Oleh: Victor F Yeimo)*
Perkataan cerminan perbuatan. Jadi bila penjajah mengatakan monyet, tikus, sampah, maka itulah yang dibuat terhadap orang Papua, layaknya monyet, tikus, sampah, yang tidak berarti.
Dalam kasus Otsus berakhir juga sama. Penjajah menganggap konflik Papua itu “bisa dibayar” dengan sekedar memperpanjang uang Otsus. Layaknya hubungan “kawin paksa”, dipaksa bertahan dengan uang tanpa cinta dalam penindasan.
Jadi Otsus itu skenario politik penjajah dengan prasangsa rasis terhadap kemanusiaan Papua. Makanya, Otsus, Freeport/BP, operasi militer, dll., dijalankan tanpa konsultasi orang Papua selaku korban yang sudah dianggap binatang dan sampah.
Yang ada dalam otak penguasa penjajah itu hanya “NKRI”, yang menjadi pil pembenaran segala kejahatannya di Papua. Seperti data nama 243 korban di Nduga yang ditutupi Mahfud MD dengan cercaan “sampah”, “anti NKRI”, atau “uang beasiswa VK”.
Makanya, Indonesia sedang masuk dalam fase ketidakmampuannya mempertahankan rekayasa penjajahanya. Seperti manipulasi sejarah, kejahatan kemanusiaan dan exploitasi SDA, dan propaganda pembangunan/kesejahteraan, yang faktanya Papua peringkat termiskin terus.
Jadi atas itu semua, kalau ada orang Papua masih setia “jilat pantat” penguasa penjajah, itu sesungguhnya orang-orang sedang menerima dirinya sebagai monyet, tikus dan sampah, lalu sombong diri dalam kepalsuan.
Kalau tidak mau diperlakukan terus seperti itu, mari tentutan nasib kita, mengambil resolusi baru bagi masa depan Papua sebelum penjajah memperpanjang status quo melalui revisi Otsus 2021.
Victor Yeimo
Monyet, Tikus, Sampah!
)* Penulis adalah Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat