Merajut Kembali Budaya Papua untuk Keadilan dan Perdamaian

0
2435

Budaya Papua sangatlah kaya. Ada 312 suku yang mendiami Papua dengan berbagai budaya. Akan tetapi budaya Papua seringkali dipandang terbelakang di hadapan modernisasi yang semakin gencar oleh hadirnya teknologi dan informasi. Akibatnya, budaya Papua semakin ditinggalkan bahkan oleh orang Papua itu sendiri.

Meninggalkan budaya berarti meninggalkan akar kehidupan masyarakat itu sendiri. Berbagai kearifan lokal yang menjadi pedoman hidup bangsa Papua selama bertahun-tahun pun ditinggalkan. Dampaknya menjalari kehidupan masyarakat Papua itu sendiri dan hubungannya dengan orang-orang lain yang datang ke Papua.

Tanpa akar budaya yang kuat, kehadiran manusia lain dengan berbagai budaya yang ikut bersamanya akan dipandang sebagai ancaman bagi masyarakat Papua itu sendiri. Budaya baru dengan berbagai keunggulan cara penyebarannya itu bersifat ekspansif sehingga semakin menakutkan bagi masyarakat Papua yang sedang berada dalam transisi dari budayanya sendiri menuju budaya baru itu. Sifat ekspansif itu melahirkan perasaan terancam bagi masyarakat Papua sehingga berakibat dalam banyak aspek kehidupan bersama.

Baca Juga:  Hilirisasi Industri di Indonesia: Untung atau Buntung bagi Papua?

Baca Juga: Wamena Jadi Tuan Rumah Festival Film Papua ke-4

Kondisi seperti ini melahirkan dilemma bagi masyarakat Papua itu sendiri maupun pihak-pihak berwewenang seperti pemerintah maupun lembaga agama. Berbagai kebijakan yang dipandang dapat mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat Papua seringkali tidak tepat sasaran karena tidak sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Akibatnya program-program itu bukannya membawa dampak yang baik bagi masyarakat malah menjadi persoalan baru bagi masyarakat itu sendiri maupun bagi pemerintah.

ads

Karena itu, mengenal dan memahami budaya Papua sangatlah penting. Keadilan dan Perdamaian yang selalu menjadi persoalan di Papua tidak akan pernah tercapai jika kebijakan yang ada mengabaikan budaya setempat atau malah membuat budaya tersebut disingkirkan. Atas dasar itu, Perkumpulan Papuan Voices sebagai sebuah lembaga yang bergerak di media audio visual, khususnya k Film Dokumenter di Tanah Papua merasa perlu untuk mendorong semua pihak, kaum muda-mudi Papua agar kembali merajut budaya Papua yang ada dan mulai tersingkirkan itu. Tentunya melalui media film documenter. Hal ini agar menjadi dasar pijakan bersama dalam upaya membangun Papua yang adil dan damai.

Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Berkaitan dengan itu, Perkumpulan Papuan Voices menyelenggarakan Festival Film Papua IV. Bersama dengan panitia FFP IV, Perkumpulan Papuan Voices mengangkat Tema FFP IV “Merajut Kembali Budaya Papua untuk Keadilan dan Perdamaian”. Papuan Voices mengharapkan partisipasi masyarakat Papua dan siapa pun yang peduli terhadap budaya Papua dan Perdamaian serta keadilan di tanah Papua untuk berpartisipasi menggali, mendokumentasi, berkreasi melalui film documenter serta berdiskusi tentang budaya Papua dalam Festival Film Papua IV yang akan diadakan pada 6-9 Agustus di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Perkumpulan Papuan Voices ingin Memperkenalkan situasi masyarakat adat Papua dan berbagai permasalahannya lewat film documenter, Membangun Kesadaran Publik akan isu-isu penting yang dihadapi oleh masyarakat adat Papua, Mendorong dan memperkenalkan filmmaker muda Papua yang terampil dalam produksi dan distribusi film documenter dan Sebagai wadah untuk memperkuat jaringan filmmaker di tanah Papua. (Panitia FFP IV)

Artikel sebelumnyaSembilan dari 17 Terdakwa Rusuh Wamena Jalani Sidang di Wamena
Artikel berikutnyaElly Wamu Apresiasi Kehadiran Mahasiswa Magang di Kampung