Yafet Wetipo, Dosen yang Beralih Profesi Jadi Roaster Kopi

Yafet Wetipo adalah satu-satunya anak Papua yang memiliki sertifikat Roaster di Kota Jayapura.

0
2177

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— “Membantu orang lain merupakan hobi, terutama menginginkan Papua maju, berarti harus saling membantu. Papua maju bukan karena satu orang, tetapi semua orang baru dibilang Papua maju. Jadi kita harus saling membantu, dan memiliki cita-cita bahwa semua orang Papua harus bisa.”

Itulah sepenggal kalimat yang diungkapkan Yafet Steven Wetipo. Pengusaha muda Papua yang sedang merintis usaha kopi Papua di Jayapura. Nama usahanya ia beri nama Highland Roastery.

Ia menceritakan hal ini saat suarapapua.com bertemu di kediamannya, jalan Yoka Pantai Waena, Distrik Heram Kota Jayapura Papua awal Februari 2020.

Yafet Wetipo adalah seorang pengajar di Fakultas Sains dan Teknologi, Program Studi Biologi Universitas Ottow Geissler Papua (OG) setelah menamatkan pendidikan masternya di bidang Biologi di Universitas Kristen Satia Wacana (UKSW), Salah Tiga, Jawa Tengah pada 2013.

Baca juga: Tiga Anak Muda Papua Dinobatkan Sebagai Pengusaha Muda Terbaik

ads

Pengusaha kopi asal Kurima, Kabupaten Yahukimo ini adalah satu-satunya anak Papua yang memiliki sertifikat Roaster di Kota Jayapura.

Waktu itu, keseharian Yafet hanya mengajar lazimnya pengajar di perguruan tinggi hingga tahun 2014.

Namun, Yafet yang tidak tahu menahu soal kopi, bahkan tidak perna mencicipi kopi akhirnya jatuh hati dengan kopi, terutama kopi dari daerah Kurima, Tangma (Yahukimo) dan Tiom (Lanny Jaya).

“Waktu mengajar, saya ketemu teman yang dikontrak di lembaga penelitian. Cerita dengan dia dan sampaikan pada saya bahwa semua orang lihat emas itu di Freeport, tetapi ko (Yafet) coba lihat ini emas hijau (kopi), nanti suatu saat nilainya akan tinggi. Jadi saya ikut saran dia dan coba belajar,” jelas Yafet.

Menurutnya, jika menginat cerita perkenalannya dengan kopi, agak lucu. Karena, pertemuannya tersebut adalah pertemuan antara dua orang yang satunya hanya tahu menimun kopi, dan tidak tau membuat kopi. Sementara yang satunya lagi, sama sekali tidak tah umenahu tentang kopi. Bahkan mencicipi kopi saja tidak pernah.

“Jadi ceritanya agak lucu. Teman dia tidak tahu bikin kopi, tapi tahu minum, sedangkan saya tidak tau minum kopi, tidak tau kopi sama sekali. Jadi dia ajar saya cara jualan sampai giling, akhirnya saya mulai jualan. Jadi tidak minum kopi, tetapi bikin kopi. Jadi waktu itu mengajar sambil jualan,” jelas Yafet, sarjana Fisika jebolan Universitas Cenderawasih yang adalah anak kedua dari lima bersaudara ini menceritakan awal perkenalannya dengan kopi.

Baca Juga:  Pemuda Katolik Papua Tengah Mendukung Aspirasi Umat Keuskupan Jayapura

Yafet mengaku sudah enam tahun ia menekuki dan membangun usahanya. Ia tetap konsisten untuk kopi.

“Jadi usaha ini sejak 2014 hingga saat ini. Waktu itu teman tanya kopi, jadi saya ambil di kampung dan kasih dia 10 kg. Lalu dia bayar – saya tolak, tapi teman bilang ini bisnis jadi harus bayar. Setelah itu saya jajaki usaha ini hingga sekarang,” kata Yafet.

Logo dari Highland Roastery kop. (Ist)

Yafet adalah satu dari tiga yang menerima penghargaan kesuksesan bisnis pengusaha muda Jayapura oleh Prudential Indonesia dan Prestasi Junior Indonesia (PJI) belum lama ini.

Baca juga: Termotivasi dari Mama, Ghiovanny Wondiwoy Bangun Komin Bakery

Namun demikian, ia mengakui usaha kopi tidak semudah yang dipikirkan. Artinya, jika ada penurunan bahan mentah maka akan sulit untuk sediakan kopi.

“Awalnya itu saya jual yang mentah, greenbean, tahun 2014 hingga 2018. Pada 31 Desember saya dapat ide. 2016 permintaan bahan mentah menurun, jadi kopi menumpuk, akhirnya modal tidak putar. Saya berpikir bagaimana permintaan bahan mentah menurun, sementara orang minum kopi tiap hari. Untuk persediaan tetap ada, ya akhirnya saya mulai goreng sendiri secara manual menggunakan kuali,” jelasnya.

Sayangnya, kata dia, goreng di kuali harus putar terus, agar gorengannya merata, sebab jika tidak maka akan tidak rata. Waktu goreng bisa sekitar 30 menit – 1 jam, tergantung banyaknya kopi yang dimasukan ke  kuali.

“Proses goreng mengoreng ini saya jalani dari 2017 – 2018. Setelah itu saya beli mesin kecil dan gunakan hingga 2019. Saat ini saya pakai mesin baru,” tukas Yafet menambahkan aroma kopi Tiom membuka peluang pembeli meningkat.

Baca juga: Ini Perempuan Papua yang Memiliki Studio Foto 

Baca Juga:  Terdakwa Kasus KDRT Divonis 6 Bulan, Jaksa Didesak Naik Banding Demi Rasa Keadilan Korban

Yafet lalu menjelaskan kopi mentah yang ia beli dari petani kopi dari kampungnya. Menurutnya, sekali pesan bisa 50 kg dan produksinya 50 kg perbulan.

“Sebenarnya bisa lebih, tetapi juga tergantung modal dan petani yang mau jual.”

Kata Yafet, ada penjual yang menjual sebanyak 200 kg, tetapi ketika dikirim ke Jayapura – ditimbang ulang ternyata hanya 60 kg.

“Saya pernah rugi dengan cara ini, tetapi tidak mungkin kita salahkan mereka Jadi saya berpikir untuk balik kasih belajar mereka. Saya melakukan pelatihan bagi petani, baik cara menjual, meng-kilo maupun proses petani kelola kopi dari awal hingga pengeringan.”

“Makanya kita mau pergi latih mereka di Kurima, Tangma dan sekitarnya. Sebab jika proses kebun salah, maka akan berdampak pada rasa. Oleh sebab itu, ia akan fokus pada petani agar proses pertama di kebun baik, supaya hasilnya juga baik, termasuk harga.”

Proses pembuatan kopi, katanya, mulai dari proses natural proses, kedua honey proses, ketiga semi wash dan full washed (metode perendaman). Sementara untuk Papua kata Yafet lebih banyak pada proses semi wash. Honey proses dan natural hanya baru di Tiom, tetapi hanya pada satu kebun.

Hal itu dilakukan Yafet untuk mendukung petani lokal agar tidak hanya mendapatkan kopi yang berkualitas namun para petani juga berkualitas dalam mengelolah hasil kebun mereka.

Untuk di Kurima dan Tangma, Yafet telah melakukan Forum Grup Diskusi (FGD) pengelolaan kopi. Langsung Mulai dari petik, pangkas, jemur sampai isi di karung dan jual. Selain itu latih petani agar kualitas kopinya lebih bagus, dan harganya lebih bagus.

Baca juga: Mama Yeimo, Berjualan Noken Untuk Studi Sembilan Anak

Selain kopi dari Kurima, ada juga kopi dari Tangma dan Tiom. Jadi, ia juga menjual kopi dari daerah lain di pegunungan tengah Papua.

“Saya sebenarnya spesialis hanya untuk kopi Kurima dan Tangma (Yahukimo), karena saya dari sana, tetapi juga saya menjual dari Tiom (Lanny Jaya), Kiwirok (Pegunungan Bintang). Ada juga dari Moanemani, Dogiyai,” bebernya.

Baca Juga:  Panglima TNI Bentuk Koops Habema Tangani Papua
Yafet ketika dikunjungi penyuka kopi di kediamannya. (ist)

Ia pun menjelaskan mengenai harga gabah yang belum digiling dari Wamena 60 ribu  rupiah. Pengunungan Bintang dan Dogiyai harganya juga berbeda.

“Kalau yang saya produksi setelah goreng harganya perkilo 300 ribu rupiah. Harga ini untuk semua jenis kopi,” tuturnya.

Yafet menjual ke  beberapa pemesan yang selanjutnya pasarannya ke reseller lalu dikemas dan dijual ke teman.

“Ada juga ke kafe, kafe mobile, Grand Café dan termasuk ke media sosial,” tukas Yafet.

Ia memberkan, bahwa Kopi Highland Roestery juga dikirim ke luar Papua, seperti Bandung, Pekan Baru dan Jakarta.

Yafet juga menjadi satu-satunya anak Papua yang memiliki sertifikat roastery. Sertifikat itu ia dapat setelah mengikuti training pengelolaan kopi.

“Saya ikut training basic expreso pakai mesin, sertifikasi LPS (Lembaga Penjamin Sertifikasi) pertama kali di Papua. Sertifikasi Barista. Akhir tahun kemarin training sensorik untuk lidah lebih peka pada rasa kopi dengan kita rasa kopi kita. Saya juga ikut sertifikasi Roaster tahun 2018. Kalau orang Papua asli cuman saya yang bersertifikat,” ungkapnya.

Yafet juga mendapat dukungan dari Green Ekonomi yang menjadikan rumahnya tempat learning center bagi orang Papua yang ingin belajar kopi.

Yafet berkeinginan membuat kopi komersil, layaknya seperti kopi yang banyak beredar di pasaran. Namun hingga saat ini ia mengakui terkendala investor agar bisnis yang di harapkan dapat berjalan kedepannya.

Baca juga: Yan Pepuho Bikin Phondabee Cafe Untuk Tukar Buku Tulis Bagi Anak SD

Ia berpesan kepada anak-anak Papua agar tidak berharap pada proyek pemerintah, tetapi punya inisiatif untuk kembangkan alam Papua yang kaya akan sumber daya alam ini. Salah satunya kopi.

Kata Yafe, masih banyak yang perlu dikembangkan, seperti kulit kayu Masohi dan lainnya. Dia juga berpesan supaya usaha orang Papua untuk maju hingga ke expert (ahli).

“Kalau sudah expert di kita punya bidang itu baru namanya menjadi tuan di atas tanah sendiri,” pungas Yafet.

Pewarta: Lenny Aninam

Editor : Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaDua Kampung di Yahukimo Bisa Akses Jaringan 4G
Artikel berikutnyaBupati Jayawijaya Warning Pimpinan OPD yang Tidak Mencapai Target RPJMD