SKPKC-OSA Merintis Pendidikan Adat Usia Dini di Mare Kabupaten Maybrat

0
1882

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Sekretariat Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Ordo Santo Augustinus (SKPKC-OSA) Keuskupan Manokwari-Sorong, merintis pendidikan adat usia dini di kampung Suswa, distrik Mare, kabupaten Maybrat, provinsi Papua Barat.

Beyum Baru, koordinator pendidikan adat usia dini, mengatakan, program tersebut telah dirintis sejak tahun lalu.

Ia menjelaskan, upaya ini bertujuan memperkenalkan anak-anak usia dini, bahasa daerah, kesenian, kearifan lokal, dan nilai-nilai kebudayaan dalam rangka membentuk moral dan karakter anak di era modern ini.

“Anak-anak mulai diperkenalkan kebudayaan setempat. Apalagi perkembangan modernisasi semakin kencang. Kebudayaan harus didorong sebagai dasar kehidupan anak-anak. Jika tidak diperkenalkan, anak-anak kehilangan identitasnya,” kata Beyum kepada suarapapua.com di Mare, Rabu (4/3/2020).

Baca Juga:  Sekolah YPK di Tambrauw Butuh Perhatian Serius PSW YPK

Mengingat program pendidikan yang tengah dirintis di distrik Mare bertujuan menanamkan nilai-nilai dasar kepada anak-anak sejak dini, .

ads

“Kami melihat ada beberapa hal yang hampir hilang, contohnya bahasa daerah. Anak-anak kelahiran tahun 2000-an kesulitan untuk membalas bahasa daerah. Kami takut, suatu saat nanti bahasa daerah hilang. Kalau bahasa daerah hilang sama artinya identitas diri sebagai anak asli Papua hilang bersama perkembangan modernisasi,” tuturnya.

Menurut Beyum, kegiatan proses belajar sudah pada tahap semester dua.

“Kami sudah melakukan ini selama delapan bulan. Sekarang sudah semester dua. Nanti bulan Juni, angkatan pertama akan wisuda dan melanjutkan sekolah dasar.”

Soal tenaga pendidik, kata dia, selama ini mama-mama dan anak perempuan muda dipersiapkan menjadi guru bagi anak-anaknya.

Baca Juga:  Melalui MRP PB dan Tokoh Masyarakat, Tiga Warga Moskona Menyerahkan Diri

“Mama-mama dan perempuan muda yang mengajar,” imbuhnya.

Beyum menjelaskan, selama ini mereka menggunakan bahan-bahan dari alam dan sekitarnya sebagai alat untuk belajar.

“Bahan pembelajarannya dari bahan alam sekitar. Kami memperkenalkan huruf dari bahasa daerah dulu, kemudian dengan bahasa Indonesia. Contoh, abit (pisang), emes (sayur pakis). Kami juga belajar mengenal jenis-jenis pohon buah, hewan, lagu dengan bahasa lokal setempat. Kami belajar di dalam kelas dan di luar dengan alam sekitar,” urai Beyum.

Leo Baru, ketua tim sekaligus orang tua wali menyambut baik program tersebut. Menurutnya, ini bagian dari mempersiapkan generasi masa depan.

Baca Juga:  Festival Hutan Papua Upaya Melindungi Hutan Adat di Tanah Papua

“Ini sangat baik. Anak-anak mulai dipersiapkan sejak dini dengan belajar bahasa, belajar mengenal jati dirinya, menghitung, dan mengenal huruf,” katanya.

Tahap awal, imbuh Leo, Kampung Suswa dijadikan sampel program ini. Setelahnya akan dilanjutkan ke kampung lain.

Katarina Kubela, perempuan Ambon yang menikah dengan laki-laki Mare, merasa bersyukur dengan adanya pendidikan adat usia dini karena anak-anaknya bisa belajar bahasa daerah.

“Saya bersyukur. Anak-anak saya bisa belajar banyak hal. Menghitung dan mengenal huruf. Mereka juga sedang belajar bahasa daerah, dan saya pun ikut belajar. Itu sangat membantu saya,” tutur Katarina.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaVirus Corona Masuk Indonesia, Pemprov Pabar Bentuk Tim Pengawasan
Artikel berikutnyaCatatan Kelam: Polisi Tahan Perempuan dan Lakukan Kekerasan Seksual di Wamena (3)