya. Kelalaian dari lembaga perwakilan rakyat dapat kita saksikan saat diadakannya rapat paripurna. Banyak anggota dari lembaga perwakilan yang tidak hadir. Hal ini dapat dibuktikan banyak kursi-kursi kosong saat melakukan rapat. Padahal, rapat paripurna merupakan urusan yang paling penting, karena disitu akan dibahas persoalan-persoalan yang terjadi dimasyarakat. Lantas kita bertanya, kemanakah perginya para wakil rakyat? Tidak hanya itu saja, banyak ditemukan pada saat rapat paripurna berlangsung, banyak anggota dewan perwakilan yang tidak serius dalam mengikuti rapat.

Kedua, kurangnya perhatian lembaga perwakilan terhadap rakyat karena didominasi oleh kepentingan partai mereka. Selain itu, kurangnya perhatian lembaga perwkilan terhadap kepentingan rakyat disebabkan karena kepentingan partai dan dominasi oleh para elit tertentu. Misalnya rakyat yang menginginkan pendidikan murah, tapi lembaga perwakilan tetap ingin memperoleh keuntungan untuk kepentingan mereka dan partai mereka. Sementara keterlibatan partai hanya untuk menjadikan para pengurus yang telah duduk di lembaga perwakilan tetap bertahan dan menduduki kursi kekuasaan. Keadaan ini mencolok dalam kondisi kurangnya keterlibatan masyarakat terhadap keputusan-keputusan politik yang diambil. Pengurus paratai juga diisi oleh orang-orang ilit, yang memiliki modal dan pengaruh kekuasaan dari para kader-kader partai yang ada dibawah.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Ketiga, partai politik dijadikan sebagai kekuatan seorang penguasa yang mengatasnamakan rakyat untuk memperoleh kekuasaan. Para politis yang menjarah uang rakyat lewat perebutan posisi menjadi hal yang sering muncul. Belum lagi bagaimana mereka membuat perundang-ungangan yang mengatur sumber daya alam maupun uang negara bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan mereka. Karir menjadi politisi bukan saja akan mendapat penghasilan yang tinggi dan harta yang berlimpah; melainkan juga mampu untuk mendapatkan kekuasaan. Partai politik memang menjadi kekuatan yang mengancam rakyat selama tidak digerakan oleh prinsip demokrasi untuk rakyat tetapi keinginan untuk mendapatkan untung.

Keempat, agenda dan program partai politik belum memenuhi kebutuhan-kebutuhan penting rakyat. Lembaga perwakilan rakyat dan partai politik dalam membuat agenda dan programnya belum memenuhi segala kebutuhan penting dari rakyat. Hal ini terbukti dengan sedikitnya kebutuhan rakyat yang mereka perjuangkan. Saat perubahan politik eknomi terjadi dalam negara, respon lembaga perwakilan kerapkali lamban. Beberapa masalah ekonomi seperti kenaikan BBM, tari listrik yang tinggi, serta tingginya biaya pendidikan kurang mendapat respon yang besar dan luas, padahal tema-tema seperti ini memiliki efek langsung pada kehidupan sehari-hari rakyat.  Agaknya kinerja dari lembaga perwakilan terhadap kepentingan rakyat kurang terlalu diperhatikan. Sementara kepentingan rakyat merupakan sebuah kebutuhan yang mestinya diprioritaskan, sehingga rakyat dapat sejahtera.

Korupsi Publik Makin Menjadi-jadi 

Masalah serius yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah korupsi publik yang pada dasarnya makin menjadi-jadi, meski dicatat bahwa masalah korupsi pubik di Indonesia merupakan sebuah pokok besar dan hampir tak mungkin dibahasnya dalam beberapa halaman saja, yang secara umum diartikan sebagai penyalagunaan kekuasaan publik untuk mengakomulasi keuntungan pribadi. (bdk. Mac Millian Reformasi Korupsi, hlm 25).

Menurut Frank Volg, Korupsi setidaknya melibatkan tiga factor: Pertama, pencurian dana publik  oleh para pemimpin pemerintah, pejabat public senior dan kroni-kroni mereka. Kedua, sogokan yang dibayarkan kepada mereka yang memegang kekuasaan sector public, bahkan hingga sampai pada tingkat terendah dari pelayanan sipil, oleh mereka yang mencari bantuan kusus. Ketiga, pemerasaan oleh para politisi dan pegawai negri sipil untuk memperoleh pembayaran gelap dari masyarakat biasa dan oleh para pembisnis dengan mengancam bahwa mereka akan mendapat konsekuensi-konsekuensi pahit jika mereka tidak membayar  atau dengan tidak memberi mereka pelayanan.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Indonesia bukan satu-satunya negara yang menghadapi masalah korupsi, namun Indonesia tercatat  sebagai salah satu Negara paling korup di dunia. Pada tahun 1998, tahun kejatuhan rezim Soeharto, tercatat dalam indeks presepsi korupsi dari Transparenci Internasional (TI), menepatkan Indonesia pada peringkat 80 dari 85 negara. Namun secara berturut-turut, pada tahun 1999 lembaga ini menempatkan Indonesia pada peringkat 96 dari 99 negara, pada tahun 2000 pada peringkat 85 dari 90 negara dan pada tahun 2001 peringkat 88 dari 91 negara.

Korupsi publik di Indonesia sudah menjadi kangker dan hampir tidak bisa diobati lagi. Meskipun semua upaya sudah dilakukan  untuk memberantas korupsi , antara lain dengan mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002, sebuah lembaga  anti korupsi tersentralisasi, korupsi publik idonesia masih mewabah di hampir setiap tingkat sector publik hingga hari ini.

Pada tahun 2012, setelah 10 tahun kerja keras KPK, Indonesia masih menduduki peringkat sebagai salah satu negara paling korup di dunia, posisi ke-118 dari 174 negara. Peringkat korupsi di Indonesia  dari tahun 1998 hingga tahun 2012 berada jauh dibawah Denmark, Swedia dan Singapura yang sangat bersih dari masalah korupsi.

Masalah Ketidakadilan 

Masalah ketidakadilan merupakan masalah yang marak dibicarakan diruang publik. Masalah ketidakadilan dinegari ini lebih didominasi oleh para penguasa yang menekankan kaum miskin. Masalah ketidakadilan di Indonesia adalah sebagai berikut:

Penyingkiran rakyat miskin karena demokrasi dikuasai oleh kaum kapitalis. Sejenak kita bertanya mengapa rakyat miskin menjadi tersingkir? Bukankah rakyat berhak ikut serta dalam demokrasi? Penyingkiran terhadap rakyat yang miskin dikarenakan demokrasi dikemudikan oleh kaum kapitalis yang hanya memberikan uang dan modal untuk mendapatkan kekuasaan.

Kelompok miskin menjadi tertindas karena demokrasi tidak begitu mementingkan kebutuhan-kebutuhan mereka. Saat ini demokrasi tidak menunjukan keberpihakannya pada rakyat. Demokrasi pancasila tidak dijalankan sesuai dengan hakikat pancasila karena dijalankan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan sendiri didalamnya. Saat ini lebih benar jika kita mualai bertanya, sebenarnya di mana demokrasi itu meletakkan keberpihakannya, pada rakyat kecil, atau pada orang-orang kaya. Di samping itu, ada banyak pelaku korupsi yang bisa keluar dari penjara dengan seenaknya karena perlindungan aparat setempat.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Mereka itulah kaum-kaum kapitalis yang bisa membeli apa saja demi kepentingan mereka, dan terutama demi memperoleh kekuasaan. Hal-hal ini menunjukan kepada kita bahwa demokrasi di Indonesia tidak berjalan dalam koridor yang sebenarnya. Demokrasi kita masih sangat arkhais, bar-bar dan menyebabkan begitu banyak ketimpangan. Padahal ideal sebuah tata demokrasi yang sesungguhnya adalah rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Aturan Hukum Yang Dikuasai Oleh Penguasa. Kekuasaan penjahat demokrasi di Indonesia menunjukan bagaimana penjahat demokrasi dapat memberikan sumbangan besar terhadap kekuasaan. Kekuasaan penjahat demokrasi yang menindas kedaulatan rakyat makin merajalela ketika wilayah kekuasaan menyebar dan system demokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di Indonesia walaupun terkenal dengan negara yang korup, tetapi sedikit sekali pelaku korup yang dihukum. Inilah kepincangan serta ujian bagi demokrasi di Indonesia, apalagi dalam kondisi menyongsong pemilu 2019 yang akan datang.

Bahkan yang mirisnya semakin besar uang yang dikorupsi, semakin besar pula peluang lolos dari jeratan hukum. Dengan semakin banyaknya uang yang mereka dapatkan dari hasil korupsi, semakin muda bagi mereka mengeluarkan untuk membeli hukum di negri ini. Yang lebih ekstrimnya lagi para koruptor yang memakan uang milyaran hanya berada sebentar saja dalam penjara, sementara rakyat biasa yang mencuri sandal atau ayam tetangganya mendapatkan hukuman yang lebih lama.  Para penegak hukum sangat mudah untuk dibeli, dan itu sebabnya penegak hukum banyak di demo oleh massa.

Bahkan ada kantor pengadilan yang dibakar oleh massa karena memutus perkara dengan cara tidak adil (Kompas, rabu 4 Juli 2018 pemilu 2019 dan ujian demokrasi, MOHAMMAD IKHASAN MAHAR). Situasi inilah makin menuntut munculnya kepemimpinan yang terdiri dari orang  kuat. Kuat yang dimaksudkan oleh penulis yakni kepemimpinan yang mampu menangani masalah yang berhubungan dengan rakyat, agar rakyat dapat hidup makmur, sejahtera dan dapat memenuhi harapan rakyat sendiri.

Kekuatannya didasarkan pada kemahirannya dalam mencegah penindasan pada kedaulatan rakyat. Sekarang ini masa di mana para penjahat demokrasi mengubah prinsip kedaulatan. Kedaulatan bukan lagi ada ditangar rakyat, melainkan ada ditangan mereka.

Kekuatan penjahat demokrasi rentan merengsek masuk dalam dunia pemerintahan, terutama pemerintahan militer yang menjadi aparat keamanan bagi rakyat, berubah menjadi aparat keamanan bagi penguasa dan orang-orang berduit. Dengan uang aparat keamanan dapat digosok sehingga kinerja mereka bukan lagi untuk mengamankan rakyat, melainkan untuk mengamankan kaum kapitalis dan para penguasa.

)* Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana STFT Fajar Timur – Abepura Papua

Artikel sebelumnyaBawaslu Distrik di Kab. Yalimo Dilantik
Artikel berikutnyaKPU Yalimo Buka Perekrutan PPD